Alifuru Supamaraina: MALUKU YANG KAYA ORANG MALUKU YANG MISKIN

Tuesday, May 31, 2016

MALUKU YANG KAYA ORANG MALUKU YANG MISKIN

Oleh ; M. Thaha Pattiiha

                  Dalam suatu masyarakat modern, sumber daya adalah modal utama memajukan kehidupan dan memastikan memperoleh kesejahteraan hidupnya. Sumber daya manusia yang unggul dengan dilengkapi ketersediaan sumber daya alam yang kekayaan dan beragam, mestinya tidak akan terjadi kesulitan hidup masyarakatnya, bilamana dapat dimanfaatkan secara baik dan benar.

Maluku memiliki “segalanya”. Ya, sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM), bahkan boleh dibilang melimpah. Akan tetapi apa yang salah dari kekayaan ini sehingga kesejahteraan hidup masyarakat Maluku sebagian masih tergolong miskin. Yang menarik, perbandingan antara ketersediaan SDA yang melimpah melebihi populasi penduduk yang tidak seberapa jumlahnya. Sangat berbeda jauh dari ukuran kesesuaian ketersediaan sumber daya untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat penduduk Maluku dapat hidup sejahtera, hingga mencapai tingkat hidup makmur.


Kekayaan Sumber Daya Alam Maluku

Provinsi Maluku memiliki luas wilayah 712.479,65 Km2, terdiri dari luas daratan 54.185 Km2 (7,6%) atau seluas 5.418.500 Ha, diantaranya terdapat 4.663.346 Ha adalah luas hutan yang berada pada 32 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 8.287 Km. Luas lautan 658.294.69 Km2 (92, 4%) -  Data ; Profil Investasi Provinsi Maluku, Desember 2005. Saat ini kawasan hutan seluas 3.919.617 Ha. Dari 3,9 juta Ha hutan yang ada, terdapat 1.056.794 Ha (26,97%) untuk hutan lindung dan hutan konservasi, selebihnya untuk hutan produksi 16,42%, hutan produksi terbatas 22,81% dan 33.80 % untuk hutan yang dapat dikonversi, ( Keterangan ; Azam Bandjar, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku/Tribun-Maluku.com/30 April 2015). Terdapat perbedaan penurunan luas hutan dari 2(dua)sumber data tersebut di atas. setidaknya terdapat 743,729 Ha hutan yang telah hilang selama 10 tahun belakangan ini, sayangnya tidak ada penjelasan kenapa seperti itu. Setidaknya masih tersedia luas hutan (produksi, produksi terbatas, dan yang dapat dikonversi) seluas 2.862.823 Ha atau 73,03 %, yang dapat dimanfaatkan secara baik dan maksimal menurut peruntukan dengan sistem tata kelola sejak awal hingga akhir yang benar, baik dan modern, serta ketersediaan akses modal yang murah dan mudah oleh pemerintah daerah. Sehingga usaha berbasis lahan pertanian dan perkebunan atau peternakan, akan menjadi satu bagian lain dari upaya dan cara mengatasi permasalahan kemiskinan Maluku. Hanya saja, jangan lagi menerima kehadiran transmigran dari luar daerah Maluku, sebab sama sekali tidak berdampak positif bagi masyarakat asli, malah menimbulkan kecemburuan dan mengurangi peluang bersifat kepentingan lokal kedaerahan. (lihat; transmigrasi-di-maluku).

Sumber daya alam (SDA) Maluku, menunjukan potensi kekayaan luar biasa yang tentu mampu memberikan penghidupan yang lebih layak, berupa kesejahteraan dan kemakmuran bagi penduduknya. Pola hidup tradisonal bertani dan nelayan yang masih lekat dengan budaya penduduk Maluku hingga kini, tersedia lahan dan lautan untuk berusaha untuk memenuhi kebutuhan demi kesejahteraan hidup.

