Kelahiran
seorang manusia siapapun dan hingga kapanpun ke dunia, slain karena ditakdirkan
oleh Tuhan untuk terlahir, pada dasarnya tidak dapat ditentukan sendiri oleh
yang terlahirkan. Seseorang yang terlahir tidak dapat memilih dan menentukan,
dari siapa, di mana, manusia yang bersangkutan akan terlahirkan. Adanya ketika
sudah terlahirkan, demikianlah keberadaan dan keadaan itulah yang ditemui,
dihadapi dan akan dijalani dalam perjalan kehidupannya di dunia, yang secara
nyata ditemui serta dialami.
Kita sebagai
manusia, sebagaimana makhluk dunia lainnya, terlahir karena telah ditakdirkan –
menurut keyakinan keagamaan, kemudian hanya boleh menjalani dan meneruskan
posisi kehidupannya apa adanya. Karena ketiadaan pilihan sebelum kelahiran ke
dunia, maka tentu tidak mungkin memilih tidak untuk tidak menjalani apapun
kehidupan nyata yang ditemui dan akan dijalani nantinya.
Dalam hal
ketiadaan pilihan, manusia siapapun secara alami akan mengikuti bawaan
lingkungan dimana dan dengan siapa, seperti apa akan dialami dan dijalani
selanjutnya. Berarti setiap manusia dituntuk untuk kemudian melakukan
penyesuaian untuk menyatu dalam lingkungan, komunitas dan keadaan bagaimanapun.
Dikatakan terpaksa, juga tidak, tetapi kenyataan karena sebelum itu memang
tidak dapat memilih untuk menentukan keberadaannya untuk berada di dunia.
Ketidak-berdayaan
manusia dari kelahirannya terbatas kesempurnaannya, dengan tidak bisa memilih
menjadi laki-laki atau perempuan, oleh orang tua atau ayah dan ibu seperti apa,
di mana harus dilahirkan, berada pada suku-bangsa atau negara apa, ras atau
warna kulit. Begitu juga dengan
keinginan-keinginan lainnya, tidak tersedia untuk itu. Selain berada pada
kenyataan menerima seperti apa adanya sebagaimana ditemui saat terlahir ke
dunia.
Dunia manusia
adalah planet bumi yang menjadi tempat keberadaan kehidupannya. Tidak lebih
luas bila dibandingkan dengan planet lain, dan luasnya alam semesta yang
tersedia dan terlihat. Bumi sebagai lingkungan kehidupan manusia, menampung
setiap kelahiran manusia sejak semula hingga saat ini. Di planet lain di alam
raya, mungkin juga manusia dapat menjangkau dan menjalani kehidupan di sana,
tetapi itu masih menjadi impian manusia, entah nantinya bisa atau tidak, masih
dalam pemikiran dan usaha oleh manusia.
Sifat dasar
hidup kemanusiaan manusia di bumi sebagai lingkungan kehidupan, telah terbentuk
dengan berbagai hal yang terjadi berupa kebaikan dan keburukan, silih berganti
atau masih sedang berlangsung. Persamaan dan perbedaan, kebersamaan dan
pembedaan, keberagaman dan keseragaman, penyatuan dan perceraian, bermusuhan
dan berdamai, penyambungan dan pemutusan, saling suka atau benci, bersama atau
sendiri, atau siklus alami kehidupan, yaitu kelahiran dan kematian. Beragam
sifat dan keadaan yang merupakan kenyataan terjadi dan dijalani di dalam
kehidupan yang bukan saja terjadi pada manusia, tetapi juga seisi alam raya.
Hanya saja dikecualikan kepada manusia, karena unggul secara kodrat oleh
kesempurnaannya karena memiliki akal sebagai alat berpikir, tidak hanya naluri
sebagaimana makhluk hidup lainnya.
Manusia unggul
secara akal dan naluri, sehingga mampu melakukan segala sesuatu dengan
sempurna. Mampu berpikir mendahului suatu tindakan dan akibatnya. Sudah bisa
memperkirakan target dengan melalui suatu
perencanaan sejak awal tentang sesuatu yang akan dilakukan. Hasil yang
diinginkan bisa baik atau buruk, untung atau rugi, kalah atau menang, menjadi
dasar berpikir serta keinginan tindakan suatu kehendak. Tentu yang terbaik yang
diharapkan, tetapi juga porsi terburuk bisa juga diinginkan karena prihal
alasan sesuatu itu.
Antara satu
manusia dengan manusia yang lain, karena ketidak-samaan berdasarkan asal-usul
kelahirannya dan kemudian dengan sejarah perjalanan kehidupannya, perubahan,
pembentukan, dan kenyataan kekiniannya, akan selalu berbeda secara fisik dan
mentalnya. Sebaliknya kebutuhan akan kepentingan keterkaitan dan ketergantungan
diantara sesama manusia, menjadi sifat persamaan yang menghubungkan dan
menyatukan perbedaan.
Tidak ada
manusia yang bisa hidup sendiri, tidak ada kehidupan yang sempurna karena
terpisah secara sengaja, tanpa kebersamaan dalam keberagaman dan perbedaan yang
disatukan. Ketergantungan selalu hadir disaat kapanpun untuk hal apapun,
terhadap kebutuhan pada orang lain guna menyempurnakan hidup sendiri atau
kehidupan bersama. Bahkan terhadap makhluk hidup lain dan lingkungan alam
kehidupan, saling bergantung dan sama-sama membutuhkan keterkaitan untuk
memenuhi hasrat dan kekurangan masing-masing.
Kita manusia,
lahir dalam kesendirian, lalu menjalani hidup kemudian nyatanya ada dengan
orang lain, karena kita memang butuh atau dibutuhkan orang lain. Kebutuhan,
beban, dan tanggungjawab dalam hidup dan selama menjalai kehidupan, yang
mengharuskan kita tidak selalu mampu menghadapi dan menyelesaikannya sendiri,
selain dengan bantuan orang lain atau sesuatu selain kita.
Kesempurnaan
kehidupan dengan hanya menjalani kesendirian hidup dengan kemampuan sendiri,
adalah kemustahilan yang pasti dan melawan kodrat kehidupan makhluk hidup
umumnya dan keberadaan manusia khususnya, walaupun manusia sesungguhnya telah
sempurna sejak dilahirkan dan berada pada tempat dan situasi bagaimanapun.
Sempurna dengan adanya akal, tetapi bila tidak mampu secara bijak menggunakannya
untuk berpikir sempurna pula, hanya akan menghadirkan keburukan bagi diri
sendiri, berdampak kepada orang lain, serta berbahaya bagi lingkungan kehidupan
yang lebih luas.
Akal bagi
manusia adalah anugerah kekayaan tidak ternilai yang membedakan dengan makhluk
hidup seperti hewan. Hewan hanya memiliki naluri, ketika lebih bijak hidupnya,
maka manusia harusnya lebih setingkat di bawahnya.
Depok, 10 Pebruari 2017
Muhammad Thaha Patttiha