Saturday, October 28, 2017
Tuesday, October 24, 2017
Monday, October 9, 2017
Saturday, October 7, 2017
WARGA NEGARA DAN KEKUASAAN
Oleh: M.Thaha Pattiiha
Negara Indonesia memiliki sistem aturan hukum Warga
Negara Indonesia (WNI), sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Undang-Undang tersebut yang menjadi landasan resmi status
kewarganegaraan seorang penduduk yang memilih tinggal atau berdomisili dan menetap,
mengakui secara pribadi dan diakui oleh negara, bahwa secara resmi dirinya
adalah sebagai warga negara Indonesia. Hal ketentuan yang sama, berlaku juga di negara lain di mana pun
di seluruh dunia.
Hak dan Kewajiban
Selaku
warga negara seseorang padanya melekat hak dan kewajiban yang harus dimiliki
dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh secara seimbang diantara keduanya.
Ketika berharap mendapatkan hak, maka kewajiban lebih dahulu dilaksanakan.
Namun demikian, bagi negara tidak ada pengecualian dalam memberikan hak kepada
warga negara apabila warga negara telah dengan baik dapat menunaikan
kewajibannya. Untuk itu sebagai warga negara memiliki tanggungjawab dan menjadi
suatu keharusan untuk melakukan kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dan
diharapkan oleh negara.
Hak selaku warga negara adalah mendapatkan atau
menerima sesuatu yang seharusnya dimiliki, secara umum hak yang harus
didapatkan dari negara adalah berupa hak mendapatkan penghidupan yang layak, pendidikan
yang baik, pelayanan kesehatan jaminan keamanan, perlindungan hukum dan
keadilan, hak politik dan demokrasi, dan lain sebagainya.
Bagi warga negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, mencantumkan perihal
hak dalam pasal 27 ayat(1 dan 2), pasal
28, 28D ayat(1), pasal 29 ayat (2), dan untuk kewajiban tercantum dalam pasal 28, pasal 28J ayat(1 dan 2) dan pasal
30 ayat (1).
Perlindungan negara terhadap hak dan kewajiban warganya
dalam suatu negara, mendapat pengawasan juga secara internasional dari lembaga-lembaga
dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelembagaan khususnya untuk
hak-hak warga negara baik perseorangan, perempuan dan ank-anak, dan Lembaga Internasional
untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia. Tujuannya agar hak-hak setiap orang terlindungi
dan terpenuhi di wilayah negara mana pun di seluruh dunia.
Negara yang bersikap abai terhadap hak-hak warga negaranya,
negara bersangkutan dapat dikenai sanksi secara internasional dalam hubungan
diplomatik dan hubungan pergaulan masyarakat dunia. Negara berkewajiban memberikan
hak yang menjadi bagian kepentingan dan kebutuhan bagi kelangsungan kehidupan setiap
warga negara. Bersamaan pula kewajiban setiap warga negara secara seimbang,
diharuskan melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dan dituntut oleh negara. Kelalaian
satu dari antara keduanya, baik hak atau kewajiban, dapat berakibat timbulnya
ketidakstabilan terhadap kehidupan bernegara, karena akan bermasalah bagi negara
atau warga negara itu sendiri.
Kekuasaan Negara
Pengertian “Kekuasaan”
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kemampuan orang atau kelompok orang untuk menguasai orang atau kelompok
lain berdasarkan wewenang, kharisma, atau kekuatan fisik dan atau kewenangan
atas sesuatu untuk memerintah, mewakili, atau mengurus sesuatu. sedangkan pengertian
negara menurut H.J.W. Hetherington,
adalah institusi atau perangkat institusi yang menyatukan penduduknya dalam
suatu wilayah teritorial yang ditandai secara jelas dibawah otoritas tunggal
untuk menjamin tercapainya tujuan dasar dan kondisi kehidupan bersama.
Kekuasaan Negara dapat diartikan penguasaan orang atau kelompok berdasarkan
wewenang, kharisma, atau kekuatan fisik, untuk memerintah, mewakili, atau
mengurus kepentingan atas orang atau kelompok lain dengan otoritas tunggal dalam
sebuah wilayah teritorial yang disebut negara, untuk menjamin tercapainya
tujuan dasar yaitu kondisi kehidupan
bersama yang terbaik. Kekuasaan Negara dalam arti bermaksud positif, untuk
mengatur dan mengurus kepentingan rakyat dalam negara dan hubungan dengan
rakyat atau negara lain.
