"Sirih-pinang"
Ambon
sesungguhnya hanya nama salah satu kota atau wilayah, tempat kediaman sebagian masyarakat di
Maluku. Tetapi sudah merupakan nama dengan “merek terdaftar” seperti menempel di”jidat”
semua orang Maluku. Di luar Maluku, orang hanya tau “Orang Ambon”. Semua orang dari Kepulauan Maluku selalu disebut seperti itu. Entah
mengapa, tidak dibahas di tulisan ini.
Karena
itu, rasa peduli kepada kota Ambon untuk kata “manise”–nya, menjadi tanggung jawab
bersama saling berkontribusi menjadikan kota Ambon sebuah kota yang indah dan pantas
untuk dihuni dan/atau dikunjungi, serta tanpa ragu sudi diperkenalkan kemana saja dan untuk siapapun oleh orang Maluku. Tidak selalu bernostalgia dengan "Ambon temopo dolo", tetapi bagaimana memajukan Kota Ambon sesuai tuntutan masa kini di era milenium kedua.
Esai
lepas ini, dengan tanpa bermaksud menggurui, boleh jadi bentuk partisipasi sumbang
saran dan pandangan. Semoga saja pantas, demi harapan kota Ambon dapat tertata
lebih baik, sebisa mampu dengan kekayaan sumber daya yang dimiliki.
Indahnya matahari terbenam (Sunset) di pantai Victoria, Teluk Ambon(Pic.doc.MTh.Pattiiha,2017)
Prolog
Saat
berkesempatan ketika jelang senja, sambil menghindar dari kepadatan dan
keserawutan lalulintas kota Ambon, beta
selalu meluangkan waktu berburu matahari terbenam (Sunset) yang dapat disaksikan di seputaran Teluk Ambon. Kadang di
pantai Victoria – bagian depan Benteng Victoria, di dermaga speed boat penyeberangan
ke Waiyame yang kecil dan sempit di muara kali Waetomu - pantai Mardika, di
jembatan muara kali dan pantai Batumerah. Bila sempat waktu, mendaki ke gunung
Nona dekat Stasiun TVRI Maluku-Maluku Utara, atau menanti di samping monumen
Christina Martha Tiahahu di Karang-panjang. Kadang juga dari atas jembatan
Merah-putih.
Hunting – berburu, hanya untuk dapat menyaksikan dan menangkap keindahan
pemandangan warna-warni mega lembayung senja yang nampak di atas Teluk Ambon. Lukisan
keindahan alami tak tertandingi itu pun diabadikan dalam gambar foto serta rekaman
video. Melalui kemudahan media publikasi jaringan internet dan media sosial,
gambar-gambar indah suasana sunset di Teluk Ambon ditampilkan, hasilnya menoreh
pujian.
Indahnya lembayung saat sang surya hendak tenggelam di
ufuk barat, dapat disaksikan di teluk Ambon dari arah sepanjang pantai Victoria
hingga pantai Batumerah di pusat kota Ambon, karena merupakan lokasi yang mudah
diakses dan menyatu dengan pusat kota Ambon. Sayangnya tidak cukup tersedia ruang
terbuka, dan tidak mudah menemukan tempat yang nyaman dan leluasa untuk
bersantai di lokasi pantai pusat kota guna menikmati keindahan sunset - matahari disaat senja hari, sekalian menikmati suasana pemandangan
laut teluk. Area dimaksud telah dengan sengaja ditutup atau terhalang
oleh deretan bangunan tenda dan bangunan kumuh non-permanen yang memagari
dan memunggungi laut teluk di sepanjang tembok bibir pantai Teluk Ambon.
Ada Apa Dengan Teluk Ambon
-
Kota Pantai
Ambon atau Amboina, sejak pertama didirikan di tepi
pantai Teluk Ambon dan berada di pulau Ambon. Sama alasan sejarahnya dengan
kota-kota lain yang juga menempati wilayah pantai, alasannya sebagai tempat
persinggahan dalam lalulintas manusia, yang di masa lalu hanya bisa
melalui laut. Maka wilayah pantai menjadi pilihan paling dominan dalam
membangun sebuah pemukiman baru. Bermula dengan pemukiman terbatas dengan
penduduk yang seadanya, tetapi karena menempati pesisir pantai, akan dengan
cepat berkembang oleh bertambahnya kehadiran orang dari manapun. Suatu wilayah pesisir dengan keteduhan laut yang aman untuk berlabuh bagi kapal dan perahu, selalu menjadi titik tuju persinggahan lalulintas pelayaran. Sehingga mudah berubah menjadi sebuah kota yang ramai oleh aktifitas manusia dan bongkar-muat barang. Kota Ambon juga demikian,
apalagi sangat strategis posisinya yang terlindung di dalam teluk, baik dari
sisi kenyamanan, maupun kepentingan pertahanan serta keamanan terhadap
aktifitas kehidupan sosial dan perekonomian masyarakatnya.
Kota Ambon dilihat dari tengah Teluk Ambon(Pic.doc.MTh Patiiiha, 2016)
Posisi kota Ambon sebagai kota pantai dan kota
pelabuhan, berada dalam kawasan teluk yang cukup dalam, untuk kapal berjenis
apapun bisa berlabuh dan bersandar ke dermaga dengan aman dan nyaman. Saat ini, dermaga besar kota Ambon telah ditingkatkan fungsi dan kapasitasnya, selain sebagai dermaga penumpang orang, juga dermaga terminal peti-kemas. Sudah menjadi dermaga berkelas internasional untuk melayani kebutuhan
perdagangan untuk kegiatan impor dan ekspor barang. Di seberang
teluk terdapat bandar udara(Bandara) Internasional Pattimura. Selain sebagai
pusat perdagangan dan perekonomian serta pendidikan di Maluku, kota Ambon
adalah Ibukota pemerintahan Provinsi Maluku, juga sebagai kota terbesar dan
paling ramai di wilayah kepulauan Maluku.
Lalulintas manusia dan barang, dari mana pun di Maluku
dan dari luar Maluku, dan ketika hendak kemana pun dari Maluku, dipastikan
melalui kota Ambon. Kota Ambon adalah pintu gerbang utama di wilayah kepulauan
Maluku, baik melalui laut atau melalui udara. Maka dengan posisi dan perannya
sebagai kota sentral, makin terbeban, serta menanggung timbulnya berbagai
permasalahan sebagai dampak umumnya sebuah kota. Sehingga dituntut kota Ambon harus diurus dalam
cara yang super intens dengan sistem pengelolaan sebagaimana sebuah kota
modern, dengan memanfaatkan secara cerdas dan maksimal kepemilikan kekayaan
sumber daya serta keunggulan komparatifnya.
