Prolog
Saat sedang
membersihkan dan merapikan lemari, terdapat satu kotak kecil yang berisi
sejumlah compact disk(CD) dan digital vidio disc(DVD) berisi lagu-lagu Maluku. Satu per satu dilihat dan dirapikan. Rencananya akan
diserahkan ke orang lain, karena sudah lama juga di dalam rumah tidak lagi
digunakan, sudah digantikan dengan musik langsung dari telepon pintar. Beta
tertarik untuk melihat satu album CD kompilasi lagu berirama pop melayu, yang
pada sampulnya tertulis lagu poco-poco, dinyanyikan oleh Yopi Latul. Lagu tersebut sudah lama tidak diperdengarkan di dalam rumah. Kecuali dua hingga
tiga tahun lalu masih sering diputarkan, baik untuk sekadar didengarkan atau
sekalian untuk berjoget atau bergoyang gaya poco-poco.
Selama itu
pula, beta tidak pernah tau siapa pencipta lagunya dan cerita latar-belakang
terciptanya lagu tersebut. Kadang seperti itu, mungkin juga sama dengan
sebagian orang lain, yang cenderung hanya tau sebuah lagu dan siapa
penyanyinya, tetapi jarang mau tau siapa pencipta lagunya. Seperti itu juga
yang terjadi dengan lagu poco-poco. Sebuah lagu etnik khas kepulauan Maluku dan
sekitarnya, termasuk Sulawesi Utara dan Papua, tetapi kemudian menjadi dikenal
dimana-mana di seluruh Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri.
The Largest
Poco-poco Dance
Pada sebuah
stasiun televisi nasional, ada siaran berita pagi yang menayangkan sebuah acara
senam masal di tengah kota Jakarta. Pagi itu, hari minggu 5 Agustus 2018, terlihat
udara cerah disepanjang jalan Jenderal Sudirman, terus Jalan M.H. Thamrin,
hingga masuk ke area seputaran Monumen Nasional(Monas) Jakarta. Berjejer dengan
rapi dan berseragam olah raga yang sama model dan sama warna, ribuan orang bersama-sama
sedang bersenam dalam gaya menari dengan satu gerak tari dan irama lagu yang
sama, poco-poco.
Sebagaimana
yang dilaporkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Iman Nahrawi sesaat
sebelum acara dimulai, kegiatan itu diikuti peserta sebanyak 65.000 orang, dan
1.500 Instruktur, serta 5.000 orang Panitia pendukung, sebagaimana diberitakan
secara online oleh beritahati.co. Ternyata pula tidak
itu saja,
viva.co.id
melaporkan bahwa ribuan orang narapidana penghuni Lembaga Pemasyarakatan(LP) di
seluruh Indonesia, ikut berpartisipasi tetapi dimasing-masing lokasi LP. tribunnews.com merincinya lagi
dengan Tentara Nasional Indonesia(TNI) 10.000 orang, Polri 5.000.
Kementerian/Lembaga 6.700 orang, siswa SLTA se-DKI Jakarta 27.000 orang, Guru
olahraga SLTA se-DKI 3.000, Satuan Kerja pemerintah Daerah DKI 1.000 orang,
10.500 orang dari lingkungan RT/RW dan perumahan, sanggar senam dan fitness centre,
dan lain-lain.
Peserta The Largest
Poco-poco Dance depa PP.Sarinah Jalan Thamrin Jakarta( Sumber foto ; www.brilio.net )
Mereka menari
sekaligus bersenam dalam gaya tarian poco-poco. Terdapat Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia dan beberapa Menteri Anggota Kabinetnya, Gubernur
DKI Jakarta, dan berbagai kalangan pejabat, pengusaha, pelajar, mahasiswa, dan
masyarakat umum. Keramaian itu direncanakan dan dimaksudkan untuk selain menyambut
perhelatan Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang, juga sekaligus dalam usaha memecahkan
Rekor Dunia Senam. Diberi label The
Largest Poco-poco Dance, dengan jumlah peserta terbanyak dan serta barisan peserta
terpanjang.
Semua orang
dalam satu komando dan satu gerak yang sama, peserta secara harmonis sama-sama
menari dalam suasana riang dan gembira, dinamis, dan tentu sangat positif untuk
kesehatan tubuh dan mental. Bisa seperti itu karena hal itu dihasilkan dari
motivasi irama sebuah lagu yang menyatu dengan gerak yang tercipta bersama lagu
tersebut, lagu poco-poco dan tarian(joget) poco-poco.