Kekuasaan bagai alat utama yang dimiliki Negara dilaksanakan atau
dieksekusi melalui kelembagaan yang disebut pemerintahan. Lembaga pemerintahan
terbagi-bagi lagi menurut tugas dan fungsi, masing-masing lembaga
menjalankannya secara terpisah atau saling berhubungan dalam suatu organisasi
pemerintahan berdasarkan pembagian porsi kekuasaan pemerintahan yang diemban.
Miriamm Budiardjo mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau suatu
kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai
dengan keinginan pelaku
Teori para ahli hukum tata negara tentang Kekuasaan Negara berubah dari
waktu ke waktu dikarenakan tuntutan dan kondisi jaman pada saat para ahli hukum
menyusun teori atau menterjemahkan cara praktis suatu kekuasaan negara pada saat
sedang berlangsung. Dalam suatu kurun waktu bisa saja bentuk kekuasaan negara tetap sebagaimana dikonsepkan, tetapi
bisa juga berubah, sesuai kebutuhan konsep struktur dan fungsi dalam kekuasaan suatu
pemerintahan pada masanya. Kekuasaan dalam prakteknya akan terbagi-bagi lagi
dan dibedakan menurut fungsi dan wewenangnya, untuk memenuhi kepentingan
menjalankan kekuasaan secara baik dan mencapai tujuan yang dicita-citakan suatu
negara bagi kehidupan rakyat negaranya.
Lahirnya teori para Ahli Hukum Tata Negara bermula berkembang di daratan
benua Eropa, teori tersebut diinspirasi menyaksikan kenyataan kekuasaan para Raja
Eropa yang dipandang sangat absolut. Raja dengan kekuasaan absolutnya, sewenang-wenang
mengendalikan segala hal yang berkenaan dengan kepentingan kekuasaannya dalam satu
tangan, hanya Raja yang paling berhak mengatur, mengurus, menentukan, memutuskan,
dan boleh memberi perintah. Kepentingan Raja dan keluarganya yang utama, kepentingan
rakyat cenderung terabaikan. Rakyat hanya bisa patuh mengikuti apapun keinginan
maupun perintah sang Raja berkuasa, Raja yang harus dilayani bukan sebaliknya, karena
Raja adalah penguasa dan sekaligus pengendali pemerintahan tunggal.
Teori yang dikemukakan Montesquieu,
salah satu ahli hukum, bahwa kekuasaan didalam suatu negara terdapat tiga
cabang kekuasaan yang diorganisir dalam struktur pemerintahan, yaitu Kekuasaan Eksekutif
(Eksekutive Power) sebagai pelaksana
Undang-Undang, Kekuasaan Legislatif (Legislative
Power) pembuat Undang-Undang, dan Kekuasaan Yudikatif (Judikative Power) pengawas pelaksanaan Undang-Undang. Pembagian
kekuasaan tersebut dilaksanakan secara terpisah bagi orang maupun kewenangan
atau fungsinya. Teori Montesquieu ini lebih dikenal dengan konsep Trias Politika.
Terdapat pula konsep oleh para ahli hukum lain yang mengemukakan
pendapat atau teori tentang pembagian, fungsi atau wewenang maupun tujuan dari
kekuasaan negara, diantaranya Jhon Locke,
C.F. Strong, Cornelis Van Vallenhoven, H.J.W. Hetherington, Logemann, Roger H.Soltau, Thomas Hobbes, dari
Indonesia saat ini yang juga mengemukakan konsep pemikiran tentang kekuasaan
negara modern selain Miriamm Budiardjo, adalah antara lain Jimly Asshiddiqie.
Suatu negara harus ada kekuasaan, sebab menurut John Locke, kekuasaan hadir dari upaya individu menyatukan
visi mereka dalam sebuah komunitas. Thomas
Hobbes menyatakan bahwa kekuasaan adalah fungsi dari
keberadaan sebuah negara, bahkan negara itu sendiri adalah bentuk lain dari
kekuasaan, dan sebagai
sebuah simbol, negara harus mempunyai kekuasaan yang luas dalam mengatur
masyarakat.
Semua teori dan definisi
tersebut bermaksud dan bertujuan baik untuk memberikan pedoman, landasan, pola, dan pemahaman,
bagaimana suatu kekuasaan negara diselenggarakan, tertata secara tertib dan terstruktur,
sesuai kepentingan atau keinginan, memenuhi maksud adanya suatu kekuasaan
negara dan tujuan dibentuknya sebuah negara.
Baca juga ;
Tujuan Bernegara
Negara Indonesia memiliki
landasan hukum berpijak pembentukan negara, bentuk, tugas dan fungsi kekuasaan
negara, serta tujuan bernegara, yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945). Di dalam Mukaddimah
UUD 1945, menyatakan tujuan negara,
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia.