-
Pantai Victoria
Beta lebih condong menyebut area pantai di sekitar
benteng Belanda Kelurahan Honipopu itu dengan nama pantai Victoria, karena
memiliki kisah sejarah dari masa lalu. Walaupun penah ada nama lain, misalnya
sebelum dibangun menjadi lokasi pelabuhan dengan dermaga untuk tempat berlabuh
kapal-kapal kecil pelayaran rakyat antar pulau di kepulauan Maluku. Di pantai
tersebut dulu hingga akhir tahun 1970-an, pernah menjadi pelabuhan singgah dan
berlabuh perahu-perahu layar tradisional, khususnya perahu yang membawa buah
jeruk kisar dari kepulauan terselatan Maluku. Sehingga kemudian disebut pantai
Sarua(Serua), dipakai dari salah satu nama pulau dari gugusan kepulauan Teon,
Nila, Serua (TNS). Masyarakat penduduk kota Ambon akrab dengan nama sebutan pate sarua, sebelum kemudian entah siapa
yang memulai dengan sebutan baru dengan nama pantai losari. Mungkin itu salah ucap atau sekadar asal sebut, karena
setelah dibangun tembok pembatas pantai sepanjang pantai, menjadikannya seperti
pantai di kota Makassar – Sulawesi Selatan, yang bernama pantai Losari.
Sesuatu bila terus secara intensif diperdengarkan atau
diperkenalkan, akan menjadi sesuatu yang biasa dan termemori dalam ingatan.
Sama seperti sebutan nama pantai losari untuk pantai yang mestinya disebut
dengan nama pantai Victoria, ataukah bernama pantai Honipopu, atau sekalian
disebut pantai Mardika karena bersebelahan dengan pantai kampung Mardika.
Pantai Victoria kota Ambon (Pic.doc.MTh.Pattiiha,2016)
Apalah arti sebuah nama, mungkin itu yang akan muncul
dalam mengentengkan cara pandang tanpa mau susah-susah berpikir terhadap sesuatu
hal yang tidak berkaitan langsung dengan diri pribadi. Sayangnya cara seperti tidak
memberikan mencerdaskan untuk sesuatu yang penting dan benilai informatif, karena memiliki makna berdasarkan asal-usul
dan sejarah suatu tempat. Apalagi berada di lokasi yang harusnya dianggap
sebagai gerbang pintu masuk sebuah kota sekelas kota Ambon.
Nama pantai Victoria, sangat mendasar dan beralasan
untuk dikenakan untuk nama pantai dimaksud, disatukan dengan area kosong
disamping benteng yang sudah diberi nama Taman Victoria. Terdapat pula dermaga
pelabuhan kapal rakyat di lokasi tersebut dengan nama Slamet Riyadi, tetapi
sejauh pengamatan masyarakat kota Ambon tidak begitu akrab dengan nama itu,
padahal dermaganya berada di area pantai yang dimaksud. Belum lagi ada indikasi
makin dipersempit atau ditutupi dengan pelebaran atau perluasan dermaganya,
yang tentu akan menghilangkan area kosong yang harusnya tetap dibebaskan dari
halangan pemandangan lepas ke arah pantai dan laut Teluk Ambon.
Kota Ambon semakin padat dan kumuh
Sebutan
Ambon manise, sudah sempat dimonumenkan oleh pemerintah Kota Ambon dalam bentuk
tulisan besar berbentuk tiga dimensi, dipajang di tengah kota Ambon, tepatnya
di lapangan Merdeka. Tulisan dari sebutan dengan konotasi yang tentu berkesan
indah. Tetapi apakah itu ketika bercermin pada realitas kondisi kota secara
keseluruhan, benarkan itu tafsir lengkap dari istilah “manise” yang direkatkan
bersambungan dengan nama sebutan untuk menyebut kota Ambon ?
Salahsatu sudut kota Ambon(Pic.doc.MTh.Pattiiha,2017)
Sepertinya, kita harus merefleksi cara pandang secara bijak
dan kontekstual tentang predikat sebuah sebutan atau istilah untuk
diperhadapkan dengan kenyataan yang disaksikan dan dirasakan. Kota Ambon sudah
merupakan kota yang secara internasional telah di kenal sejak dulu, untuk itu pengetahuan
tentang kota ini tidak menjadi berbalik sangka dari kesan mestinya indah berubah
menjadi tersangka kota yang buruk akibat salah urus.
Laju pembangunan fisik secara riil sangat menonjol,
menjadikan ruang dan situasi di daratan pusat kota Ambon sudah semakin ramai,
dengan tampilan ragam bentuk, gaya, dan fungsi bangunan-bangunan fisik berwarna
kian modern dan mentereng. Gaya atau model dan orientasi pembangunan kota masih
condong menyasar wilayah tanah datar daratan kota Ambon, yang terbilang sudah
tidak lagi tersedia ruang kosong, kecuali lapangan Merdeka yang masih disisakan
untuk ruang terbuka, selebihnya hanya ada perbukitan, gunung dan tepi laut
Teluk Ambon.
-
Padat dan kumuh
Bangunan
kumuh di pantai pasar Mardika, Ambon(Pic.doc.MTh.Pattiiha
2017)
Pusat kota Ambon yang menempati area datar pusat kota,
sudah sangat padat dengan bangunan pemukiman, perkantoran pemerintah dan
swasta, pertokoan dan pusat perekonomian, serta bangunan lainnya. Belum lagi
jalan umum dijadikan area parkir permanen kendaraan bermotor, tidak saja pada
siang hari tetapi juga pada malam hari. Ke depan bila masih diinginkan, maka
model bangunan hanya bisa membangun secara vertikal - ke atas, tidak mungkin
lagi ke samping – horizontal, serta untuk kendaraan bermotor cara parkir disusun menumpuk.
Karena itu mungkin saja yang menyebabkan ruang kosong
di bibir pantai di depan pusat kota, marak diserbu penduduk kota dengan
bangunan-bangunan kumuh sebagai tempat berdagang sekaligus menjadi tempat
tinggal. Area pasar yang menempel dengan wilayah pantai dan harusnya hanya
diperuntukkan buat berjualan atau berdagang, sepertinya menjadi alasan antara
untuk dimanfaatkan juga sebagai lokasi bermukim. Berapa banyak bangunan dan
orang yang menempati lokasi sepanjang pantai, mulai dari pantai Mardika hingga
pantai Batu Merah, mungkin tidak didata dan “lepas kontrol” oleh pemerintah
kota Ambon.
Penampakan bangunan kumuh, kotor dan tentunya merusak
kesan pemandangan sebuah kota yang berkalung kata “indah”, dapat dipandang
sepanjang jalan pantai Mardika hingga Batu Merah. Lebih lagi bila pandangan
disusuri dari arah laut, terlihat sangat mengganggu di bagian depan karena
menutupi tampakkan keindahan bangunan-bangunan pusat kota di latar belakang
atau di sekitarnya.
