Sungai Kawa-Nua dan jembatan yg tidak juga terselesaikan(Foto; Omar Silawane Juli 2016)
Maluku Tengah merupakan wilayah pemerintahan tingkat kabupaten
dan yang tertua di Provinsi Maluku. Kabupaten Maluku Tengah dalam perjalanan
sejarah pemerintahan sebelumnya melingkupi mulai dari kepulauan Seram Laut,
pulau Seram, hingga pulau Manipa, Kelang Buano, pulau Buru dan Ambalau,
kepulauan Lease dan pulau Ambon, serta kepulauan Banda. Maha luas wilayah
dengan segala kekayaan sumber daya alamnya, tetapi telat bangun dari tidur
panjang akibat terbuai mimpi di tepi divan – tempat tidur, lalu ketika bangun
malah terjatuh. Minim kreatifitas dan kepedulian, atau juga karena terbuai
sifat “masa bodoh” oleh pemimpin daerahnya dari waktu ke waktu, hingga saat
ini.
Masyarakat begitu dibutuhkan sangat saat adanya
hajatan untuk memilih pemimpin kabupaten, yaitu Bupati serta Wakil Bupati, dan
memilih para Wakil Rakyat Yang Terhormat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah -
Kabupaten. Di setiap 5(lima) tahun secara rutin berlangsung “pesta” demokrasi
sebagai proses menuju perubahan tatanan
kehidupan masyarakat melalui perwakilan yang terpilih. Cara baik penuh harapan
dari rakyat dan impian yang dijanjikan para pemimpin diawal ketika menjelang
saat menentukan pilihan kepada siapa hak berdemokrasi untuk perubahan nasib
diserahkan, dan seterusnya menjadi kewajiban yang terpilih untuk diwujudkan.
Maluku Tengah adalah wilayah subur di daratan dan
sebaran beragam isi aquarium pada
laut-nya yang bening. Hanya boleh si buta
dan yang karena keterbatasan salah satu panca-indera dan si bodoh dengan daya kerja otaknya yang lemah
boleh bercerita salah bahwa daerah Maluku Tengah tidak mampu menghidupi
masyarakatnya akibat gersang daratan dan kering lautnya.
Membandingkan hasil berdasarkan potensi kekayaan sumber
daya dalam pengelolaannya secara periodik direntang waktu setelah orde
reformasi 1998, saatnya melakukan hitung-hitungan rasional, ketika sedang bersiap menuju pergantian
kepemimpinan daerah untuk yang ke-4(empat) pada Pilkada tahun 2017.
Seperti apa hubungan antara dominasi kepemimpinan
kabupaten Maluku Tengah dalam periodesasi panggung hajatan pesta politik dengan
keberadaan jembatan sungai Kawa–Nua, yang terletak di kecamatan Tehoru dengan
panjang hampir seribu meter dan merupakan jembatan terpanjang di Provinsi
Maluku. Keberadaan jembatan terletak pada status jalan nasional jalur Trans
Seram yang menghubungkan Kabupaten Maluku Tengah dengan Kabupaten Seram Bagian
Timur di pulau Seram.
Jembatan Kawa-Nua 3(tiga) tahun lalu(Foto; Yan Sahetapi-Matakupang)
Jembatan Kawa-Nua adalah jembatan yang merentang di atas sungai Kawa dan sungai Nua, 2(dua) badan sungai berdampingan dan menyatu di bagian hilir tempat jembatan tersebut berada. Kontur tanah tepian sungai datar dan luas. Kondisi demikian dibentuk oleh adanya sapuan air banjir saat musim hujan yang telah berlangsung ribuan tahun sebelumnya. Kedua sungai ini mengalirkan air dari hulu, menerima dan menampung arus deras aliran air dari gunung Binaiya dan sekitarnya. Kondisi di muara memang terbuka lebar, berbeda dengan di bagian hulu yang cenderung menyempit. Bila letak jembatan agak ke hulu, mungkin tidak akan sepanjang seperti saat ini, akan tetapi makin menjauhkan jarak tempuh sebab kalau ke hulu dulu berarti harus kearah barat lagi baru kembali ke arah timur. Terkecuali akses jalan dari arah barat dibuka mulai dari bagian utara kota Amahai dimana jalur tersebut harus memotong jalan lingkar melalui pesisir pantai selatan, sehingga sekaligus dapat memperpendek jarak tempuh dari Amahai menuju wilayah Telutih tidak lagi melalui Tehoru - kota kecamatan, dan jembatan pun tidak sepanjang seperti sekarang ini. Rentang kendali jarak dan waktu tempuh dipersingkat dari dan menuju kota Masohi, ibukota kabupaten dan kota Ambon, ibukota Provinsi Maluku.