Napi
peserta The Largest Poco-poco Dance di LP Cipinang Jakarta(Sumber foto; Dirjen
Pemasyarakatan Kemenkumham)
Tragisnya
Nasib Pencipta Lagu Poco-poco
Adalah Arie Sapulette, seorang putra Maluku yang lahir 58 tahun lalu di
kota Ternate, dialah sebagai pencipta lagu dan sekaligus goyang poco-poco.
Disaat keramaian yang penuh kegembiraan oleh ribuan orang sedang
menarikan gaya goyang poco-poco dan diiringi lagu poco-poco, sebaliknya sang “maestro poco-poco” sedang meraung-raung,
dan mengurung diri di dalam kamar kecil dan gelap berukuran 3 meter x 4 meter
di lantai dua, pada sebuah rumah sederhana di Tanjung Priok, Jakarta
Utara. Kenyataan yang terjadi ketika ditemui pewarta dari kompas.id dan seperti diberitakan, bahwa Arie saat ini sedang berada dalam kondisi kesehatan penuh penderitaan dan sangat
menyedihkan, Arie menderita penyakit yang disebut skizofrenia.
Skizofrenia bukan penyakit gila dan bukan tidak dapat disembuhkan. Sebagaimana beta
kutip dari hellosehat.com Penyakit skizofrenia
adalah gangguan mental kronis dan parah yang memengaruhi bagaimana seseorang
berpikir, merasakan (berempati), dan berperilaku. Orang dengan skizofrenia
mungkin tampak seperti telah kehilangan kontak dengan realitas. Orang dengan
skizofrenia akan sulit membedakan mana dunia nyata dengan dunia khayalan.
Ini karena gejala penyakit skizofrenia sering mencakup pengalaman
psikotik, seperti mendengar suara-suara tak berwujud, halusinasi atau delusi.
Melalui, Ayah Arie, Zefnath Sapulette (84 tahun), diceritakan bahwa putranya sering menghindar saat ada orang yang tidak dikenalnya datang ke rumahnya. Arie dirawat dan dipenuhi kebutuhan hidupnya oleh sang ayah, seorang purnawirawan TNI Angkatan Darat, dan adik Arie, Ferry Sapulette (56 tahun), yang bekerja serabutan. Sementara itu anak dan istri Arie sudah tidak lagi tinggal bersama, saat Arie mulai sakit dan walau sudah diusahakan dengan dibawa untuk dirawat di beberapa rumah sakit jiwa, penyakit Arie tetap saja belum juga sembuh. Sehingga diputuskan untuk dirawat saja di dalam rumah.
Arie Sapulette adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, pendidikannya
sejak dari SD hingga SMA di Ternate, dan melanjutkan ke Akademi Bahasa Asing di
Jakarta. Kemudian kembali ke Ternate, dan menjadi tenaga honorer di kantor
Depnaker. Selama sepuluh tahun bekerja, dia tidak juga dapat diangkat sebagai
pegawai tetap. Sejak itu Arie mulai sering menjadi pemurung dan pemarah. Pada
tahun 1990, Arie berangkat ke Jakarta, menyusul kakaknya Melky Sapulette.
Setahun kemudian menyusul adiknya Ferry Sapulette. Bersama saudara sepupu
mereka Roni, dibentuk group band bernama Nanaku
Group. Sementara kondisi Arie setelah sibuk dengan musik menjadi lebih
baik, tidak lagi pemurung dan pemarah.
Riwayat
Poco-poco
Lagu poco-poco merupakan lagu dari album
pertama Nanaku Group yang diproduksi yaitu PT Kie Raha Intraprindo (KRI), perusahaan
rekaman sendiri yang juga mereka bentuk dan Melki sebagai Direktur. Lagu
poco-poco menjadi sangat laku di industri musik Indonesia. Pada tahun 1993,
mereka lalu masuk studio rekaman di Gemini Record. Lalu pada tahun 1995, Yopi
Latul menyanyikan kembali lagu poco-poco, dan hasilnya pun semakin dikenal
masyarakat secara luas. Selain itu mereka juga menghasilkan beberapa album lagu
pop dan lagu rohani.
Arie yang
menciptakan lagu poco-poco, disesuaikan dengan perkembangan hidup anak muda
tahun 90-an, yang menceritakan seorang anak bayi mungil yang lucu dan menjadi
seorang gadis cantik yang diistilahkan dengan bahasa “gaul” orang Manado maupun
Ternate yaitu ; poco-poco. Sementara gerakannya, terinspirasi dari gerakan
tentara yang sedang senam pagi. Gerakan senam yang sangat dikenal oleh Arie,
ketika masih bersama orang tua – bapaknya yang tentara, dan saudara-saudaranya
tinggal di asrama TNI-AD di Ternate.