Padatnya aktivitas manusia dan kendaraan pada
jalan-jalan utama di pusat atau di dalam kota, termasuk oleh perubahan
peruntukan bangunan-bangunan, ternyata tidak diikuti dengan penataan area
perparkiran yang memungkinkan tidak terjadinya kepadatan sehingga menyebabkan
kemacetan pada badan jalan. Harusnya ada regulasi dari pemerintah kota yang
mengatur setiap perubahan peruntukan setiap bangunan, khususnya yang nantinya
akan menghadirkan keramaian pengunjung dan menyebabkan penumpukan kendaraan
pengunjung. Bangunan atau lokasi tersebut diwajibkan menyediakan area
perparkiran yang tidak menggunakan atau menyempitkan badan jalan, tetapi tempat
lain atau menggunakan lantai dasar bangunan sebagai lahan parkir.
Saat ini, sudah ada terlihat perubahan mengurai
pemusatan aktifitas dari pusat kota, dengan membuka area baru di luar pusat
kota, seperti di daerah Galala hingga Passo. Terminal kendaraan dari luar pusat
kota Ambon sudah benar, seharusnya ditempatkan di sekitar negeri Passo, dan
dikembangkan menjadi pusat perekonomian baru. Dengan begitu akan terjadi
deviasi pemusatan aktivitas yang selama ini membuat pusat kota padat dan
semrawut. Selain itu pusat-pusat perekonomian dan pemukiman baru terus
dikembangkan, khususnya wilayah seberang teluk sepanjang jalan menuju Bandar
Udara Internasional Pattimura.
Pantai Mardika dengan pasar dan terminalnya, serta
pasar pantai Batu Merah, menjadi wilayah dan jalur paling padat, macet,
semrawut, dan kumuh. Terminal angkutan kota(Angkot), beralih fungsi seperti
area bebas berjualan pedagang kaki-lima, tidak terkecuali lorong atau koridor
sebagai akses pejalan kaki. Jalan sepanjang pantai Mardika dan Batu Merah,
seperti daerah bebas tak bertuan, berjejer area kavling parkir liar tetapi
berbayar, Angkot yang menunggu penumpang di luar area terminal, hingga pedagang
yang menggelar dagangan hingga memakan badan jalan. Pejalan kaki utamanya, dan
pengendara kendaraan bermotor, terpaksa beradu rasa antara sabar dan jengkel,
bila harus melalui jalur dimaksud.
Limpahan dagangan penjual di pasar Mardika
Ambon(Pic.doc.MTh.Pattiiha)
-
Sampah
Ketika berada di tengah lautan teluk pun dipertontonkan
suguhan tidak berkenaan, berupa taburan sampah beragam jenis yang mengapung
bebas. Betapa tidak mencerdaskan pola pikir dan pola urus, sebuah kota yang berada di bibir pantai dalam
teluk yang indah permai, dibiarkan terbengkalai tak terurus bak tempat tak
berguna, bahkan seperti sebuah tong sampah raksasa. Sampah yang bertebaran di
permukaan laut, dapat mengganggu dan membahayakan lalulintas pelayaran, karena
bisa melilit dan merusak baling-baling mesih kapal.
Sampah non organik tidak dapat terurai dalam waktu
singkat, tetapi kesadaran masyarakat untuk tidak sembarangan membuang sampah belum
juga menjadi kebiasaan rutin. Di pusat
dan pinggiran kota, masih saja ditemukan sampah berserahkan di mana-mana,
apalagi pada badan sungai, kali, dan saluran, dan hingga laut Teluk Ambon.
Terdapat 4(empat) sungai atau kali besar yang mengalir
membelah tengah pusat kota, dan banyak lagi kali dan saluran baik di dalam
maupun di luar pusat kota, sama-sama mengalir
bermuara di tepi laut Teluk Ambon. Hampir semua itu masih dijadikan media
tujuan pembuangan dan penampungan sampah serta limbah berbahaya oleh warga di
sekitarnya. Sampah dan limbah tersebut selain mengotori, meracuni, menutup badan dan menghambat aliran air, juga akan terbawa
aliran air menuju muara, berakhir di laut Teluk Ambon.
Sampah di dermaga Yos Sudarso, Ambon(Pic.doc.MTh.Pattiiha 2016)
Perlakuan sampah memang sudah diatur melalui Peraturan
Daerah(Perda) Kota Ambon Nomor 11 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah, yang mengatur cara
penanganan sampah dan juga larangan kepada orang atau badan terhadap perlakuan
sampah, serta sanksi pemidanaan. Begitupun sudah terundangkan berbagai
peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang perlindungan
lingkungan, baik lingkungan sungai(kali), begitupun dengan lingkungan laut,
sayangnya masih bermasalah diimplementasinya.
Khusus urusan sampah, masih butuh kerja keras dan ekstra menyikapi perilaku
masyarakat yang belum tertib dan terbiasa membuang sampah pada tempatnya,
maupun masalah makin bertambah dan menyebar timbulan sampah oleh warga kota.
Pemerintah Kota dituntut untuk menempuh berbagai alternatif cara untuk
menanamkan kesadaran dan perilaku disiplin warga kota, selain solusi yang
sejauh ini sudah dilakukan berupa hanya kumpul, angkut, dan buang (end of pipe) ke Tempat Pembuangan
Akhir(TPA).
Produksi sampah makin bertambah besar setiap hari, dibanding
kemampuan Pemerintah Kota(Pemkot) dalam menangani dan mengangkutnya, terlihat
makin tidak seimbang, belum lagi daya tampung TPA makin terbatas. Maka selain
partisipasi masyarakat dalam membantu mengurangi produksi sampah seperti
melakukan daur ulang, Pemkot bisa berinovasi pada lokasi TPA. Kandungan gas
metan yang terbentuk dari reaksi panas oleh proses pembusukan sampah yang sudah
bertahun-tahun, dapat dipertimbangkan untuk dimanfaatkan memproduksi tenaga
listrik, contohnya seperti yang sudah dilakukan di kota Bekasi, Semarang, dan
kota-kota lain.
Masyarakat, khususnya warga kota harus diajak untuk
lebih peduli memperlakukan sampah sebagaimana mestinya. Warga diingat dan
dibangun kesadarannya, bisa melalui program lingkungan, kampung, sungai, kali, saluran, pantai, dan laut, tidak
sekedar sebatas bersih karena bebas dari sampah dan limbah berbahaya, tetapi
juga terjaga, tertata, dan menampakan keindahan. Kampanye yang masif dengan
beragam cara yang dimungkinkan, sangat perlu guna memperingatkan warga tentang
bahaya sampah yang dibuang sembarangan dan tidak terurus. Sebaliknya memberikan
pemahaman dan pembelajaran cara cerdas mengelola dan memanfaatkan sampah, misalnya
daur ulang sampah. Target lainnya, dapat
tercipta pemahaman, hingga terbiasa peduli dan bertanggung jawab terhadap masalah
sampah tidak saja di lingkungan kediaman dan lingkungan aktifitasnya, tetapi
menjadi sikap mental masyarakat warga kota Ambon, serta bisa terbawa kemanapun.
