Bengkel Seni YAMUYAKA(Yang Muda Yang Berkarya) Ambon
Di kota Ambon pada era antara tahun 1984
hingga tahun 1995, nama Bengkel Seni YAMUYAKA (Yang Muda Yang Berkarya) atau
disingkat BS.Yamuyaka(BSY), sangat populer dikalangan pegiat seni dan dikenal
luas di masyarakat kota Ambon.
Sebagaimana aktifis seni atau seniman dan
kelompok-kelompok pegiat seni lainnya, Bengkel Seni Yamuyaka terpublikasi oleh
berbagai aktifitas seni baik secara kelembagaan, maupun personil anggota serta generasi
muda hasil binaan terhadap bakat seninya.
Bengkel Seni Yamuyaka merupakan lembaga
pemerhati seni yang beraktifitas di hampir semua bidang seni, tetapi berbeda dalam
hal keanggotaan, pengurus dan manejemen pengelolaannya. Dinamai Bengkel Seni,
tidak sebagaimana lazimnya kelompok atau
organisasi seni yang menggunakan nama Sanggar – Seni. Nama yang terkesan oleh penggunaan
kata “bengkel” sebagai tempat perbaikan atau pengerjaan tekhnis sesuatu
bersifat mekanis. Padahal urusannya adalah seni, sesuatu yang menyangkut rasa
dan imajinasi manusia terhadap sesuatu proses pengalaman, perenungan,
penerjemahan, dan kreatifitas sehingga melahirkan suatu karya cipta seni yang
indah.
Pilihan pada status sedemikian agar wadah
yang digagas dan dibentuk tidak imbas dengan asal bisa, asal tampil dan asal
jadi, sisi kualitas karya dan tampilannya harus beda dan lebih menarik sehingga
mengesankan tidak latah mengikuti kebiasaan umumnya.
Untuk keanggotaan, hanya terdiri dari
beberapa orang bergabung dalam satu wadah yang terorganisir secara rapih,
tertib dan dengan program yang tertata secara terencana untuk mencapai target
akhir yang maksimal serta monumental. Hasilnya bersinergi dengan kebutuhan dan
menjadikan catatan sejarah yang patut diukir di prasasti perjalanan suatu kurun
waktu atau jaman.
Sisi idialisme memang sangat kental
mendasari semangat bersama, guna membangun sebuah wadah yang lebih berdaya
kreasi menampilkan hasil karya cipta sebanding dengan laju pengetahuan
masyarakat, tetapi tetap dalam bingkai jiwa seniman yang harus dibebaskan dari kungkungan
hal-hal teknis mekanis. Akan tetapi dalam kiprahnya kenyataan rasional
kehidupan tetap harus dipahami, sehingga mampu menerjemahkan setiap konteks
sosial lingkungannya, apapun itu, menjadi inspirasi dan menghasilkan karya yang
patut dinikmati dan diapresiasi semua orang.
Terbentuknya Bengkel Seni Yamuyaka
Bermula pada tahun 1980-an dalam pertemanan
biasa dan sering bertemu dan menyumbang karya cipta puisi pada acara Puisi
& Sastera yang diasuh oleh penyiar Ibrahim Indah – juga seorang seniman
sastra dan lukis, pada Radio Amatir Favourite, berlokasi di Taman Ria Remaja
Pantai Waihaong Ambon. Keakraban yang dibangun dalam satu kecintaan terhadap
seni, melahirkan pemikiran untuk ditindaklanjuti menjadi sebuah wadah permanen
dengan kemampuan dan ketrampilan seni lukis sebagai dasar dan serta spesifikasi
khusus oleh masing-masing orang.
Gagasan awal oleh saya pribadi – Ghalip MTh
(nama seniman - Sastra), bersama Cecen
IR (Husein Laturua - Lukis), N.W.Kelana (Nohor Wally - Kria), Nano(Suyatna -
Tari dan Puisi), dan M. Donal(Muhammad Donal - Kria))*
dan Aan (Aan Suherman – Modifikasi Otomotif).
Terdapat hanya 6(enam) orang tersebut di atas dengan status sebagai
Anggota Tetap, masing-masing memiliki keahlian tersendiri di bidang seni lainnya,
tetapi sama-sama memiliki keahlian utama seni melukis, selebihnya yang lain adalah
sebagai kontributor, anggota binaan, simpatisan dan anggota kehormatan, serta
tidak terlibat secara struktural dalam badan organisasi.
