Oleh ; M. Thaha Pattiiha)*
Kota Ambon (Photo by #embun01 08/11/05)
Mendengarkan cerita
dari seorang teman pendaki gunung di Jakarta, tentang betapa mahalnya ongkos untuk dapat
mendaki ke puncak Gunung Binaiya di Pulau Seram, sebagai salah satu gunung yang masuk nominasi daftar gunung yang menarik bagi pendaki gunung di Indonesia karena keindahan dan tantangannya. Ada kewajiban “aneh” biaya yang
mengada-ada dan sangat berlebihan diberlakukan kepada para pendaki oleh warga
kampung yang berdiam di jalur pendakian utara kaki gunung Binaiya. Mau hendak ke
pantai Ora di pulau Seram bagian utara, harus elus dompet, kalau terasa tebal bolehlah ke sana( news.liputan6.com ). Bermaksud ke Banda Neira ? Sayangnya bakal membuang banyak biaya
dan waktu. Jangan tanya berapa dan bagaimana anda bisa sampai ke bagian
tenggara kepulauan Maluku, padahal Maluku bukan hanya kota Ambon.
Biaya transportasi dan
jarak jangkau dari Bandar udara Pattimura atau Pelabuhan laut Ambon sebagai
sentral akses pintu masuk dan transit satu-satunya di Maluku untuk menuju
objek-objek wisata di seluruh kepulauan Maluku, begitu dianggap sangat mahal,
butuh waktu yang banyak, belum lagi kesulitan mendapatkan sarana transportasi. Untuk
ke dan dari Ambon saja, ongkos penerbangan dan pilihan maskapai penerbangan
terasa masih mahal dan seperti dibatasi perluasan perusahaan penerbangannya.
Seperti dipaksa untuk tidak dapat memilih dan menawar. Belum lagi nanti dari kota
Ambon ke abjek wisata dan sebaliknya, via udara ? Masih langka dan boleh jadi
juga mahal, transportasi darat atau laut ? Pandai-pandailah menawar.
Bagaimana bisa potensi
kekayaan alam sebagai objek wisata guna menikmati keindahan dan juga untuk
kebutuhan lainnya dapat didatangi, bilamana tidak ada kemudahan-kemudahan
termasuk biaya yang mudah terjangkau. Jangankan buat orang dari luar daerah,
buat orang Maluku sendiri masih terasa begitu mahal dan sulit. Sejauh pengamatan,
biaya transportasi kendaraan darat dan antar pulau masih bertarif “bebas”,
semau empunya kendaraan, tidak ada terlihat tarif resmi dan kontrol aktif pihak
aparat berwenang dari pemerintahan daerah di Maluku.
Pantai Ora, salah satu objek wisata di pulau Seram bagian utara, Maluku (Foto Istimewa)
Potensi wisata alam pantai,
laut, karang dan biota laut,
burung-burung indah dan hewan liar lainnya, gua, air terjun, lembah dan gunung,
danau dan telaga, hutan mangrove, hutan alami dan masih perawan,
benteng-benteng peninggalan zaman kolonial, obyek wisata alam, sejarah, budaya
– adat, dan ilmu pengetahuan, menyebar
se anteru bumi kepulauan Maluku. Sangat eksotis. Hanya menjadi bayang-bayang dan
impian banyak orang, karena minimnya fasilitas, sarana, plus kemudahan-kemudahan.
Setiap tahun ada kegiatan
Ambon-Darwin Yacht Race, saking rutinnya menjadi tidak lagi menarik bagi
publik, bahkan untuk masyarakat kota Ambon sendiri pun mungkin tidak bosan tetapi
seperti acuh tak acuh dengan kegiatan dimaksud. Paling merasa beda karena ada
“bule” lalu-lalang di kotanya. Pemerintah Kota Ambon seperti kehilangan
kreatifitas dan inovasi mengelolah even tersebut, dengan tidak adanya hal baru
yang dapat di”jual” kepada khalayak. Pembiayaan oleh APBD, terasa memang memberatkan.