-
Pemukiman
Di pusat kota Ambon, terlihat kecenderungan perubahan
peruntukan bangunan, dari tempat tinggal menjadi tempat usaha atau peruntukan
lain diluar itu bangunan tempat tinggal. Perubahan terlihat pada
bangunan-bangunan yang sebelumnya bukan di area pasar atau pada pusat-pusat
perdagangan dan perekonomian, mudah disaksikan hampir di semua tempat pada
bagian depan sepanjang jalan raya.
Perubahan peruntukan pun terjadi pada wilayah perbukitan
dan lereng pegunungan, seperti di bagian timur pusat kota Ambon, sudah makin
ramai dengan pemukiman baru, selain pemukiman pada negeri yang sudah lebih
dahulu ada. Demikian juga dengan pemukiman di perbukitan yang dekat menempel
pada pusat kota yang sepertinya sudah semakin padat. Kesan yang terlihat pada
kampung Ganemong hingga Gunung Nona, Batugantung Dalam, Batugajah Dalam dan Bukit
Airmatacina. Pada wilayah tersebut terakhir di atas, yang mengkawatirkan dari
sisi keselamatan, sebab berada pada wilayah perbukitan dengan sudut kemiringan
yang terjal, sangat berbahaya karena berakibat mudah terjadi longsor.
Perbukitan dan lereng pegunungan yang ditempati, jelas
telah menggunduli hutan dan membunuh pepohonan, menghilangkan vegetasi tanaman
pun lenyap, sekaligus menghilang ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai penyerap
udara kotor - Carbon Dioksida(CO2) maupun area resapan air hujan. Sementara
sistem drainase limbah air pemukiman yang bila tidak kondisikan secara
sempurna, dapat merembes ke dalam tanah dan melemahkan daya rekat tanah
perbukitan, bisa saja bencana longsong tidak semata terjadi saat hujan lebat,
tetapi bisa saja dari air rembesan oleh aktifitas di pemukiman.
Perbukitan yang berubah fungsi menjadi pemukiman
dengan penataan yang buruk, dapat menyebabkan debit air banjir saat musim
penghujan, utamanya yang melalui 4(empat) kali besar di pusat kota Ambon bisa
meluap. Luapan air kali bisa menggenangi pemukiman warga, karena daya tampung
dan daya salur air yang terbatas, akibat penyempitan kali yang sengaja
direkayasa, adanya pendangkalan aliran kali, dan karena diperparah ketiadaan batas
garis sempadan kali. Bagi pemerintah
kota, pilihan alternatif yang ditempuh, mungkin harus membangun Dam atau
Bendungan di bagian hulu sebagian kali. Fungsinya untuk menampung limpahan air
hujan, dan untuk mengatur debit aliran air. Dilain hal yang perlu diperhatikan
dan diurus, yaitu melakukan pembenahan dan pengaturan, hingga pelarangan pembangunan
pemukiman di daerah perbukitan yang dipertimbangkan dapat berdampak buruk dalam
arti luas.
Perluasan pembangunan pun sudah mensasar hampir habis
pesisir pantai, apalagi di wilayah perbukitan dan pegunungan secara masif sudah dirambah.
Akibatnya terasa dampaknya, terjadinya abrasi pada pantai di pesisir seberang
teluk, banjir dengan debit air yang makin besar dan deras, tanah longsor yang
berakibat korban nyawa manusia dan kerugian harta-benda. Katagori bencana yang
timbul dari kecerobohan atau kesengajaan yang disadari dan bisa dihindari
harusnya, baik masyarakat mapun karena kontrol pengawasan dari pemerintah kota.
Anekdot kepada kota Ambon, dikatakan ; untuk membangun
rumah atau gedung di kota Ambon ke depan, pilihannya hanya mengeringkan laut
atau meratakan bukit dan gunung. Seperti menerangkan situasi pusat kota Ambon
pada area tanah datar yang sudah padat dengan bangunan fisik, kalau pun ada
tanah kosong maka siap untuk membayar mahal, atau memilih di atas laut atau di punggung
bukit dan pegunungan. Tidak heran bila ada anggapan harga jual per meter
persegi tanah di jalan A. J. Patty kota Ambon, disetarakan dengan jalan Thamrin di
kota Jakarta.
Permasalahan laju kepadatan penduduk kota yang seperti
tak terkendali pada area luas kota dengan daya tampung makin terbatas.
Berakibat timbul persoalan lain, contohnya situasi kota yang makin padat,
semrawut, dan cenderung kumuh, masalah persampahan yang makin berat
penangannya. Masalah padatnya pemukiman, ancaman banjir dan tanah longsor, jalanan
yang sering macet, pedagang pasar yang sulit diatur, pengelolaan perparkiran
dengan kontribusi pendapatan yang belum maksimal. Akan tetapi semua hal
dimaksud saling terkait dalam cara dan usaha bagaimana mengatasi
permasalahannya, karena akan saling berpengaruh kepada hasil, antara
permasalahan yang satu ketika terlaksana, maka persoalan yang lain dapat mudah
terbantu untuk diselesaikan.
Sebuah kota modern dilengkapi blue print rencana tata ruang wilayah yang mampu membaca dan
mengantisipasi pergerakan manusia, pergeseran waktu, tanda-tanda alam, dan
perubahan zaman, sehingga mampu meminimalisir dampak bahaya yang selalu muncul
menyertai perkembangan sebuah wilayah kota, yaitu padat, semrawut, kotor, kumuh,
rawan kejahatan, dan rentan bencana. Bila yang tersebut terjadi, berarti dapat
dinyatakan sebagai kota katagori tidak layak huni.
Muara kali Batumerah, sampah dan deretan bangunan kumuh,
di pantai pasar Mardika, Ambon (Pic.doc.MTh.Pattiiha 2017)
Lepaskan Ambon Sebagai Ibukota Provinsi Maluku
Kota
Ambon, berdiri sudah sejak jaman keemasan masa “The Speace Islands” sekaligus masa kolonialisme oleh Portogis,
Spanyol, Inggris, Belanda, hingga Jepang, sudah menjadi kota pusat pemerintahan
dan perdagangan. Di kemudian hari setelah terbentuk negara Indonesia, kota
Ambon dijadikan sebagai ibukota provinsi Maluku. Sejarah panjang telah dilalui
hingga sekarang, dan terus mengalami perubahan-perubahan karena kebutuhan
peruntukan, walau berada pada sebuah area datar yang sempit, selebihnya bukit
dan pegunungan, berada pada sebuah pulau tidak seberapa besar, tetapi adalah
sebuah kota terbesar dan pusaran berbagai aktifitas dari masyarakat penduduk
berbagai pulau lain di kepulauan Maluku dan juga dari luar Maluku.
