Oleh ; M. Thaha Pattiiha
(Bagian kedua dari tulisan ; “PELA GANDONG ; Warisan Budaya Takbenda Bangsa Alifuru”)
(Bagian kedua dari tulisan ; “PELA GANDONG ; Warisan Budaya Takbenda Bangsa Alifuru”)
Pela Gandong sebagai ikatan hubungan persaudaraan sesama Orang Maluku - Alifuru. /@embun01
Sebelumnya sudah dibahas bahwa ketika kepulauan Maluku kehadiran
bangsa-bangsa asing, khususnya dari benua Eropa, budaya hubungan persaudaraan
Gandong sudah sebelumnya ada. Sedangkan hubungan persaudaraan Pela, marak dan
masif terjalin di tahun-tahun penuh tekanan hidup saat dalam masa penjajahan
kolonial Belanda.
Sejak kapan dalam sejarahnya budaya Pela Gandong mulai
disepakati untuk dijadikan tatanan baku budaya bangsa Alifuru - termasuk siapa
pencetusnya, masih diperdebatkan sesama orang Maluku, sebab belum ada bukti
ilmiah yang disepakati bersama dan tertulis. Oleh karena itu pada bagian ini
hanya tentang latar belakang yang diperkirakan merupakan acuan lahirnya budaya
Pela Gandong.
Berdasarkan oral story
yang cenderung dianggap kisah mythos
tetapi diyakini dan disepakati, bahwa orang Maluku berasal dari satu sumber
keturunan yang sama, yaitu anak-cucu keturunan Ina Tuni Supamaraina. Awal
kehidupan pancabanjir Nuh,
berlangsung di lembah gunung Murkele – kecil dan besar(2542.mdpl) – serta gunung Binaiya(3027.mdpl), dataran tinggi yang disebut Supamaraina(1000.mdpl). Area datar di ketinggian
yang dibentengi pegunungan Manusela(2100.mdpl)
di bagian selatan dan berada persis di tengah pulau Seram (Nusa Ina). Kemudian baru menyebar ke Nunusaku di barat pulau Seram,
ke timur hingga pegunungan Bati. Menyeberangi laut menuju pulau-pulau lain
hingga utara ke Halmahera, ke tenggara dan selatan hingga kepulauan Sunda kecil
dan benua Australia, ke barat hingga Sulawesi bagian timur, begitupun hingga
Papua di timur.
Rentang waktu dari
awal secara keilmuan antropologis yang lebih lengkap, tentu butuh kajian ilmiah
yang lebih mendalam dan jauh ke masa lalu dalam sejarah awal keberadaan dan
penyebaran manusia Alifuru – pribumi kepulauan Maluku. Kondisi riil geografi
Maluku yang adalah wilayah lebih luas perairan dari daratan, tetapi tersebar
ratusan pulau sehingga para pemukim mudah untuk memilih menempati pulau manapun.
Sebaran pulau-pulau yang begitu banyak, seiring adanya intensitas perpindahan karena
berbagai alasan, antara lain pertambahan yang diikuti perubahan dan perkembangan
penduduk dari waktu ke waktu, turut mempengaruhi meluasnya penyebaran penduduk
dan pemukiman hingga tercerai dan terpisah-pisahkan.
Terciptakannya budaya
Pela Gandong oleh para Lusi – Datuk,
dan Upu – Tete(Kakek) Nene(k) Moyang
Orang Maluku, merupakan pencapaian strata peradaban paling arif dan agung yang
mencerminkan kecerdasan cara pandang kemanusiaan paling beradab bangsa Alifuru.
Pola laku dan moral manusia Alifuru – pada masanya, telah mampu berpikir dan
bertindak bijak dalam menghargai hidup sesama. Kehidupan bersama dibentuk dan
ditata dengan melalui ikatatan persaudaraan antara komunal dalam kesatuan hidup
bersama. Mengikat untuk menghubungkan kembali keterpisahan, agar tetap dan
selamanya terjalin hubungan yang lebih dari sekadar hubungan kekerabatan secara
personal atau orang per orang. Karena itu, sesungguhnya Pela Gandong adalah
media budaya untuk mengikat – kembali, hubungan keterkaitan persaudaraan
sebagai satu keluarga besar sebangsa Alifuru, sedarah atau segaris keturunan – genekologis, yang telah menjalani
kehidupan terpisah secara komunitas atau kelompok dengan wilayah bermukim masing-masing.
Kata “Pela” berasal dari “bahasa tana” Alifuru – potongan kata dari “tatu-pela”, yang bermakna ; langkah kaki yang menyentuh atau terhalang
sesuatu. Seperti misalnya menyentuh sebongkah batu, kayu, atau sesuatu benda
keras, dan sentuhan tersebut pasti menimbulkan rasa sakit dan bahkan sampai
terluka atau patah – cidera. Tentu harus berhenti melangkah, guna menghilangkan
rasa sakit atau mengobati dulu luka cidera dimaksud. Padanan kata “Pela”, terdapat juga di bahasa-bahasa
lokal di Maluku, dengan sebutan yang hampir sama atau berbeda tetapi bermakna
hampir sama.
Dalam
pengertiannya, Pela adalah hubungan persaudaraan
yang diikat oleh sebab suatu peristiwa berhutang budi karena jasa bantuan dalam
hal biasa atau luar biasa, seperti penyelamatan nyawa dari suatu peristiwa yang
hingga dapat berakibat kematian. Sedangkan Gandong
atau Kandung dalam bahasa Melayu -
Indonesia, adalah hubungan persaudaraan yang berasal usul dari satu garis
keturunan yang sama, atau merupakan saudara sekandung, dari orang tua - ibu dan
bapak, yang sama.
Gandong, terhubung
karena keterkaitan langsung secara genekologis.
Pela, melalui hubungan yang sengaja dan sadar dibuat – dihubungkan, karena alasan
atau penyebab dari suatu peristiwa. Bila dihubungkan ke masa lalu, yang
menerangkan asal usul pribumi Maluku – berbangsa Alifuru, berasal dari sumber garis
keturunan yang sama, maka subjek Pela hanya sekadar pengulangan hubungan persaudaraan.
Suatu cara untuk menegaskan kembali hubungan persaudaraan sebelumnya, yang bersumber
dari asal-usul yang sama yaitu saudara sekandung, hanya kemudian terpisahkan
dan sudah sulit ditelusur – mata rantai yang hilang, sebab telah lama terpisahkan
sampai kembali dihubungkan ke awal asal-usul. Sehingga Pela Gandong tidak
dijalin dengan orang di luar kepulauan Maluku, hanya diperuntukkan sesama
pribumi orang Maluku yang berasal dari satu keturunan sesama bangsa Alifuru.
Ikatan
Pela Gandong bersifat permanen, berlaku untuk jangka waktu seumur hidup manusia
di muka bumi. Kesatuan hubungan bersifat abadi - selamanya, untuk waktu kehidupan
dan generasi keturunan yang tidak berbatas. Secara kontinyu hubungan Pela Gandong
selalu disalin – dipesankan, untuk tetap diingat dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Ditegaskan – melalui keyakinan secara adat dalam budaya kepercayaan
nenek moyang bangsa Alifuru, dengan imbal resiko berupa sangsi yang akan
diterima bila tidak dipatuhi, diingkari, atau dilanggar.
Kampung
Bulak, 07/11/2019
(Bersambung ke bagian ketiga ; “Pela, Klasifikasi dan Filosofi”)
No comments:
Post a Comment