Selain hanya anggota tetap yang juga
sekaligus pengurus, terdapat beberapa lagi yang ikut serta berkontribusi,
seperti Yusuf Idrus – Abang Ucu, beliau karyawan pada arena hiburan rakyat
Ambon tersebut. Kemudian bergabung M. Sidik L(Muhammad Sidik Lukman – seniman lukis),
Umar Silawane, pematung natural juga ikut bergabung dengan keahliannya untuk
seni patung. Mudammad Dun Basyir, seorang Dokter tentara yang berpangkat
Kapten, bertugas pada Rumah Sakit Tentara Ambon, bergabung bersama dengan seni
lukis ekspresionis khususnya tentang cerita Pewayangan.
Di bulan Agustus 1984, untuk pertama
kalinya kami bersama bergabung secara organisasi dan mengikuti Pameran
Pembangunan Maluku yang berlokasi di arena dimaksud. Karya-karya seni, lukisan,
seni kerajinan termasuk sablon dan cipta seni lainnya kami tampilkan dalam
stand khusus seni satu-satunya pada pameran itu dan menggunakan nama resmi
pertama kalinya yaitu Bengkel Seni Yamuyaka.
Antara penciptaan karya seni dan usaha bagi
kebutuhan hidup, seiring dalam perjalanan pengembangan organisasi. Sebagian
karya cipta seni hanya untuk menuangkan ide dan gagasan, selebihnya hanya
kepuasan batin, begitulah jiwa seniman. Untuk kebutuhan dana dan pembiayaan,
usaha reklame produk dagang berupa spanduk, cetak sablon berbagai atribut,
billdboard maupun landskap taman, dekorasi, maupun kerajina seni kria,
dijadikan sebagai sumber pendapatan baik untuk kepentingan ekonomi pribadi
masing-masing anggota dan disisihkan buat pendanaan aktifitas program organisasi.
M. Thaha Pattiiha
Persiapan Materi
Seni Kerajinan menjelang keikut-sertaan BS.Yamuyaka pertama kali
pada
Pameran Pembangunan Provinsi Maluku, Agustus 1984 (Foto Repro.Dok)
Bengkel Seni Yamuyaka, seiring waktu terus
berkiprah dalam berbagai aktifitas kesenian di kota Ambon. Beragam prestasi dan
partisipasi kreatif diukir dan tersematkan. Oleh (dulu) Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan (Depdikbud) Kotamadya Ambon dan Bidang Pembinaan Generasi Muda
Depdikbud Provinsi Maluku menjadikan cara pengorganisasian yang kami praktekan
sebagai model contoh terhadap pembinaan dan pengembangan Sanggar-sanggar seni,
khususnya di kota Ambon dan Provinsi Maluku, saat itu.
Dalam kepengurusan organisasi tetap dengan
hanya mengandalkan Anggota Tetap yang hanya dibatasi sebanyak 6(enam) orang,
tidak pernah bertambah, kecuali berkurang, itupun tanpa penggantian dengan
anggota baru. M. Donal adalah yang pertama menjadi Ketua, sementara saya
sebagai Sekretaris, hingga kemudian M. Donald wafat pada tahun 1988. Selanjutnya saya menjadi Ketua dan Cecen IR
sebagai Sekretaris, hingga vakumnya aktifitas sejak dipenghujung tahun 1995
hingga saat ini, karena saya harus berpindah domisili untuk kegiatan usaha di
Jakarta. Aktifitas rutin event akbar yaitu Festival Qasidah Walikota Cup pun
berakhir, bersamaan dengan keputusan saya untuk diakhiri setelah
penyelenggaraan festival yang ke – 10(sepuluh) pada tahun yang sama - 1995.
Bengkel Seni Yamuyaka untuk memaksimalkan
kapasitas, maka diprogramkan agar lebih menitikberatkan kepada kualitas karya
dan hasil pembinaan seni kepada peserta binaan dan dalam setiap partisipasinya
di masyarakat. Sebab maksud pembentukannya tidak hanya
dikhususkan buat kepentingan kalangan anggota sendiri saja, tetapi diperuntukan
buat siapapun secara luas di masyarakat.