-
Urbanisasi dan
Migrasi
Sudah sejak lama pula, kota Ambon menjadi kota tujuan
ubanisasi masyarakat kepulauan Maluku dan migrasi masyarakat dari luar Maluku
khususnya dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Menyebabkan angka 3,75%
- Maluku Dalam Angka 2012, laju pertambahan penduduk menjadi yang paling tinggi
dibanding wilayah lain di Maluku. Selanjutnya, dengan luas kota Ambon, maka
daya tampung untuk jumlah penduduk yang sudah mencapai 400 ribuan orang bila di
bagi per kilometer persegi, nyata sudah melebihi kapasitas daya tampung
semestinya.
Jalan Pantai Mardika kota Ambon(Pic.doc.MTh.Pattiiha,2017)
Butuh penatan yang lebih berdaya dan efektif untuk
menyikapi laju pertambahan penduduk, dari akibat yang ditimbulkan makin mudah
lalulintas orang untuk melakukan urbanisasi dan migrasi, yang berdampak pada
kepadatan tak terkendali penduduk kota serta dengan segala akibatnya terhadap
situasi kota. Harusnya ada langkah antisipatif melalui kontrol yang intensif
pada lingkungan pemukiman penduduk hingga aparat pemerintahan di tingkat
lingkungan. Pendataan dan hingga tindakan adminstratif melalui operasi justisia
kependudukan, sebagai langkah strategis yang dimungkinkan mendapatkan data dan
mengetahui situasi penduduk di tempatnya, apakah penduduk kota atau sekadar
pendatang.
Masalah urbanisasi dan migrasi telah menjadi masalah
klasik yang sering menimpah wilayah perkotaan. Pilihan lain yang sepadan dan
berbarengan dengan masalah kependudukan yang dialami pemerintah kota Ambon,
adalah ikut mendukung dan mendorong percepatan rencana pemindahan ibukota
provinsi Maluku.
-
Pemindahan Ibukota
Provinsi
Rencana pemindahan ibukota provinsi Maluku dari kota
Ambon ke pulau Seram yang digagas dan sudah dilakukan pencanangan pemindahan oleh
Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu pada tahun 2013, merupakan pilihan
mengatasi laju pertambahan penduduk kota dan mengurai kepadatan akibat hampir
semua urusan tersentral di kota Ambon. Pemerintah Kota dan masyarakat kota
Ambon harus rasional menyikapi kondisi kekinian kota Ambon atas beban dan faktor
dampaknya, untuk mendukung penuh rencana pemindahan ibukota provinsi agar tidak
saja sebatas wacana politik di ruang publik.
Pencanangan
Pemindahan Ibukota Provinsi Maluku di Makariki Pulau Seram 2013(Foto;Istimewa)
Dengan berpindahnya ibukota provinsi, paling tidak kota
Ambon akan sedikit lega karena dapat mengurai dan membagi pemusatan tujuan, karena
sebagian urusan dan konsentrasi tujuan lalulintas orang dan barang bakal berpindah
atau terbagi ke pulau Seram. Bagi wilayah baru ibukota provinsi di pulau Seram,
akan menghadirkan pertumbuhan pusat-pusat perekonomian serta terbentuk
pemukiman baru, mengikuti adanya perpindahan lokasi ibukota provinsi.
Sementara itu kota Ambon akan tetap eksis dalam posisi
sebagai pusat perdagangan dan perekonomian maupun pusat pendidikan dan
kebudayaan, yang secara ekonomi tetap memberikan kontribusi besar terhadap sektor
penerimaan pendapatan asli daerah(PAD). Alasannya, karena kota Ambon memiliki
nilai plus, dengan pemusatan lalulintas perdagangan melalui pelabuhan laut dan
udara yang sudah bertaraf Internasional, begitupun dengan fasilitas sarana dan
prasarana sebagai sebuah kota yang sudah lebih dulu terbangun secara modern dan
sudah lebih maju.
Tentu kota Ambon tidak akan mungkin sepi dari
keramaian aktifitas, tetap saja menjadi kota tujuan utama kecuali yang
berkurang hanya untuk urusan administrasi dengan pemerintah provinsi. Itupun
dapat diminimalisir dengan kemudahan pihak pemerintah provinsi dapat
mendelegasikan urusan yang dapat didelegasikan melalui penyediaan kantor
perwakilan provinsi di kota Ambon. Manfaat lain perpindahan ibukota provinsi
bagi Pemerintah Kota Ambon, malah akan sangat diuntungkan dengan berbagai asset
pemerintah provinsi yang ditinggalkan atau tidak dapat dipindahkan, yang dialihkan
atau bisa didapat dengan melalui cara hiba, maupun dibeli dari pemerintah
provinsi.
Provinsi Maluku sebentar lagi memiliki nahkoda
pemerintahan provinsi yang baru hasil Pilkada Maluku 2018, dengan pasangan
terpilih Gubernur Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas N.Orno, pasangan
tersebut pernah berjanji merealisasi rencana pemindahan ibukota provinsi ke
pulau Seram. Dengan begitu, makin tersambungkan rencana membenahi permasalahan kepadatan
kota, bilamana pemerintah kota Ambon sekarang dengan Walikota Richard
Lohanapessy dan Wakil Walikota Syarif Hadler berpartisispasi mempercepat
rencana dimaksud.
Potensi Taman dan Benteng Victoria
Seperti
apa Taman Victoria direvitalisasi, sehingga menjadi lebih berdaya guna tetapi
tetap sebagai sebuah taman yang dapat diakses dan berfungsi untuk publik, sudah
pernah disarankan sebelumnya. Saran sebagai masukan kepada pemerintah kota
Ambon, disampaikan pertama kali tahun 1987 melalui surat dari lembaga seni yang
beta kordinir yaitu Bengkel seni Yamuyaka(Yang Muda Yang Berkarya), kepada Walikota
Ambon saat itu ; Dicky Watimena. Kemudian disampaikan kepada Walikota Yohanis
Sudiono di tahun 1996, saat sebagai Wakil Ketua pengurus baru(1996-1998) DPD II
KNPI Kota Ambon berkesempatan beraudiensi dengan beliau. Mungkin masih layak
saran beta ini, maka melalui tulisan
ini kembali ulang disampaikan kepada pemerintah Kota Ambon sekarang.