Tentu ide ini mungkin saja dianggap agak menyimpang, karena
membutuhkan perencanaan tata ruang baru yang berdampak pada kebutuhan pembebasan
lahan serta diikuti penyediaan anggaran pembangunannya, tetapi bermanfaat untuk kemudahan akses dan menguntungkan
untuk jangka panjang. Sebaliknya ketika mengamati pola laku pembangunan pada pulau-pulau di
Maluku, lebih khusus di pulau Seram, membayangkan ide dimaksud pun terasa
berat, mengingat selama ini ada kesan
yang gampang saja sulit dilaksanakan, atau malah makin dipersulit yang gampang
agar ada rutinitas yang menghasilkan. Sehingga ketika diperhadapkan untuk melakukan program khususnya pembangunan
infrastruktur yang sulit dan membutuhkan waktu penyelesaian yang lama selalu
dihindari oleh para pejabat pemerintahannya.
Program pembangunan berorientasi hasil (Outcomes oriented programs), sebagaimana
Road Map Reformasi Birokrasi secara Nasional, tidak dibaca lurus dan jujur
untuk terwujudnya peningkatan sistem pemerintahan yang kuat dalam kualitas
pelayanan dan kepercayaan publik, tetapi dipahami hanya demi kenyamanan intern
birokrasi. Terciptalah pembenaran situasional atas kelemahan birokrasi dengan
kalimat-kalimat manis bahwa pembangunan itu tidak segampang membalikkan telapak
tangan. Apaan tuh….!
Bahwa vitalnya fungsi jembatan Kawa-Nua, sepertinya bukan merupakan pertimbangan kontekstual program prioritas pembangunan bagi masyarakat di wilayah Teluk Telutih dan Seram Selatan umumnya. Tidak ada alasan rasional yang menunjukan adanya perhatian yang serius dan maksimal oleh pemerintah daerah khususnya kabupaten Maluku Tengah dan juga pemerintah Provinsi Maluku. Lamanya waktu penyelesaian jembatan Kawa-Nua yang telah lebih dari 10(sepuluh)tahun belum juga rampung hingga sekarang, mengindikasikan analisa demikian memang benar. Bukankah kepemimpinan yang di-estafet-kan dalam kedekatan keluarga, baik pada kepemimpinan di daerah Maluku Tengah, dan dengan disempurnakan anggota keluarga lain menjadi anggota perwakilan rakyat di badan legislatif tingkat pusat, menjadi mudah untuk merealisasi usulan anggaran pembangunan jembatan dimaksud. Tentu membutuhkan penjelasan rasional dan cerdas untuk menjawab tanda tanya masyarakat, yang telah mempercayakan amanat kepentingannya menjadi tanggung jawab yang mewakili untuk diperjuangkan dan dibuktikan sebagaimana mestinya.
Kepemimpinan lima tahunan Kabupaten Maluku Tengah
di tiga periode terakhir, terekam dengan baik dalam pikiran dan benak
masyarakat, bahwa masih setia didominasi secara masif oleh sebuah “dinasti” keluarga,
baik untuk jabatan Bupati maupun perwakilan aspirasi masyarakat Maluku Tengah
di lembaga politik tingkat pusat. Seharusnya tidak menjadi sesuatu yang diperdebatkan, apabila
terbaca ada kesungguhan berbuat atas penerimaan kepercayaan benar-benar dapat
dijawab, melalui bukti perubahan yang dirasakan dan disaksikan lebih maju
dan lebih baik. Terutama kebutuhan akan kemudahan akses dan kemurahan
menjangkau keinginan menuju perbaikan kehidupan, melalui penyediaan pelayanan
apapun yang menjadi urusan pemerintahan. Bukannya selembar rupiah dan segepok
janji manis seakan itu kebaikan yang sering terjadi disaat membutuhkan dukungan
masyarakat, setelah itu kembali ke masing-masing urusan tanpa saling perduli,
bak dunia auto pilot.