Penonjolan pada pewadahan bersifat total
seni yang representatif dan berbobotkan seni secara konstruktif dalam pemahaman, matang dalam implementasi
dan menghasilkan prestasi, serta untuk dapat ditampilkan ke publik. Hal ini memungkinkan harapan terpatri pada hasilnya dapat berkesinambungan untuk dilanjutkan
generasi penerus berikutnya. Karena pada dasarnya, prinsip seni bukan untuk
diri sendiri, sebaliknya diri sendiri atau siapapun selalu akan membutuhkan
seni, sebagai pengasah kehalusan jiwa agar terbangun kepekaan dan tanggap
terhadap nilai kebajikan untuk dipraktekan dalam kehidupan.
Festival Qasidah dan Para Tokoh
Sederet tokoh berperan serta secara
kontinyu terjalin komunikasi yang akrab melalui perhatian dan pembinaan
terhadap keberadaan Bengkel Seni Yamuyaka saat itu.
Untuk Piala Bergilir Walikota Cup yang
terdiri dari (dua) buah piala untuk tingkat anak-anak dan Remaja atau umum. Pertama
kali piala disumbangkan oleh Walikota Ambon Albert M. Purwaela dan piala
bergilir kedua oleh Walikota Dicky Wattimena. Piala bergilir pertama tingkat
remaja atau umum, dimatikan di SMAN II Ambon sebagai Juara Umum 3(tiga) kali
berturut-turut, dan piala bergilir ke-2 berakhir ditangan Sanggar Seni
Mayangsari Waehaong, berkenaan penghentian festival. Terdapat dua piala
bergilir, masing-masing untuk katagori tingkat Remaja atau umum dan tingkat
anak-anak. Piala bergilir tingkat anak-anak, belum pernah dijuarai 3(tiga)kali
secara berturut-turut olh peserta group anak-anak selama berlangsungnya
fetival, sehingga tidak pernah diganti.
Selama penyelenggaraan festival, terdapat dua
orang tokoh Sekretaris (Sekda) Kota Ambon, pertama Fatah Syah Doa dan kemudian Sekda
Jop Tamtelahitu, mereka rutin dan tidak pernah absen sekalipun untuk hadir untuk
membuka maupun menutup acara festival.
Peran luar biasa oleh Jan P. Mailoa Kepala
Kantor Depdikbud Kota Ambon, dengan pembina tekhnis Kepala Seksi Kebudayaan
Frans Lansamputty, yang langsung di lapangan dan sangat aktif rela membagi ilmu
seni suara dan seni musik kepada para peserta Festival. Beliau begitu sabar dan
rela menempuh perjalanan jauh, diwaktu siang dan malam hari, hanya untuk
menemui para peserta di tempat latihannya masing-masing. Tulus membagi ilmunya,
melakukan pelatihan singkat olah vokal, olah musik, keserasian irama musik dan
lagu untuk keindahan bernyanyi, cara membaca notasi lagu, bahkan mengajarkan
cara mengarang atau mencipta lagu Qasidah menggunakan partitur not angka.
Festival Qasidah Walikota Cup selama
sepuluh kali atau sepuluh tahun penyelenggaraan (1985 – 1995), telah melahirkan
begitu banyak pemusik, penyanyi, pencipta lagu, hingga berlanjut menjadi pelatih.
Happy ending – nya, meneguhkan keyakinan
dan kebanggaan diri bermusik Qasidah, dan menapaki karier scara berani dan
pasti di dunia music umumnya, khususnya dikalangan generasi seniman musik
Muslim di Kota Ambon.
Qasidah, jenis musik berlatar nuansa Muslim
yang hanya dikhususkan sebagai media da’wah, dengan tifa rebana sebagai alat
musik utama, sebelumnya hanya dimainkan asal-asalan dan tidak memuaskan untuk
dinikmati sebagai sebuah persembahan seni musik dan seni suara. Kesan “musik
kampungan” kental, sehingga jarang ada yang bangga.
Melalui cara dan sistem pengelolaan
festival yang cerdas sebagaimana dipraktekan dan kembangkan Bengkel Seni
Yamuyaka sebagai penyelenggara, mampu membawa musik Qasidah ke jenjang terhormat
dan membanggakan, selain dapat lanjut positifnya menghasilkan begitu banyak
bibit pemusik dan penyanyi Muslim Ambon. Kita sama tau, sebelumnya bukan
apa-apa, karena memang tidak ada pembinaan lebih baik.