Selama ini Taman Victoria ditinggal sepi dan
terbengkalai, menjadi tempat menyimpan gerobak pedagang pasar, bahkan menjadi
ranch peternakan atau pemeliharaan kambing dan sapi. Padahal taman ini sangat
sentral posisinya, tetapi tertutupi potensi ekonomi dan fungsi sosialnya, baik
bagi pemerintah kota maupun bagi masyarakat. Sebelum ini tersiar kabar hendak
dibangunkan sebuah hotel mewah bertaraf Internasional. Sudah dilakukan study
kelayakan tentang berbagai aspek, tentang kepada siapa dan untuk apa
peruntukannya, daya dukung lokasi, manfaat, serta berbagai dampak positif dan
negatif termasuk dampak lingkungan dan sosialnya ?
Taman Victoria kota Ambon, sekarang (Foto; Istimewa)
Di bagian jalan depan taman, serta di seberang jalan
yang menyatu dengan tembok pembatas pantai, ketika menjelang sore berjejer
warung tenda yang menutupi habis area sepanjang jalan tersebut. Selain menjual
makanan dan minuman, juga ada tenda musik karaoke yang tertutup rapat dengan
dekorasi seperti bar atau club malam. Karena itu, dulu dibuat tempat duduk
sepanjang tembok pantai untuk pengunjung yang datang untuk rekreasi menikmati
suasana pantai dan laut, tempat duduk sudah diratakan karena adanya warung
tenda itu. Berapa pendapatan dari retribusi bagi kas pemerintah kota dari
keberadaan warung-warung tenda tersebut, dibanding memenuhi tugas dan tanggung
jawab sosial oleh pemerintah untuk menyediakan suasana nyaman dan menyenangkan
bagi masyarakat dan warga kotanya.
Keberadaan benteng Victoria hingga sekarang pun, belum
dapat dikembalikan fungsinya sebagai situs bersejarah, atau paling tidak ada
kemudahan akses kepada publik untuk dapat mengunjungi dan menyaksikan seperti
apa benteng Victoria, karena digunakan
sebagai barak tentara. Padahal benteng tersebut, menyimpan segudang kisah masa
lalu tentang kolonialisme bangsa Eropa di bumi Maluku, hingga kemudian
menguasai semua pulau di Nusantara. Kisah berdirinya kota Ambun pun dimulai
bersamaan dengan dibangunnya benteng tersebut oleh penjajah Portogis.
Lepas dari keberadaan benteng yang masih seperti
sekarang, di samping bagian utara benteng melapang area luas yang bisa
diberdayakan, dimanfaatkan untuk hal yang dapat memberikan ruang dan suasana menguntungkan
baik untuk masyarakat, maupun pemerintah kota Ambon. Peluang untuk sumber
penerimaan PAD pun bisa diperoleh dari fasilitas yang terbangun, bila secara
sungguh-sungguh dan ketat dikelolah sempurna.
Maksud beta,
seperti yang pernah disampaikan kepada beberapa Walikota sebelumnya, yaitu pada
taman tersebut dijadikan sebagai Komplek pameran secara permanen khusus untuk
memperkenalkan dan menjual Sovenir dan Kuliner khas Maluku, dilengkapi panggung
kesenian untuk hiburan, sehingga menjadi arena rekreasi dan belanja, serta
wisata.
Dijadikan sebagai salah satu tempat untuk pengembangan
ekonomi kreatif warga kota Ambon. Untuk itu, desain tata bangunan dan ruang
taman, demikian juga dengan panggung atau arena kesenian, bolehlah mencontoh
mungkin dari pasar seni Ancol atau dari tempat lain, tetapi tidak seperti bangunan Ruko atau Los
seperti pasar ikan. Berbentuk warung tenda yang bisa dibongkar-pasang pun
boleh. Hanya dibolehkan ada, yaitu tempat untuk memajang atau menjual barang,
tidak nanti dijadikan tempat tinggal. Lokasi taman dipagari, sehingga
terkontrol baik untuk pengamanan maupun saat waktu tutup atau berakhir jam
kunjungan.
Di pusat kota, nampak masih minim fasilitas ruang
terbuka maupun arena rekreasi yang merupakan bagian dari sarana yang harus
tersedia dalam pengaturan tata ruang sebuah kota modern. Potensi ruang tersedia
pada taman Victoria yang bila difungsikan sedemikian, akan menambah fasilitas
umum yang saling mendukung dalam kesatuan potensi rekreasi ketika bersamaan
hendak menikmati suasana keindahan pantai dan laut teluk dari pusat kota Ambon.
“Water front city”
Teluk
Ambon sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu, saat “demam rempah-rempah”
melanda dunia Eropa, menghadirkan mereka hingga sampai dan menguasainya pertama
kali. Benteng Voctoria di pusat kota Ambon, adalah monumen dan prasasti sebagai
bukti situs yang merekam sejarah kota Ambon di masa lalu. Benteng sekaligus kota
yang sengaja dibangun dan menempati posisi berada di dalam teluk, bisa
dipastikan karena pertimbangan kelayakan dan keunggulan geografis teluk oleh bentuk,
posisi, dan fungsinya, serta nilai strategisnya.
-
Laut Teluk
Teluk Ambon (Pic.doc;MTh.Pattiiha 2017)
Tidak berbeda seperti di masa lalu, saat ini bahkan
lebih baik dan sudah sangat ramai, teluk yang indah dan mudah dilayari dan
disinggahi apapun jenis kapalnya, karena kedalaman dan ketenangan lautnya. Laut
teluk kaya dengan beragam jenis ikan, biota laut, dan sumber daya laut lainnya,
menjadi berkah penghidupan yang tidak terhingga bagi masyarakat umumnya dan
nelayan, penduduk pusat kota dan pesisir teluk. Dengan laut teluk yang bersih dan
bebas dari sampah dan limbah beracun, maka ikan dan biota laut, akan berkembang
dengan baik dan mendatangkan potensi hasil tangkapan nelayan makin baik dan
bisa berlangsung sepanjang musim, karena
tidak terlalu berpengaruh dengan perubahan musim sebagaimana laut bebas
di luar teluk.
Laut teluk Ambon dan pantainya adalah satu kesatuan
dengan kota. Posisi kota berbatas dengan laut yang bahkan hampir sudah tidak
lagi memiliki pantai, karena telah sengaja dihilangkan ditutup dengan berbagai
sarana bangunan. Kecuali dermaga sebagai pelabuhan singgah atau sandar kapal
dan perahu, yang menghadap ke laut, yang lain membelakangi laut dan pantai.
Sampah di Teluk Ambon(Pic.doc.MTh.Pattiiha, 2016)
Laut teluk belum dianggap penting sehingga diposisikan
adanya di bagian belakang. Pantai kota seperti masih dianggap “belakang kota”, sebagaimana sebutan
diwaktu lalu. Tampak di beberapa lokasi
bagian pantai pusat kota yang menyatu dengan pasar kota, terpajang secara
berderet sepanjang pantai dengan bangunan-bangunan tidak layak dan asal buat.