Potensi sumber daya alam pertambangan emas, semen, batu bara, batu gamping, dan batuan mineral lainnya, minyak dan dan yang paling luar biasa yaitu gas bumi, tersedia di perut bumi kepulauan Maluku. Begitu kayanya bumi Maluku dan betapa semua itu mampu berkontribusi kepada kualitas kehidupan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Minyak Bumi di Bula – Seram bagian timur, potensi raksasa gas alam Masela – Maluku bagian tenggara barat daya, emas di Wetar, pulau Buru dan Seram, Nikel di Seram bagian barat, Semen di Seram bagian selatan, dan lain lagi masih banyak tempat potensi kekayaan pertambangan.

Hal yang sama juga untuk usaha masyarakat berbasis laut dengan ketersediaan luas perairan laut 658.294.69 Km2 atau 92,4% dari luas daratan, potensinya begitu menjanjikan bagi pemenuhan kesejahteraan masyarakat Maluku melalui pengembangan usaha perikanan tangkap dan usaha budidaya laut. Sektor kelautan mestinya menjadi andalan utama sebagai wilayah kepulauan. Perhatian dan pandangan sudah harus diarahkan sungguh-sungguh ke laut mulai sekarang, karena di darat telah memakan korban salah urus dan akibat perkembangan zaman, kepada usaha komoditi perkebunan kebanggaan Orang Maluku yaitu cengkeh dan pala, sehingga kebun-kebunnya kini terbengkalai dan merana ( lihat; komuditas-unggulan-maluku-yang-merana ). Hebatnya, bila TNI-Angkatan Laut memiliki semboyan; Jales veva jaya mahe – di laut kita jaya, harusnya bagi Orang Maluku ; di laut katong makmur. Masa depan yang lebih menjanjikan terbentang luas, ada pada laut ( lihat ; potensi-perikanan-maluku).


Kemiskinan Maluku

Tingkat kesejahteraan masyarakat Maluku ternyata menurut data statistik tahun 2014, sebagian tergolong berada pada level hidup miskin. Masih miskinnya sebagian orang di Maluku terbaca seperti sesuatu yang aneh tapi nyata, menyaksikan ketersediaan sumber daya alam yang kaya, maka sangat tidak dimungkinkan masyarakatnya mengalami penghidupan dalam derita, apalagi sampai jatuh miskin. Kemiskinan yang terjadi adalah  akibat kealpaan dan salah urus para pihak yang mungkin saja masih bermental asal jadi, asal ada, selebihnya cari dan urus diri sendiri. Sepertinya pemerintah senang menghibur diri dengan kecenderungan menggunakan indikator kemiskinan yang bersifat absolut, asyik dengan angka prosentase yang katanya terus menurun. Seperti itu, maka menurut Ivanovich Agusta, Sosiolog Pedesaan dari IPB /Kompas, 30 Oktober 2012, kemiskinan yang terjadi adalah kemiskinan struktural. Terjadi sebagai impak dari keburukan tata cara bernegara. Bisa dipastikan tidak ada Orang Maluku yang senang ketimpahan hidup miskin. Nah lho, bukan absolut khan bro !

Memakanai pendapat Ivanovich Agusta, dengan menggunakan indeks gini dalam asumsi penyusunan RAPBD di Maluku, baik Provinsi maupun Kota/Kabupaten, mungkin akan lebih parah karena akan diketahui bahwa hanya sedikit orang Maluku yang menikmati porsi pembangunan atau kekayaan dengan prosentas nilai lebih besar. Sesuatu yang akan menampik kebaikan dan keuntungan hidup dalam satu wilayah – daerah, dengan anugerah Tuhan atas kelimpahan sumber daya alamnya, tetapi tidak terdistribusi secara adil dan merata.