Hanya saja bila disitu ganjalannya, pembiayaan bisa dengan mengajak pihak
swasta sebagai sponsor, dengan inovasi dan kreatifitas sebagai daya tarik agar ada nilai plus untuk kemeriahannya.
Misalnya menambahkan lomba Manggurebe Arumbai dengan Arumbai yang representatif dan indah hiasannya, dimana pesertanya adalah perwakilan resmi dari
negeri-negeri atau kota-kabupaten di Maluku. bahkan dilaksanakan dengan kemasan
penyelenggaraan secara professional, berhadiah menarik sebagai event tahunan yang
rutin, maka peserta dari luar Maluku pun akan ikut.
Teluk Ambon, memiliki
pesona dan lokasi sangat baik untuk dikembangkan olah raga laut, seperti dayung,
salah satunya Manggurebe Arumbai, juga renang dan selam. Triatlon Teluk Ambon ; lomba
renang-lari-bersepeda, sangat mungkin diadakan serta kegiatan menarik lainnya,
apalagi karena disatukan dalam rangka perayaan rutin Hari Ulang Tahun Kota Ambon. Bila
kemasannya bagus, menarik, professional, rutin dan ramai oleh peserta, penonton
atau pengunjung, akan sangat menarik bagi pihak swasta untuk berpartisipasi
sebagai sponsor karena menarik sebagai media promosi produknya. Kendala pembiayaan
dapat tertanggulangi oleh sponsor, dan menambah agenda wisata para wisatawan.
Dalam beberapa kesempatan
penyelenggaraan acara khususnya di kota
Ambon yang bahkan bersifat nasional, sering terkesan ada ruang yang tak terisi
penuh sebagai bagian dari maksud akan adanya dampak secara positif dalam multi
manfaat dari penyelenggaraan suatu acara atau kegiatan besar.
Pernah ada penyelenggaraan
MTQ Tingkat Nasional, Pesparawi Tingkat Nasional dan sebelumnya dulu ada
hajatan Sail Banda. Sail Banda saat itu pun terasa aneh dan sepi, acara memakai
nama Banda tetapi kota Ambon menjadi pusat kegiatan, sayangnya faktor cuaca
saat itu ikut serta pula meramaikannya dengan mendung dan gerimis, sehingga
masyarakat pun tidak antusias dan tidak terlihat keramaian berarti di kota
Ambon. Sama dengan dua hajatan tingkat nasional bidang keagamaan dimaksud,
dalam prestasi penyediaan sarana dan prasarana, pelayanan serta penyelenggaraan
seremonial maupun jadwal rutin kegiatannya, boleh dibilang sudah baik dan
berkesan bagi pesertanya. Bagi masyarakat setempat, kemeriahan hanya ada pada
lokasi penyelenggaraan tetapi berharap banyak mendapatkan manfaat secara ekonomi, sosial dan
politik, serta publisitas bagi daerah masih begitu belum berarti apa-apa. Selesai
acara, pupus pula ingatan tentang Ambon, Maluku dan orang-orangnya. Perekonomian masyarakat biasa-biasa saja, mereka yang kembali datang mengunjungi Maluku kemudian hari sepi-sepi saja. Hal seperti ini tidak
sulit memantau dan mengetahui kondisi yang terbentuk dari setiap suatu aktifitas, pintu gerbang Maluku hanya ada Bandara Pattimura dan pelabuhan laut Jos Sudarso Ambon. Demikian bisa melalui jalur media modern komunikasi sosial dunia maya atau internet, sangat mudah
memantau perkembangannya.
Pelabuhan Jos Sudarso Ambon (Photo by #embun01 09/11/05)
Masalah terasa rumit
mungkin karena hanya kota Ambon yang selalu sering menjadi pusat akifitas untuk
Maluku, sehingga wilayah lain menjadi seperti terabaikan dalam banyak hal.