Kesannya seperti dibuat sementara atau darurat, nyatanya awet bertahan
bertahun-tahun. Pantai kota yang harusnya menampakan wajah kota yang sudah
makin berubah baik dan modern, malah di bagian pantainya memamerkan kesan
sebaliknya. Menoreh pemandangan kumuh dan kotor, maka sangat tidak layak dan
pantas dibiarkan tidak diurus.
Teluk Ambon adalah aset kekayaan sumber daya daerah
Kota Ambon, yang pantas dan harus diberdayakan potensinya secara maksimal.
Saatnya laut dan teluknya direvitalisasi, baik fungsi maupun cara cara pandang
untuk memanfaatkan nilai strategisnya.
Cara pandang kepada laut dan teluk Ambon, sudah mesti bergeser dari yang
selama ini terkesan dipunggungi, diposisikan menjadi bagian depan atau beranda
– poris, kota Ambon. “Water front city”, (Air) laut sebagai
bagian depan kota – Ambon.
-
Kali(Sungai)
Muara
kali Batumerah kota Ambon(Pic.doc.MTh.Pattiiha,
2016)
Selain laut teluk, terdapat 4(empat) sunga - kali besar, yang
mengalir di tengah pusat kota ambon. Kali Batumerah, kali Waetomu Mardika, kali
Batugajah-Silale, dan kali Batugantung-Waehaong. Terdapat juga kali Galala, dan
Waenitu. Sebagaimana laut teluk, kali(sungai)
dimaksud juga sama-sama tidak diperlakukan
sebagai badan air yang harusnya dilindungi dan dibebaskan dari hambatan
aliran airnya. Sejak tahun 2014 oleh Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedalda) Provinsi Maluku setelah melakukan pemantauan terhadap kualitas air sungai di
Provinsi Maluku, ke-4 kali tersebut di atas dinyatakan sudah tercemar berat, sebagaimana diberitakan tribun-maluku.com
Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 2004 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air, mengamanatkan untuk bijak memperlakukan
kali(sungai) agar dapat menjadi sumber
air baku, air minum, perikanan, peternakan, pertanian, kegiatan usaha dan
perdagangan maupun sebagai sistem drainase dan pengendali banjir. Untuk itu
harus dibuatkan garis sempadan kali(sungai), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai.
Adanya kekurang-pahaman hubungan timbal balik antara
air dan lahan oleh masyarakat di sekitar bantaran kali. Hal itu ditandai dengan
pemanfaatan dataran banjir tanpa pengaturan dan antisipasi terhadap resiko
banjir dan okupasi lahan di sempadan sungai, berakibat terjadinya penurunan
kapasitas palung sungai yang ditandai adanya pendangkalan dan penyempitan oleh
sedimentasi, sampah, dan gangguan aliran sungai.
Sungai dan kali perlu dilakukan konservasi dan
penghentian atau pembatasan pemanfaatan sempadan sungai, palung sungai, danau
paparan banjir, dataran banjir, dan alih fungsi bantaran sungai. Berguna untuk melindungi
ekologi lingkungan kali dan aliran air, pengendalian banjir, dan utamanya
penyelamatan di bagian hulu kali agar tetap tersedia sumber air baku bagi
kebutuhan penduduk kota Ambon. Ekologis sempadan sungai dianggap sehat, tidak
sekadar tergambar dari banyaknya jenis tumbuhan dan hewan yang hidup di sana
tetapi peran tumbuhan dan pepohonan dalam menjaga kestabilan tebing sungai atau
kali dan memelihara keseimbangan ekosistem.
Sama seperti laut teluk, sungai dan kali harus
dibenahi lingkungan ekologisnya dengan prioritas perhatian melalui perubahan perilaku
tidak beradab masyarakat, yang masih menjadikan sungai, kali, saluran, dan laut
teluk sebagai “tong sampah”. Perubahan sudut pandang dan perlakuan sudah harus
bergeser dari area tak bertuan dan tidak terurus, diposisikan berada di bagian
belakang karena dianggap tidak penting, dengan sengaja dibiarkan terbengkalai, tidak
dianggap perlu dibenahi, berakibat dijadikan sasaran sebagai media pembuangan
sampah dan limbah berbahaya.
-
Butuh Regulasi
Di banyak kota dan tempat dibanyak negara, potensi air
laut dan dan pantai maupun kali dan sungai, sudah sejak lama dijadikan atau
diposisikan sebagai bagian halaman depan. Belajar pada cara perlakuan dan
perberdayaan dari kota atau tempat lain, dengan melihat manfaat yang diperoleh,
dapat menjadi contoh pembelajaran bagi pemerintah Kota Ambon. Sangat bisa dan
menguntungkan, cara demikian dipraktekkan di kota Ambon untuk memposisikan laut
teluk Ambon dan kali yang mengalir di tengah pusat kota Ambon sebagai Water front city. Dengan begitu, maka
laut teluk dan kali di kota Ambon terlindungi dan memperoleh manfaatnya secara
luas. Merealisasi rencana program Water
front city, dibutuhkan regulasi untuk mengatur secara terencana formulanya secara
matang dan visioner, serta diformal dan ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda)
Kota Ambon.
Rencana dan target program harus dikampanyekan secara
kontinyu dan masif melibatkan berbagai unsur, dengan upaya sungguh-sungguh dapat
merubah cara pandang dan menyatukan sikap, baik oleh pihak penyelenggara
pemerintahan maupun segenap komponen warga kota. Sama-sama sadar dan bertekad mempraktekkan budaya
peduli, dan melahirkan praktek perlakuan yang beradab terhadap lingkungan air
sungai, kali, dan laut teluk. Benar-benar dipandang sebagai bagian halaman
depan kota Ambon, yang tidak saling dibedakan dari halaman depan rumah tempat
tinggal dan lingkungan sosial kehidupan masyarakat warga kota Ambon. Begitupun
tamu yang berkunjung atau datang ke kota Ambon, akan ikut tertib dengan
sendirinya, mengikuti perilaku tertib dan disiplin yang dipraktekkan warga kota,
dalam usaha menghindarkan lingkungan kota dari penyebab yang dapat merubah
anggapan kota Ambon tidak lagi tersebut dengan kata “manis”.
Upaya untuk menyelenggarakan program “Water Front City”, tentu tidak mudah
urusannya, tetapi tidak berarti tidak bisa, bila tidak dipahami dan secara
sungguh-sungguh dan dipandang dapat berdampak positif sebagai bagian dari
potensi kekayaan sumber daya atau aset yang dimiliki Kota Ambon. Kajian yang
lengkap dengan dasar pandangan yang tidak berjangka pendek serta tidak berpikir
instan, akan menghasilkan visi yang berguna secara berkelanjutan. Butuh juga
kerjasama sinergitas antara Pemerintah Kota dengan lembaga terkait, penting pula
membangun pemahaman atas manfaatnya, dan semangat dukungan maksimal dari
masyarakat warga kota Ambon.