Sepuluh tahun lalu, data dari Badan Pemberdayaan Masyarakat Maluku diketahui terdapat 280.824 keluarga hidup di bawah garis kemiskinan, 48,12 % dari jumlah keluarga rumah tangga Maluku. Angka ini berbeda dengan olahan Litbang Kompas dari data BPS tahun 2004 terhadap jumlah penduduk dengan pendapatan per kapita per bulan rata-rata 136.159,6 rupiah, maka jumlah penduduk miskin ada 397,6 orang atau 31,36%, (Kompas, 17 Maret 2005).  Hal ini mungkin dianggap data lama, tetapi sengaja diangkat yang sudah barang tentu bisa saja telah berubah situasi data-nya saat ini. Silahkan diperdebatkan seperti apa perubahannya saat sekarang, apa sudah lebih baik atau masih seperti yang dulu, artinya sama saja.

Di banyak kesempatan saya selalu memperkenalkan Maluku dengan segenap potensinya, sambil berseloroh ; “di Maluku tidak ada orang lapar”. Sesuatu yang  bukan tida ada kebenarannya, sebab yang ada di masyarakat Maluku yaitu orang tidak memiliki uang. Memiliki barang tetapi tidak terjual, seperti itu yang masih terjadi di banyak wilayah dengan akses pasar(pembeli) tergolong minim. Akibatnya daya beli masyarakat yang rendah atau ketidak mampuan bertransaksi dengan uang, sebagai akibat kurangnya pendapatan oleh penjualan dari hasil produksi dan hasil usaha, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan maupun lain komuditas dan produk lain bernilai ekonomis ( baca ; komuditas-unggulan-maluku-yang-merana ).

Contoh menarik yang mengakibatkan penderitaan yang terjadi di Maluku, kondisi ini dimaknai sebagai “kemiskinan”. Berbeda mungkin dengan di daerah lain, orang Maluku miskin tapi masih bisa makan. Memang itu yang terjadi karena sumber makanan masih mudah diperoleh, ke darat atau ke laut potensi SDA tersedia dengan mudah diperoleh. Bila tak punya sesuatu apa-apa bukan uang, anda masih bisa memintanya ke tetangga atau siapapun, orang Maluku masih sangat berbaik hati untuk berbagi bila hanya sekadar untuk makan atau minum, yang sulit adalah sumber makanan ada tetapi tidak berarti untuk membuat menjadi uang.

Kemiskinan yang menimpah masyarakat Maluku, adalah kemiskinan yang disebabkan unsur kesengajaan secara sadar dan menunjukan ketidakpedulian pemerintah. Bukan sekadar tidak punya uang, tetapi lebih diperparah oleh kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan yang  mudah dan terjangkau, pendidikan yang memungkinkan menjangkau jenjang lebih tinggi, ketersedian kemudahan akses terhadap permodalan usaha dan sarana penunjang.

Belum mudah dan murah, akses transportasi darat dan apalagi laut antar wilayah pulau, tarif angkutan masih “liar” tanpa control berarti dari pihak pemerintah daerah untuk memastikan tariff biaya angkutan dan jenis-jenis angkutan resmi. Kendaraan angkutan darat, secara pribadi-pribadi mash terlihat bebas beroperasi dan bebas menentukan biaya tarif, sementara angkutan darat umum masih berkonsentrasi di perkotaan. 

Seram sebagai pulau terbesar di Maluku, jalan lingkar pulaunya pun masih seperti pengidap penyakit  asma akut. Di wilayah selatan bagian tengah pulau hingga ke ujung timur pulau Seram, harus banyak sabar menunggu oleh cara pembangunan jalan dan jembatan yang bertahap, semau gue, beta pung suka-suka, atau mungkin karena tidakmampuan kepemimpinan dalam memaksimalkan ketersediaan anggaran pembangunannya. Terdapat jembatan terpanjang mungkin di Maluku yang terdapat di kali Kawa-Nua, hamper sepuluh tahun dibangun hingga tahun 2016 ini, belum juga tersambung. Apalagi alasannya, kecuali ketidak mampuan pemerintah (daerah) memenuhi anggarannya secara pasti dalam jumlah yang dibutuhkan sehingga cepat terselesaikan. Itupun bila merasa peduli dan mau ikhlas serta jujur meilaht kesulitan dan penderitaan masyarakat oleh belum terselesaikannya jembatan tersebut.