Infrastruktur, sarana dan prasarana yang
terbangun hanya masih berpusat seputar kota Ambon. Akses pintu masuk dan
keluar Maluku hanya bisa melalui kota Ambon yang hanya sebuah pulau kecil dan
terpisah dari wilayah lain yang lebih luas di daerah provinsi Maluku. Setelah
di kota Ambon, ketika harus kemana lagi di Maluku, maka masalah transportasi
dan jarak jangkau menjadi persoalan rumit karena butuh banyak hal lebih untuk
itu. Ketersediaan transportasi yang mudah, cepat, ramah dengan biaya serta
waktu untuk jarak tempuh, merupakan kendala menebar langkah lebih jauh menapaki
guna menikmati kekayaan alam dan keindahan Maluku. Maluku bukan hanya kota dan
teluk Ambon, tidak hanya tarian cakalele dan tari lenso, lebih dari itu masih
tersedia kekayaan budaya, sejarah dan bermacam potensi wisata yang pantas
diandalkan dan di-jual.
Rentang jangkauan wilayah
Maluku yang berbasis pulau-pulau, sudah waktunya bandar udara bertaraf
internasional tidak hanya Pattimura di Ambon, sudah waktunya dikembangkan lagi bandar
udara lokal setidaknya satu di wilayah bagian tenggara Maluku serta satu lagi di
pulau Seram. Maskapai penerbangan akan menyesuaikan dan mengikuti kemana jalur
terbangnya, pada tujuan ada tidaknya kesesuaian fasilitas bandar udara dengan dengan
armadanya hingga dengan kapasitas sarana pesawat yang lebih besar. Apalagi ada geliat
konsentrasi pembangunan dan pengembangan ekonomi serta pariwisata yang menarik dan menawan oleh
pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah setempat.
Keleluasaan bagi beragam
usaha perusahaan penerbangan menerbangi jalur udara menuju dan dari Maluku pun
disematkan suasana bahwa tidak ada semacam “kartel” yang menghambat, agar ada
pilihan jenis alat transportasi udara dan kemudahan karena kebaikan lainnya.
Bandar Udara Internasional Pattimura, Ambon (Photo by #embun01 22/11/05)
Penghubung antar pulau
melalui laut, jadi pilihan lain yang harus diperbaiki segala sesuatunya dan
dimaksimalkan kemudahannya, agar laut menjadi “hanya” jembatan antara yang
tidak menjauhkan karena harus menempuh jarak melewati lautan.
Menjawab dan menjelaskan
alur perjalanan wisata di bumi Maluku kepada wisatawan dari luar daerah, kadang
harus me-manis-kan wajah dan menapis kata-kata indah, sambil menahan rasa dongkol
dan ketakutan akan mengecewakan peminat
yang hendak ke Maluku. Belum lagi masalah issu keamanan dan kenyamanan yang
mesti ditambahkan dalam penjelasan kepada wisatawan dan juga peminat usaha,
Maluku sudah aman atau bagaimana, pertanyaan yang membuat kita terlanjur
membuang waktu dan peluang.
Sebagus apapun keindahan
dan daya tarik suatu objek wisata, bila cara pengelolaannya tidak beraturan dan
asal urus, jangan berharap dapat menghadirkan keramaian wisatawan dalam
berkunjung. Olah secara profesional dan rasional, itu kuncinya, sehingga sektor
pariwisata Maluku dapat lebih menarik, berkembang dan maju, bersaing dengan
daerah lain yang mampu menghadirkan wisatawan lokal daerah Maluku, dalam negeri Indonesia dan manca negara sebanyak mungkin ke objek-objek wisata di Maluku.
Kemajuan pariwisata
berbanding lurus dengan geliat manfaat ekonomi masyarakat dan pemerintah daerah,
namun demikian kontrol sosial terhadap dampak tidak diinginkan dari dunia
pariwisata terkemas melekat dalam gerak maju membangun pariwisata, agar
keinginan baik membuka diri tidak berujung kecewa oleh akibat buruknya.
Depok 16 Februari 2016
----------------------------------
)* Orang
Maluku, domisili di Kota Depok.