Ambon Manise,
telah merupakan slogan yang menyatu dengan Kota Ambon, sudah seharusnya
merepresentasikan suatu pandangan dan gambaran, bahwa kota Ambon itu sebagai
kota yang indah, dan terpenuhi segala prasyarat yang mendukung dan terpenuhi
anggapan terdapat sebutan dimaksud.
Kota Ambon Manise (Pic.doc.MTh.Pattiiha,2015)
Epilog
Kota Ambon dan Teluk Ambon, merupakan satu kesatuan antara
potensi dan peluang yang benar-benar harus dipadukan untuk dibangun. Sama-sama saling
terkait dan saling mendukung, yang tujuannya mendapatkan manfaat maksimal dari
ketersediaan kekayaan sumber daya tanah dan air yang dimiliki, melalui program Water Front City.
Manfaat Teluk Ambon sebagai Water Front City, dapat disebut antara lain ;
- Laut Teluk Ambon akan
terpelihara dari kerusakan, terlindungi dari sampah tak tak terurai(an-organik)
dan limbah beracun dari kegiatan industri dan ekonomi masyarakat di darat serta
dari aktifitas pelayaran di laut teluk. Laut teluk tidak lagi menerima limpahan
sampah yang terbawa aliran kali dari pusat kota. Ekologis laut terjaga serta
ekosistem laut secara alami dapat berproses tanpa ada kendala oleh kerusakan
lingkungan laut, menghasilkan potensi ekonomis dari sumber daya perikanan dan
kelautan bagi masyarakat.
- Kali atau sungai
menjadi bersih dari sampah dan limbah beracun, dan menyediakan sumber air baku yang
sehat untuk kebutuhan masyarakat kota, tidak saja di hulu tetapi juga
di sepanjang aliran air hingga di muara kali. Air kali akan mengalir sempurna
secara alami hanya pada badan alur kali, bahkan ketika terjadi peningkatan
debit air saat musim penghujan, karena selain terdapat dam atau bendungan
penampungan dan pengendali air, juga terjaga dan dilindungi bantara kali dari
kerusakan akibat rekayasa ekologis dan adanya garis sempadan kali. Di hulu
sungai pun – seperti misalnya Air-keluar, apabila secara ekologis dan ekosistem
alamnya terjaga, terlindungi dan ditata secara baik, dapat menjadi tujuan ekowisata dan
wisata air, tidak sekadar tempat pemandian biasa.
- Istilah “belakang
kota” untuk menyebut pantai di pusat kota, atau yang selama ini terkesan
bersikap membelakangi pantai dan laut Teluk Ambon, akan berubah menjadi
mengedepankan laut – dan kali, sebagai halaman depan kota Ambon. Masyarakat
akan merasa terlibat sehingga ikut bersama melindungi dan memperlakukan laut
teluk dan kali, sebagaimana halaman rumah atau lingkungan sendiri. Demikian
juga dengan keadaan kumuh yang nampak dari bangunan di sepanjang pantai pusat kota,
dapat dilenyapkan, sehingga membebaskan
wilayah pantai dan laut teluk menjadi halaman terbuka, dan bebas dari
peruntukan yang tidak semestinya.
Revitalisasi berupa penataan guna pemberdayaan taman dan pantai
Victoria, serta pantai lain - sebagaimana penataan pantai Airsalobar Kelurahan
Nusaniwe, secara baik dan maksimal. Tujuannya untuk menghadirkan arena rekreasi
dan wisata menarik yang bersuasana nyaman, indah dan manis, baik bagi warga
kota maupun wisatawan yang berkunjung ke kota Ambon.
- Diingatkan tentang
implementasi sistem tata ruang wilayah kota, sudahkah mengantisipasi dan
terbaca perubahan kondisi lingkungan alam maupun dampak sosial akibat laju
pertambahan penduduk dan kebutuhan lahan untuk pemukiman. Kontrol perubahan
peruntukan lingkungan kota sudah seperti apa, karena faktor urbanisasi dan
migrasi yang makin marak oleh sentralisasi tujuan, berdampak pada populasi dan
lingkungan yang tentu akan sulit terkendali. Butuh solusi yang bijak yang mampu
mengantisipasi kondisi sedemikian, sehingga alternatif untuk pemindahan ibukota
provinsi Maluku dari kota Ambon ke pulau Seram, dipertimbangkan untuk bisa direalisasikan.
- Laut Teluk Ambon bisa
menjadi sarana rekreasi dan pariwisata alam pantai sekaligus laut, dan berpotensi
besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai arena olah raga air bertaraf
nasional maupun internasional, seperti lomba memancing, layar, dayung, selam,
renang, selancar, hingga lomba seperti triathlon. Satu atau dua saja even
nasional dan internasional, lomba olah raga air dapat dijadikan agenda tetap dan
rutin, memanfaatkan Teluk Ambon, bisa juga disatukan bersama dalam momentum rangkaian
kegiatan peringatan HUT Kota Ambon. Bilamana dilaksanakan secara profesional,
dapat berdampak secara ekonomi melalui kehadiran wisatawan tidak saja lokal
tetapi utamanya wisatawan mancanegara. Sementara itu, lomba layar Darwin-Ambon
sepertinya butuh inovasi yang lebih kreatif dan baru, sehingga tidak makin
tenggelam “pamor"nya.
Wujud perencanaan secara paket diselenggarakan dan
dimonumenkan secara berkelanjutkan, dimulai bersamaan dengan penyelenggaraan
kegiatan perayaan HUT Kota Ambon. Dapat diawali melalui momentum hari jadi
(Hari Lahir-Ulang Tahun) Kota Ambon yang ke- tahun 2018, program Water Front
City dapat diwujudkan dan disosialisasikan.
Kerja ekstra tentunya, dan tidak sedikit hal yang
perlu dibenahi, karena antara satu dengan yang lain misi dan program saling
bersinggungan dan saling menunjang sebelum ide tersebut dapat terealisasi dan
mencapai hasil sempurna. Merubah cara pandang dan anggapan yang sudah lama
termemori dalam alam sadar masyarakat, menjadi langkah paling menantang yang
butuh inovasi cerdas menemukan cara yang efektif, sesuai karakter sosial
masyarakat yang disasar untuk realisasi perencanaan mencapai tujuan.
“Toma maju untuk Ambon manise”
Kampung Bendungan, 9 Juli 2018
M. Thaha Pattiiha
M. Thaha Pattiiha
No comments:
Post a Comment