“Dinasti” pemerintahan pada eksekutif dan legislatif di
Maluku Tengah, seharusnya menjadi cara mudah menindak-lanjuti dan menyelesaikan
perihal “pekerjaan rumah” pemerintahan sebelumnya. Dengan adanya kedekatan
dalam keluarga mudah memuluskan hambatan politik dan komunikasi terhadap
kepentingan perjuangan mendapatkan besaran porsi anggaran pembangunan dari pemerintah pusat kepada
kabupaten Maluku Tengah secara maksimal sesuai kebutuhan dari tahun ke tahun.
Selain bersama saling bantu dalam kesatuan pikiran memperbesar peluang daerah
meningkatkan kemampuan menghidupi diri sendiri, dengan sumber penerimaan asli
daerah.
Maluku Tengah terlalu kaya untuk jatuh miskin,
sengsara dan bodoh, bila saat ini terjadi demikian, maka itu bencana yang
disengaja akibat salah urus dan minim kepedulian pemerintahannya.
Kabupaten Maluku Tengah dari waktu ke waktu, makin
tertinggal dalam laju pembangunan dibandingkan dengan daerah kabupaten baru
yang sebelumnya menjadi bagian integral dalam satu daerah bersama. Setelah
pemekaran Kabupaten Maluku, wilayah yang berpisah untuk mengurus daerah
sendiri, makin menunjukan kemajuan dan perubahan berarti. Bukti alasan
pemekaran menunjukan ada yang salah atau terabaikan saat masih bergabung. Rentang
kendali wilayah sebagai isu dominan dalam alasan pemekaran.Setidaknya
infrastruktur sebagai sarana mempermudah lalulintas masyarakat dari dan menuju
Telutih serta kabupaten Seram Bagian Timur - sebagai contoh sederhana tapi
penting, terhambat oleh pembangunan jembatan Kawa-Nua yang telah lebih dari
sepuluh tahun, masih belum dapat dipergunakan akibat belum selesai dikerjakan. Masyarakat
pun kehilangan cara untuk meneriakkan sakit dan kekecewaannya, cenderung diam
dalam kesengsaraannya.
Alasan pembiayaan melalui sistem bertahap penganggaran
pembangunan - multi years, harusnya
bukan berarti dengan mencicil anggaran sesuka hati dan seadanya tanpa target
dan batas waktu maksimal, yang demikian itu namanya “hanya terima nasib”. Selain itu ada kesan ketidak-perdulian pemerintah daerah terhadap kebutuhan dan
kepentingan rakyat khususnya masyarakat di wilayah teluk Telutih, pulau Seram
bagian selatan. Wilayah Telutih adalah daerah yang pernah berjaya diakhir tahun
60-an hingga akhir tahun 80-an oleh hasil bumi komoditi cengkeh dengan kualitas
terbaik di dunia.
Kebaikan masyarakat melalui aspirasi dalam demokrasi
yang dijunjung, adalah kesetiaan dari penerima dan pembawanya untuk tidak
bersikap hianat dengan sengaja mengabaikan kewajibannya terhadap pemilik dan
pemberi hak suara. Kepercayaan masyarakat berubah hanya ketika kesetiaan pada
janji diingkari, teriakan atas kebutuhannya diabaikan. Jangan juga pernah menjadikan
suara rakyat sedapat hanya bisa menjanjikan diawal saat perlu didukung dan
dipilih pada musim kampanye hajatan politik, setelah itu berbalik badan
melangkah dan berbuat semau pikiran demi kepentingan sendiri. Itu menyakiti
nurani masyarakat dan menciderai demokrasi yang diagungkan sebagai cara cerdas
mekanisme politik guna pengelolaan sistem pemerintahan yang bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat.
Bilakah ada kandidat yang mau bertaruh janji
menyelesaikan jembatan Kawa-Nua dalam hajatan Pilkada Kabupaten Maluku Tengah
di tahun 2017, untuk terselesaikan sebelum pergantian tahun menjadi tahun 2018,
atau incumbent “dinasti” akan segera
menyelesaikannya segera sebelum berlaga kembali untuk melanjutkan kekuasaannya
ke periode kedua. Masyarakat menunggu kenyataan, bukan menanti keajaiban. Yang
merasa, selesaikanlah segera jembatan sungai kembar Kawa - Nua, suara mayoritas masyarakat
Teluk Telutih untuk sang kandidat menunggunya.
Depok, 24 Juli 2016
M. Thaha Pattiiha