Sebagai media pembinaan, keterlibatan yang
luas dan beragam dari peserta telah mencapai sasaran. Peserta tidak saja dari
kalangan organisasi atau Sanggar seni, Taman Pengajian, Remaja Islam, Remaja
Komplek, tetapi juga dari lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta di kota
Ambon, seperti SMAN 1, 2, dan 3, SMA Muhammadiyah, SMA KCK dan lain-lain. SMAN
2 Ambon adalah yang paling sukses karena berhasil menjadikan piala bergilir
pertama menetap di sekolahnya, karena 3(tiga) kali berturut-turut merebut Juara
Umum.
Berlaku sejak tahun 1997, “gengsi” event festival makin dimantapkan
dengan dimasukan secara resmi sebagai salah satu dari sejumlah mata lomba tetap
dalam agenda kegiatan memperingati Hari Ulang Tahun(HUT) Kota Ambon. Di malam
puncak peringatan HUT Kota Ambon tahun tersebut di Lapangan Merdeka, Piala
Bergilir Festival Qasidah Walikota Cup merupakan satu-satunya piala yang
diserahkan oleh Walikota Ambon Dicky Wattimena, mewakili secara simbolis
penyerahan piala-piala para juara dari puluhan mata lomba yang lain.
Tidak sia-sia hasil dari festival dimaksud,
seniman nyanyi dan musik dari kalangan Ambon Muslim antara lain seperti Amir
Palembang, Abuya Bahaweres, Ela Bin Umar, Lily Kari, Efendi Patty, Gatot
P.Hallauw, hingga Onco A. Sopalauw, Jefri Banama, Edy Wakano, Bustamin, hingga
Gabriel Attamimi. Adalah beberapa nama dari sekian banyak yang terbina, mahir
dan besar oleh keberadaan panggung Festival Qasidah Walikota Cup. Terdapat beberapa
orang peserta yang sejak anak-anak sudah
pernah mengikuti festival pada group tingkat anak-anak, dan ketika sudah
berusia remaja atau dewasa, masih kembali melanjutkan menjadi peserta di group tingkat
remaja.
Pada setiap tahun penyelenggaraan festival,
selalu berganti personil kepanitiaan yang ditunjuk sebagai pelaksana oleh
BS.Yamuyaka. Terdapat mantan Ketua Panitia Festival seperti Zainuddin Boy,
sekarang adalah ketua DPRD Kabupaten Buru Selatan, sebelumnya Ketua DPRD
Kabupaten Buru, juga Abdullah Marasabessy, sekarang anggota DPRD Provinsi
Maluku, selain mantan Ketua Panitia yang lain, ada yang sebagai Dosen maupun
sebagai pejabat dipemerintahan. Memang tidak dengan menjadi pelaksana event
seni seperti itu, kemudian baru bisa menjadi sesuatu hari ini, hanya sekadar
catatan sejarah perjalanan yang kebetulan pernah bersentuhan dengan aktifitas
program pembinaan BS.Yamuyaka. Nilai plus-nya adalah menjadi salah satu cara
lain dalam mematangkan kemampuan generasi masa depan, adalah memperluas ragam
kiprah dengan tantangan berbeda untuk kematangan mental dan kemampuan
kepemimpinan selanjutnya.
Apresiasi diberikan kepada mereka para
tokoh, pelaku, dan penyelenggara, yang telah berjasa dalam melahirkan episode
generasi musik Qasidah modern sebagai media pembinaan bakat dan prestasi, menjadi
kebanggaan yang pantas ditampilkan untuk dinikmati sebagai sebuah tontonan karena
keindahan musik dan suara indah penyanyinya, selain pesan bijak dalam syair-syairnya.
Kesan luar biasa yang tidak dapat
dilupakan, adalah bahwa musik Qasidah yang adalah musik bernuansa Islami,
mendapatkan dukungan partisipasi yang bernilai indahnya kesatuan dalam
kemajemukan kehidupan bersama. Betapa tidak, para tokoh tersebut di atas, lebih
khusus Frans Lansamputty, para pelatih Group dari SMAN 1, 2, SMA KCK, SMAN
Lateri dan sebagian pelatih di group-group
Qasidah, sebagian pemain musik, dan penyanyi seperti dari SMAN 1 adalah beragama
Nasrani.