Irama Lagu
dan musik serta gerak tarian poco-poco, sangat dinamis, lincah, indah dan
menyenangkan. Mendengar lagu itu, kita seperti diajak untuk tetap tidak diam,
selain itu syair lagunya pun menggambarkan karakter sosial masyarakat umumnya,
khususnya tentang “nakal”nya mata laki-laki ketika memandang seorang perempuan
dengan kriteria yang sungguh menarik. Gerak tari poco-poco yang dilhami gerak
senam tentara, boleh jadi pada tentara terilhami juga tari Yospan dari Papua,
seperti juga goyang(joget) Wayase dari daerah Maluku bagian tengah.
Sangat
menyenangkan dan menggembirakan, dan tentu monumental karena fenomena yang
berkembang, menjadikan lagu dan tari atau goyangan poco-poco masih tetap saja
diminati masyarakat luas dari berbagai elemen. Itu ungkapan yang pantas untuk
karya cipta lagu dan goyangan tari poco-poco yang diciptakan Arie Sapulette,
yang dipopulerkan pertamakalinya bersama Nanaku Group di awal tahun 90-an.
Sayangnya, harga pendapatan secara finansial atas karya cipta itu tidak sebesar
nilai penggunaan dan kegunaannya.
Seperti
yang diceritakan Ferry lebih lanjut kepada kompas.id, sekalipun mereka merasa
bangga karena lagu poco-poco menjadi terkenal dan disukai banyak orang, akan
tetapi kegiatan-kegiatan besar yang menggunakan lagu dan gerakan poco-poco,
mereka tidak pernah dilibatkan. Seiring pula maraknya aksi pembajakan lagu
poco-poco, yang berarti royalty pun tidak maksimal didapat. Aktifitas musik
mereka pun kian meredup, dan sepertinya hal itu ikut mempengaruhi kejiwaan
Arie, karena kemudian kondisi kesehatan Arie kembali lagi seperti sebelumnya,
hingga semakin parah sebagaimana sekarang ini.
Menurut
Ketua Umum Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) HakCipta Karya Cipta Indonesia,
menyatakan bahwa Arie masih ada setiap tahun mendapatkan hak royalty dari semua
hak cipta lagu-lagunya sebesar Rp 3 juta, tetapi diterima oleh istrinya Sondang
Paulina.
Epilog
CD
poco-poco beta pisahkan dari CD dan DVD yang lain, diletakkan kembali ke
lemari, urung untuk “diungsikan”. Setidaknya beta seng pernah kenal dan bertemu
dengan sang penciptanya Arie Sapulette, tetapi sebagai bentuk penghargaan walau
sekadar menyimpan saja CD berisi lagu poco-poco tersebut. CD dimaksud, setelah
diperhatikan cover dan labelnya ternyata juga bukan yang asli, alias bajakan.
Padahal dibeli lebih dari sepuluh tahun lalu pada sebuah toko musik di kawasan
pasar Kranji kota Bekasi, bukan di kaki lima.
Sebuah
karya cipta, seperti lagu poco-poco, hanya contoh fenomena yang menggambarkan
masih minimnya apreasi yang pantas untuk sebuah penciptaan, di Indonesia.
Arie
Sapulette sebagai pencipta dan serta Yopi Latul sebagai penyanyi lagu
poco-poco, sempat diberikan penghargaan oleh Menpora atas nama Pemerintah Indonesia, pada saat penyelenggara The Largest Poco-poco Dance. Penghargaan “biasa”, yang tidak
sebanding dengan nilai dan kegunaan penciptaan dan tidak berarti apa-apa untuk
menyembuhkan penyakit kejiwaan yang
sementara diderita Arie Sapulette, sang pencipta lagu dan tarian poco-poco.
Depok, 10 Agustus 2018
Penulis
M. Thaha Pattiiha )*
--------------------------------
)* Pemerhati
Politik, Sosial, dan Budaya
- beta ; saya, aku
- beta ; saya, aku
Sumber Bacaan ;
-
https://kompas.id/baca/utama/2018/08/09/nasib-tragis-pencipta-lagu-poco-poco/
-
https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20180809/281535111814007
-
http://www.beritahati.com/berita/48242/Presiden%2BJokowi%2BSenam%2BPoco-Poco%2BRakyat%2BSehat%2BNegara%2BKuat
-
https://www.viva.co.id/berita/nasional/1061389-ratusan-ribu-napi-ikut-pecahkan-rekor-dunia-poco-poco
-
http://jakarta.tribunnews.com/2018/07/21/65000-orang-bakal-menari-poco-poco-secara-kolosal-sambut-asian-games
No comments:
Post a Comment