Kemudahan berinteraksi dengan lingkungan sosial dan
mendapatkan saluran informasi, makin dipermudah oleh kemajuan teknologi
informasi selain dari media masa umum, dengan hadirnya media sosial – Facebook,
Twitter, Youtube, Instagram, Whatshap, dan lain-lain. Media masa umum, baik
cetak, online, dan elektronik, tentu memiliki tatanan baku tentang tata cara
penyampaian sebuah informasi atau berita, yang didasari “syarat dan ketentuan”
yang berlaku sebagai media pemberitaan resmi.
Sebaliknya Media Sosial(Medsos), cenderung tidak
memiliki aturan baku yang mengikat kuat secara langsung, masih ada kelonggaran
dan cela kebebasan bagi penggunanya. Etika dan moralitas personal pengguna,
kadang terinduksi kepentingan terselubung, yang artinya masih terdapat peluang
untuk menyampaikan kebenaran sesungguhnya. Moralitas personal di medsos kadang sengaja
diabaikan karena alasan tertentu. Relatif, mungkin tidak semua orang, tetapi ada
saja yang dengan sadar kemudian berperilaku buruk dengan menyampaikan secara
tidak jujur, menyebarkan sesuatu yang sifatnya bohong atau hoax. Lain hal apabila dilakukan tanpa sadar pada dampaknya karena rendahnya
tingkat pengetahuan personal penggunanya.
Ilistrasi ; Kotak Suara boleh kardus atau baja, fungsi dan gunanya sama saja.
Tempat mencoblos pilihan politik pemilih, dan untuk merahasiakan pilihan pemilih.
Perbedaannya sangat kentara, antara media masa umum
yang resmi, dengan medsos. Media masa umum tidak asal memberitakan sesuatu,
sementara medsos bisa asal saja mengabarkan sesuatu. Hampir setiap orang di
medsos, dapat dengan mudah menyampaikan atau mengabarkan apapun, dengan tanpa
melalui persyaratan saringan memadai dan bahkan minim pertanggungjawaban benar
tidaknya, serta informasi pelengkapnya. Etika dan moralitas personal pengguna
medsos, relatif berlaku sebab status pengguna bisa siapa saja.
Masih sangat mengkhawatirkan, khususnya medsos.
Pengguna medsos yang tidak memilih jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
bahkan kematangan emosi dan moral, hingga haluan dan kepentingan – politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Kemudahan yang disediakan pun jarak jangkaunya
lintas komunitas, lintas wilayah, lintas negara, malah makin mendekatkan dan
memperpendak jarak, jangkauan, hingga mempersingkat waktu. Dapat dilakukan
dengan tidak sedakar tulisan, tetapi juga gambar foto, gambar rekayasa, dan
gambar bergerak berupa video, serta bisa tersambungkan langsung pada saat kapan
diinginkan penggunanya. Akibatnya bagi sebagian pengguna malah kebablasan
hingga melanggar hukum, karena menimbulkan dampak negatif bagi orang lain.
Selebihnya terdapat pengaturan yang seperti “longgar”
implementasi penegakkannya dan kadang masih memilih dan memilah jangkauan
kontrolnya yang disasar. Kontrol pengawasan sebagaimana diatur di dalam
peraturan perundang-undangan negara beserta aturan turunannya, masih belum
memuaskan. Masih terdapat benturan antara regulator dan masyarakat dalam
penyelenggaraan hak dan kewajiban, ketika medsos makin memudahkan penggunanya
untuk bersuara berbeda. Regulator belum benar-benar menempatkan pertimbangan
secara adil kepentingan hak berpendapat masyarakat sebagaimana dijamin
konstitusi dengan kepentingan politik kekuasaan. Sehingga kadang bias tafsir,
yang berakibat menimbulkan sengketa perdebatan publik bahwa keadilan hukum
harusnya berlaku umum tanpa terkecualikan kepada siapapun.
Pengamatan beta sejauh ini di Maluku, untuk media masa,
umumnya masih cukup tertib dalam standar sebagai media pemberitaan publik,
dalam aktualisasi berita yang masih bisa dipercaya fakta dan datanya. Selain
cukup berimbang dalam pemberitaan, dan minim memunculkan opini deskritisasi.