Ada yang sempat mempertanyakan keterlibatan
maupun keikutsertaan pelatih dan pemain dari bukan Muslim kepada BS.Yamuyaka,
dijelaskan bahwa letakkanlah landasan pijak berpikir adalah sebagai media pembinaan
dasar untuk mengembangkan bakat seni generasi muda Ambon. Intinya adalah wadah
belajar, ajang berekspresi dan berkreasi dibidang seni musik dan seni suara,
kebetulan saja bernuansa Islam. Tidak ada yang berbeda dengan belajar aliran musik
lainnya, karena penyanyi atau pemusik dapat menampilkan dan atau memainkan
aliran musik apapun, tanpa harus mengganti keyakinan agamanya, hal yang seharusnya
demikian. Sumbangsih dan partisipasi tentu patut diapresiasi dan diingat, bahwa
kemajuan yang dicapai dalam cara bernyanyi dan bermusik Qasidah di kota Ambon,
ada kontribusi perbaikan dari basudara Sarani(Saudara, beragama
Kristen).
BS Yamuyaka telah menerobos sekat dan
menjadikannya aula yang menghimpun dan menyatukan rasa dan membangun tekad
kebersamaan dalam cara pembinaan bakat generasi muda di kota Ambon. Panggung
disediakan secara berkala dan membebaskan dengan penataan cara dan aturan yang
mengarah kepada sasaran peningkatan dan pencapaian hasil maksimal.
Dalam penyelenggara festival ke–10 tahun 1995,
kepanitiaan ditunjuk dari salah satu organisasi seni dan budaya Cabang kota
Ambon, hanya saja sangat disayangkan kemudian. Sebab oleh sang ketua panitia yang
ternyata menggunakan keramaian festival untuk berkepentingan sepihak, yaitu
ajang publikasi sebuah partai politik. Syahwat politik praktis dikontaminasikan
dalam kegiatan festival termasuk untuk penentuan juara-juara. Festival
terciderai, keluar dari rel makna luhur maksud awal yang telah lama terjaga dan
terpelihara. Menjadi anti klimaks sekian waktu penyelenggaraan, maka sejak itu
festival diputuskan berhenti, hingga saat ini.
Makna luas dari maksud penyelenggaran Festival
Qasidah Walikota cup, bersifat multi guna dalam praktek cara pembinaan dan
pengembangannya. Ini adalah kerja
pengorbanan, tetapi dapat secara tulus dilakukan dengan tanpa ada indikator
kepentingan yang tidak berhubungan dengan semata pembinaan bakat dan prestasi
generasi muda, khususnya seni musik Qasidah di kota Ambon. Mesti juga demikian
menjadi contoh untuk bidang seni musik dan seni suara umumnya, dan untuk bidang
yang lain.
Menerima Piala
Bergilir Walikota Cup, oleh Kordinator Festival sekaligus Ketua BSYAMUYAKA dari Sekretaris Daerah Kota Ambon Bapak Jop. Tamtelahitu, di dampingi Promotor BS.YAMUYAKA Yusuf Arsyad(Abang Ucu) pada malam
final Festival ke-5/1989 di Gedung Islamic Centre Ambon (Foto Repro.Dok)
Sidang Raya Dewan Gereja Indonesia (SR.DGI)
X di kota Ambon tahun 1987, mengagendakan acara lomba lukis poster,
dilaksanakan dberlokasi di halaman depan gedung Gereja Bethel Mardika Ambon.
Peserta dibagi 3(tiga) orang per kelompok. BS.Yamuyaka dengan 6 (enam) orang
saja anggota tetapnya menjadi 2(dua) kelompok, yaitu Yamuyaka I dan Yamuyaka
II. Hasil akhir penilaian Juri lomba yang bertema “Yesus Kristus Kehidupan
dunia”- sama dengan tema SR DGI X, yang diumumkan sore harinya di dalam ruang
ibadah gereja Bethel. Yamuyaka I dengan
judul poster “Bersatulah Dalam TanganKu”
sebagai Juara I dan Yamuyaka II dengan judul poster “Ikutlah di jalanKu” sebagai juara II. Lomba yang menoreh prestasi
luar biasa, memberikan kesan indah. Betapa tidak, saat sebelum Pendeta memulai memimpin
do’a setelah pengumuman juara di sore
hari lomba, sempat beliau berkomentar ; “Beta
pung ana-ana Salam ternyata lebe mangarti katong pung tema Sidang Raya DGI daripada
ana-ana Sarani”.
Bahwa hanya peserta dari BS.Yamuyaka memang
yang Muslim dan bisa berhasil sebagai juara mengungguli puluhan kelompok lain.