UUD 1945 sebagai landasan hukum kekuasaan dan bernegara, sebagaimana diketahui
telah beberapa kali diamandemen, perubahan dengan maksud melakukan penyesuaian
karena kebutuhan kekuasaan negara saat ini, guna mencapai tujuan bernegara bagi
rakyat dan negara Indonesia. Amandemen
tersebut tidak di -”haram” -kan,
apabila bertujuan baik untuk kepentingan bersama seluruh rakyat, bukan semata
karena alasan hanya demi memenuhi kepentingan atau ambisi sempit politik kekuasaan
personal atau sekelompok orang dan bahkan kroni
-nya di dalam dan di luar negara Indonesia yang sedang berkuasa atau agar
nantinya bisa berkuasa.
Kepemimpinan Pemimpin Negara, yang dalam bentuk negara Indonesia
dikuasakan kepada seorang Presiden sebagai pemegang mandat kedaulatan rakyat, dituntut
untuk wajib mengetahui, tanggap, dan mampu mengatur, mengurus, memenuhi hak
yang merupakan kepentingan dan keinginan seluruh rakyat negaranya. Cepat
tanggap dan mentuntaskan segera, setiap permasalahan negara yang memungkinkan
terjadinya instabilitas ketertiban dan keamanan oleh sesuatu ancaman, bahaya, mencegah
penyebab adanya ketidak-adilan hukum, mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi
dan sosial, maupun kehilangan hak politik dan hak berdemokrasi.
Rakyat yang adalah pemilik hak kedaulatan kekuasaan negara, dituntut menjalankan
kewajibannya sebagai warga negara menurut sistem dan tata aturan hukum yang
dibuat dan disetujui bersama antara rakyat – melalui perwakilan Legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dengan pemegang kekuasaan negara yaitu Pemerintah
atau Eksekutif. Lembaga selain itu
adalah Judikatif atau lembaga hukum
yang berfungsi menyelenggarakan penegakkan keadilan hukum untuk persengketaan hukum
atau perbuatan melawan hukum negara.
Kita bernegara untuk satu tujuan bersama, dengan menyerahkan wewenang kekuasaan
kepada negara untuk diselenggarakan dan dilaksanakan melalui lembaga pemerintahan.
Negara diberi kedaulatan untuk berkuasa dan membuat aturan hukum sebagai
tatanan mengatur ketertiban, keamanan, dan untuk memberikan perlindungan
maksimal bagi warga negara dan kepentingannya.
Ketertiban dalam melakukan aktifitas sosial dan budaya, ekonomi,politik, dan demokrasi. Perlindungan keamanan, penegakkan kesetaraan dan keadilan hukum,
melaksanakan fungsi perlindungan dan pemenuhan hak-hak warga negara secara menyeluruh.
Kepemimpinan negara yang lemah secara dukungan politik dari rakyat dikarenakan
kinerja pemerintahannya yang tidak memenuhi keinginan mayoritas rakyat, tidak memberikan
kepuasan maksimal yang dikehendaki
rakyat. Rakyat mendukung pemimpin
negara yang melaksanakan amanat rakyat, yaitu kesejahteraan hidup. Tercipta dan terbangunnya keseimbangan antara hak dan kewajiban diantara
negara dan rakyat - warga negara, dalam bentuk dukungan politik yang kuat, ditentukan
oleh kepemimpinan kekuasaan negara yang juga harus benar-benar baik dan maksimal
kinerjanya.
Haluan negara yang diperjuangkan sudah dapat dipastikan berlangsung sesuai
cita-cita dan tujuan negara, melalui proses pembangunan yang diselenggarakan oleh
pemerintah, dan rakyat berkewajiban mendukung serta mengawasi, sesuai mekanisme
atau sistem ketatanegaraan sebagaimana diatur dalam konstitusi negara.
Pemerintah atau pemegang kekuasaan negara dituntut harus bijak dan amanah, adalah merupakan kata kunci kepemimpinan kekuasaan negara yang dipastikan secara baik dan penuh
diterima warga negara, barulah diakui dan dikatakan berhasil. Rakyat sebagai warga negara
yang menentukan nilai baik dan buruk suatu pemerintahan pemegang kekuasaan negara, bukan sebaliknya pemerintah yang menilai kekuasaannya sendiri.
Ambon(Lorong Putri) ; 7 Oktober 2017
*Kepustakaan
; dari berbagai sumber
Subscribe to:
Posts (Atom)