Tidak terlalu nampak kecenderungan adanya berita yang bertendensi tertentu yang
tentu berimplikasi buruk secara personal, institusi, atau secara sosial. Ruang
berita politik, ketika Maluku dan Indonesia secara beruntun diramaikan dengan
hajatan politik Pemilihan Kepala Daerah(Pilkada), kemudian Pemilihan Presiden(Pilpres) dan Pemilihan Legislatif(Pileg), tidak terbaca berlebihan
penyajian berita yang lebih mengunggulkan satu dan pihak yang lain. Warna dan
aura kabar beritanya masih cukup mencerdaskan publik pembaca, dan lebih
bersifat tidak masif beropini untuk tujuan tertentu dan bersifat kepentingan sepihak,
atau bahkan yang menyesatkan pengetahuan publik. Seperti demikian tidak
diharapkan, sebab akan berakibat buruk bagi kebaikan merekatkan kepentingan
sosial bersama umumnya di masyarakat Maluku. Tentu hal itu yang sejauh ini
tidak terbaca dan tertangkap dari yang beta amati hingga saat ini. Sesuatu yang
patut disyukuri, dan perlu untuk diapresiasi kepada segenap pekerja media masa
lokal di Maluku.
Tentu ada kepentingan untuk bersaing meraih pasar
pembaca, dan penonton, dan terutama meraih iklan guna pembiayaan operasional dan
pendapatan perusahaan. Tetapi urusan itu lebih kepada kemampuan strategi intern
dan keunggulan pengetahuan taktis masing-masing perusahaan atau lembaga
pengelola media masa. Publik hanya tau apa yang dipublikasikan adalah sesuatu
yang tidak ragu diyakini kebenarannya, dan terhindar dari rekayasa berita yang
sengaja bermaksud menyesatkan. Seperti umumnya media masa mainstream tingkat
nasional, di tingkat lokal sepertinya tidak begitu ikut serta terpengaruh untuk
memunculkan secara kentara “haluan politik kepentingan”- nya dengan penguasa di
daerah. Cenderung bebas dan leluasa memberitakan hal yang kadang menyerempet
kepentingan tertentu penguasa di daerah. Adalah hal yang positif dalam memegang
teguh kepada kode etik sebagai media masa(Pers) yang bebas dan bertanggungjawab.
Versi berbeda, terbaca di pengguna medsos di Maluku.
Melalui berbagai posting seperti khususnya yang diamati di medsos facebook. Dalam
beberapa waktu terakhir ini, ketika dunia politik nasional diramaikan dengan
hajatan Pemilu Presiden. Umumnya di kalangan masyarakat Maluku, arus
keberpihakan mengemuka begitu nyata dan bahkan secara vulgar ditampilkan.
Begitu mudah membedakan warna politik dan haluan kepentingan tidak saja secara
personal, tetapi merambah hingga terbaca terkelompok dalam komunitas seagama. Sebagian
orang begitu rajin “mengimpor” isu sensitif di tingkat nasional yang tidak secara
langsung berkonteks ke-maluku-an, lalu sengaja ditampilkan untuk menjadi
konsumsi perdebatan publik tingkat jaringan lokal medsos di Maluku. Entah
disengaja atau tidak, tetapi berakibat buruk. Sebab terjadi pergeseran pandang
yang membahayakan hingga bisa meretakkan kesatuan yang sudah akan benar-benar utuh.
Tidak sulit menangkap kepentingan di
baliknya, karena terbaca mengarah kepada pengelompokan yang tidak sebatas
membedakan, tetapi malah memisahkan secara sosial dalam menyuarakan kepentingan
politik pasangan Pilpres. Bersukur, bahwa hal itu sedikit bergeser ke arah yang
lebih berbeda untuk dukungan politik bagi partai peserta pemilu dan juga calon-calon
anggota legislatif.
Bagi Maluku, yang dikhawatirkan adalah dampak
keberpihakan pada kandidat pasangan Pilpres yang bila terus dipelihara –
sekalipun sudah selesai pilpres, tidak akan lebih baik karena makin membuat
jarak antara sesama komunitas Orang Maluku. Harusnya menjadi tanggungjawab
moral secara bersama untuk saling menjaga dan memelihara persaudaraan tanpa
suatu ganjalan yang sadar disengaja. Jangan sampai masih saja ada “kerikil”
yang menciderai kebersamaan dalam kedamaian. Jangan lagi ada sedikitpun hal
yang mengganggu sehingga menimbulkan keraguan akan rasa saling percaya. Warisan
kearifan lokal sebagai perekat yang sudah membudaya di masyarakat Maluku, yang sudah
sering terucap dan ditampilkan ke permukaan, mestinya tulus pula diimplementasikan
dalam berinteraksi antar sesama orang Maluku.
Depok, 28 Mei
2019
M. Thaha
Pattiiha