Tetapi sebenarnya sederhana jawabannya, letaknya ada pada kemampuan memahami
makna tema lomba dan membedakan lukisan biasa dan lukisan poster. Selain karena sehari sebelum lomba, telah sempat keluar masuk beberapa Gereja dan
bertemu dengan para Pendeta untuk bertanya dan berdiskusi tentang makna luas dari
tema Sidang Raya yang juga menjadi tema lomba dimaksud. Hal itulah yang
membedakan dengan peserta lain, bukan hanya kemampuan tekhnik melukis.
Masih dalam event yang sama – SR DGI X,
oleh Walikota Ambon Albert Purwaela, BS.Yamuyaka, mendapat tugas “unik” yaitu membuat
sebuah anak kunci dari besi seukuran tangan orang dewasa. Anak kunci tersebut disepuh
atau dilapisi emas murni, dibuat untuk diserahkan kepada Presiden Soeharto –
beliau berhalangan hadir dan diwakili kalau tidak salah oleh Menteri Agama RI,
saat tiba di Bandara Pattimura. Anak kunci dimaksud secara simbolis digunakan
membuka Gerbang Maluku melalui Kota Ambon, sebagai penyelenggara acara Sidang
Raya DGI X. Kami menyanggupi menyelesaikannya lalu diserahkan langsung kepada
beliau di rumah kediaman Walikota di Batu Meja Ambon.
Saat ini, masyarakat sudah dapat
menyaksikan dan memanfaatkan jembatan penghubung Teluk Ambon antara Galala –
Poka/Rumahtiga, jembatan Merah Putih namanya. Impian yang mungkin sebelumnya
belum terbayangkan atau dipikirkan orang lain, tetapi ternyata sudah dilukis sebelumnya
dalam bentuk lukisan poster oleh pelukis BS Yamuyaka ; Nano Suyatna. “Ambon di masa depan”, merupakan tema lomba lukis poster HUT Kota
Ambon di tahun 1988. Lukisan tersebut memperoleh juara III dan dipamerkan si
sepanjang pagar pembatas lapangan Merdeka Ambon bersama lukisan poster yang
lain.
Suatu imajinsi brilian sang pelukis karena
dapat menjangkau masa depan yang ternyata kemudian terbukti jembatan
imajinernya sekarang telah terbangun. Lukisan dengan jembatan tersebut perspektifnya
terlihat dari teluk dalam dengan latar belakang kota Ambon. Hanya saja dalam
lukisan tersebut suasana jembatan terlihat sepi, terdapat bentangan ikatan pita
dari samping ke samping tangan jembatan. Ketika oleh juri lomba dipertanyakan,
kenapa tidak ada terlihat - dalam lukisan, kendaraan atau manusia yang lalu
lalang. “Sebabnya jembatan belum
diresmikan, belum pengguntingan pita”, jawab sang pelukis. Jawaban politis,
karena yang bersangkutan sebenarnya berbohong hanya untuk menutup kelemahannya yang
memang tidak bisa melukis manusia secara natural.
Di tahun 1988 Nano Suyatna - anggota
BS.YAMUYAKA, secara imajiner dalam lomba lukis poster HUT Kota Ambon, jembatan
"Merah"Putih" ini telah di lukisnya. (Foto Dok.Pribadi)
Lomba lukis poster HUT Kota Ambon secara
berturut-turut dari tahun 1987, 1988 dan 1989 BS Yamuyaka selalu menempati
Juara pertama dan kedua. Sesuatu yang kemudian kami hentikan keikut-sertaan di tahun-tahun
berikutnya untuk memberikan kesempatan kepada yang lain bisa juga menjadi
Juara.
Bersama Cecen IR dan saya, kami ditunjuk
mengikuti Karyawisata Pameran Produksi Indonesia (PPI) 1985 di Jakarta, dengan
status mewakili Maluku sebagai Pemuda
Berprestasi Mandiri. Selain itu saya sendiri terpilih sebagai peserta pria dan
berpasangan dengan peserta wanita yang berasal dari Sekolah Tinggi Theologia(STT)
GPM Ambon, kami berdua mewakili Maluku pada ajang Lomba Baca Puisi Tingkat
Nasional yang laksanakan di arena PPI. Kami berdua tidak mendapat juara, tetapi
saya sendiri masih berhasil lolos masuk ke babak final.