Infrastruktur jalan, jembatan, sarana kesehatan dan pendidikan, transportasi darat dan laut, ketersediaan dan kemudahan akses permodalan usaha, terbina, terlatih, dan terbimbing oleh para ahli dibidangnya, adalah modal proses mempercepat mobilitas masyarakat yang sangat dibutuhkan untuk dengan mudah dan cepat meningkatkan kehidupannya menjadi lebih baik.


Keadilan bagi-bagi Kue Pembangunan

Maluku pada kenyataannya hanya menerima pembagian anggaran dari APBN(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) hanya didasarkan pada luas wilayah daratan yang hanya 7,4% (lautan 92,6%) dan berdasarkan jumlah penduduk sejumlah 1,8 juta jiwa. Jelas aturan dasar seperti ini merugikan bagi Maluku dalam kapasitas memiliki kekayaan sumberdaya alam yang luar biasa, dan yang untuk wilayah Indonesia lain yang padat penduduknya. Sudah barang tentu dengan minimnya anggaran tidak mampu memenuhi kebutuhan maksimal rencana belanja pembangunan guna mempercepat laju mensejahterakan masyarakat Maluku.

Masyarakat Maluku tidak terbiasa “meminta-minta atau mengemis” haknya, tetapi itu menjadi kewajiban Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku, berkewajiban dan tugasnya untuk memperjuangkan secara sungguh-sungguh, tulus dan ikhlas kepada pemerintah pusat yang telah selama ini memindahkan hasil kekayaan alam bumi Maluku ke Pemerintah Pusat(Pempus), agar dikembalikan secara proporsional dan adil antara hasil tergarap dan hak kepemilikan kekayaan oleh masyarakat Maluku.  

Kebijakan regulasi oleh Pemerintah Pusat adalah hal lain yang juga ikut berkontribusi memiskinkan masyarakat Maluku, betapa tidak pada kebijakan membagi hasil “pengerukan” sumber daya alam laut Maluku, ternyata pengembaliannya jauh di bawah harapan. Selain pendapatan yang harusnya langsung diperoleh oleh Provinsi Maluku dari aktifitas pengerukan dimaksud, telah dipangkas melalui perubahan regulasi, sementara Pemerintah Daerah Provinsi Maluku hanya berdiam diri tidak ada reaksi cerdas menyikapinya.

Bila saja ketulusan dan keikhlasan lebih ditonjolkan, bersamaan dengan kemampuan kepemimpinan Pemerintah Daerah dalam upaya meningkatkan taraf hidup hingga pada level sejahtera bagi masyarakat Maluku benar-benar dilakukan secara maksimal, tentu akan termotivasi untuk giat meperjuangkan hak-hak terhadap “keadilan bagi-bagi” porsi pembangunan yang rasional. Sekalian menuntut hak kekayaan yang dialihkan secara sengaja atas nama negara dari bumi Maluku, bukannya hanya asal tadah tangan, menerima saja apa adanya karena “rasa kasihan” dan “asal suap” dari Pemerintah Pusat.

Maluku sangat kaya sumber daya alamnya, tetapi ternyata masih saja miskin kehidupan masyarakatnya.

Bersama bernegara dengan maksud saling sama-sama membangun demi mensejahterakan masyarakatnya secara adil dan merata, sehingga terasa ada manfaatnya. Sebaliknya bila yang menikmati keuntungan bernegara hanya sepihak, maka pilihan-pilihan pemikiran  yang lainpun tersedia dan dengan manis dan indah bakal berkembang cepat kearah sebaliknya.

“Bersama tetapi sebagian menderita, sama artinya dengan mengajak lebih baik berpisah untuk tidak terus saling bertengkar dan itu demi kebaikan bersama agar tidak ada yang terluka”.

Depok, 31 May 2016

2 comments:

  1. dangke Bapak..katong samua manggurebe maju for maluku jadi lebe bae

    ReplyDelete
  2. Harus tetap optimis dan terus berusaha tuang e

    ReplyDelete