Ide-ide kreatif selalu diciptakan oleh BS
Yamuyaka saat itu. Kepada pemerintah kota Ambon, sumbangsih ide, pemikiran
untuk memperindah kota Ambon diusulkan. Seperti usulan untuk membangun Pusat
Kerajinan Rakyat Maluku di atas lahan Taman Victoria, guna menjual souvenir
khas Maluku dan menjadi Taman Reakreasi masyarakat kota Ambon. Usul itu
disampaikan di jaman Walikota Ambon Johanis Sudiono. Demikian juga dengan
penempatan pot-pot kembang di trotoar jalanan dalam kota Ambon, ide original
karya ciptanya berasal dari BS,Yamuyaka, yang diperuntukan untuk digunakan oleh
Forum Komunikasi Karang Taruna(FKKT) Kota Ambon.
Karya cipta partisipasi yang lain, seperti
kendaraan hias pawai pembangunan peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
milik (dulu)Departemen Kesehatan Provinsi Maluku, 2(dua) kali berturut-turut
menyabet juara I. Demikian juga mampu membuat maket atau miniatur Stasiun
Penampungan BBM Indonesia Timur – Waiyame Ambon.
Oleh pemerintah kota Ambon, BS Yamuyaka pada
di tahun 1987, juga diminta merancang monument tanda persahabatan antara kota Ambon
(Indonesia) dan Darwin (Australia). Maka terciptalah aikon atau perlambang
dengan model berupa patung Lumba-lumba(Aikon
kota Ambon) menyatu bersama Kanguru(Aikon
kota Darwin)”. Sebanyak 6(enam) buah rancangan gambar dihasilkan. Semua
rancangan gambar diserahkan kepada pemerintah kota melalui Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda). Entah mengapa, monumen yang rencananya saat itu hendak
dibangun di pertigaan (sekarang ; lampu lima) Hatiwe Kecil, tidak pernah
berdiri hingga saat ini.
Prasasti Dan Konversi Pengabdian Seni
Bengkel Seni Yamuyaka, merupakan wadah
berhimpun generasi kreatif yang melakukan sesuatu hanya berdasar inovasi untuk
pengabdian membina bakat dan kreatifitas bagi orang lain, tanpa menonjolkan
siapa-siapa dibaliknya. Hanya menampilkan apa yang diperbuat dan
dipersembahkan, tanpa harus mengenalkan kreatornya.
Kemampuan seni yang dimiliki, lebih pada
ketekunan belajar secara otodidak, sehingga usaha luar biasa dilakukan oleh
personil BS Yamuyaka dengan mencari dan menghimpun pengetahuan melalui
buku-buku seni, berita dan tulisan tentang beragam bidang seni pada koran dan
majalah. Menghimpun katalog pameran-pameran lukisan pelukis nasional dan
intrnasional, berkorespondensi dengan berbagai seniman besar Indonesia, antara
lain A.D.Pirous, para pelukis alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta
(untuk pelukis), W.S. Rendra, Putu Arya Tirtawirya, Diah Hadaning, Sutarji C.
Bahri(untuk sastera). Berlangganan Majalah Sastera Horizon.
Belajar kepada senimana lokal pun
dilakukan, seperti pelukis yang juga sastrawan Ibrahim Indah, pelukis dan
pembina pelukis muda Maluku pada Musium Siwalima Ambon ; Lambert Yoseph. Sejarah
dan perkembangan kesusasteraan di Maluku seperti karya puisi dan sejarah dari 2(dua)
pujangga Maluku, Dominggus W. Syaranamual dan Luck Wairata, juga dipelajari dan
dikaji, ditulis dalam Buletin Sastera Tanase.
Bidang seni lukis adalah salah satu dari
bidang seni lainnya yang ditekuni dan dikembangkan BS Yamuyaka. Selain itu bidang
kesusasteraan, rutin penciptaan puisi maupun cerpen, sebagian pernah dimuat
dimedia nasional seperti koran Kompas minggu, koran Shimponi, majalah Sahabat
Pena untuk karya cipta puisi, dan majalah remaja Anita dan majalah Kumpulan
Cerpen, untuk cerita pendek(Cerpen).
BS Yamuyaka secara rutin antara satu hingga
dua bulan sekali penerbitkan Buletin
Sastera Tanase, sebagai media komunikasi dan publikasi karya sastera antara
sesama anggota se-Indonesia atau Nusantara, yang tergabung dalam jaringan
lembaga Himpunan Penulis Pengarang dan Penyair Nusantara (HP3N). Buletin
sederhana yang dibuat dengan mesin ketik manual dan diperbanyak dengan cara difoto-copy.
Arsip terbitan Buletin Sastera Tanase
masih dapat ditemui hingga saat ini di Pusat Dokumentasi Sastera H.B Yasin
Taman Ismail Marzuki, Cikini – Jakarta.
Semua itu dilakukan secara terencana agar
bisa mengetahui dan memahami perkembangan seni secara nasional maupun daerah
Maluku sendiri.
Pengabdian terhadap pengembangan seni,
secara lebih lanjut kemudian dikonversikan menjadi keahlian untuk menjalani dan
mengembangkan usaha ekonomi produktif. Keahlian dan ketrampilan yang secara
kreatifitas dan bahkan bernilai ekonomi, sebelumnya sebagai putra-putra Maluku masih
jarang atau enggan menekuni bidang yang berhubungan dengan profesi ”belepotan cat” atau “berkotor-kotor ria”, padahal nyatanya
menjadi rejeki bagi orang lain yang datang dari luar Provinsi Maluku.
Proses pengerjaan Billboard Reklame Minuman oleh anggota BS.YAMUYAKA tahun 1991 di Amahusu
(Dari kiri; Mansyur Ulu, Nano, Mahdi) (Foto Repro/Dok.)
Billboard Reklame Minuman hasil (8x4meter) karya anggota BS. YAMUYAKA di tahun 1991, siap pasang (foto Repro. Dok)
Konversi dari penguasaan seni lukis atau
menggambar, pengembangannya dengan melalui penguasaan tekhnik pembuatan reklame
billboard, tekhnik cetak sablon, spanduk dan seni kerajinan lainnya. Semua
usaha peningkatan pengetahuan, kemampuan maupun keahlian dilakukan secara
sungguh-sungguh sehingga mampu mengadopsi dan menguasainya. Selanjutnya
ditekuni sebagai usaha untuk mendapatkan penghasilan guna kebutuhan ekonomi
masing-masing anggota. selanjutnya diajarkan kepada anggota binaan.
Demikian catatan aktifitas, peristiwa, yang
pernah dilakukan dan ditekuni. Disampaikan ke publik untuk diingat kembali
sebagai sesuatu yang bernilai motivasi dan inspirasi, khususnya bagi generasi
muda dan masyarakat kota Ambon di masa kini.
Detailnya mungkin tidak tersampaikan secara
lengkap karena ditulis secara tulisan lepas, sehingga bisa saja ada yang
terlewati, atau bahkan terlupakan. Sejatinya inilah sepenggal ceritera apa
adanya oleh yang mampu pernah diperbuat, setidaknya agar tak lekang oleh waktu
dan tidak sampai terhapus dari kenangan masa.
Bengkel Seni Yamuyaka, menjadi bagian dari
catatan sejarah perkembangan seni dan kontribusinya dapat dijadikan sebagai
motivasi mengembangkan aktifitas seni yang lebih baik lagi. Biarlah yang tinggal hanya sejarahnya, paling tidak ada sebentuk monumen dalam catatan singkat kreatifitas,
inovasi, karya, prestasi, dan partisipasi bagi dunia kesenian.
Catatan ini sebentuk sumbangan motivasi
terhadap cara mengasah kemampuan generasi muda, dalam menerjemahkan masanya agar
lebih bermakna dan bernilai lebih baik lagi. Dan kisah tentang Bengkel Seni
Yang Muda Yang Berkarya mungkin telah berakhir, atau akan berlanjut dengan
kisah baru bersama wajah yang lain.
Di haribaan kenangan, biarlah Bengkel Seni
Yang Muda Yang Berkarya bersemayam dengan cerita manis dari karya indah prasasti
sejarah seni dari suatu kurun waktu, terhadap pembinaan dan pengembangan bakat seni
generasi muda yang pernah ada di kota Ambon - manise.
Ditulis di ; Kota Depok, 03 April 2016
M. Thaha
Pattiiha )*
------------------------------------------------------------------
)* Mantan Ketua Bengkel Seni
YAMUYAKA
Catatan :
-
Tulisan
ini semata mengandalkan daya ingat.
Sebab sumber dokumentasi data,
catatan, dan foto,
telah
lenyap pada peristiwa Tragedi Maluku 1999.