Thursday, December 21, 2017
Saturday, December 16, 2017
Saturday, October 28, 2017
Tuesday, October 24, 2017
Monday, October 9, 2017
Saturday, October 7, 2017
WARGA NEGARA DAN KEKUASAAN
Oleh: M.Thaha Pattiiha
Negara Indonesia memiliki sistem aturan hukum Warga
Negara Indonesia (WNI), sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Undang-Undang tersebut yang menjadi landasan resmi status
kewarganegaraan seorang penduduk yang memilih tinggal atau berdomisili dan menetap,
mengakui secara pribadi dan diakui oleh negara, bahwa secara resmi dirinya
adalah sebagai warga negara Indonesia. Hal ketentuan yang sama, berlaku juga di negara lain di mana pun
di seluruh dunia.
Hak dan Kewajiban
Selaku
warga negara seseorang padanya melekat hak dan kewajiban yang harus dimiliki
dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh secara seimbang diantara keduanya.
Ketika berharap mendapatkan hak, maka kewajiban lebih dahulu dilaksanakan.
Namun demikian, bagi negara tidak ada pengecualian dalam memberikan hak kepada
warga negara apabila warga negara telah dengan baik dapat menunaikan
kewajibannya. Untuk itu sebagai warga negara memiliki tanggungjawab dan menjadi
suatu keharusan untuk melakukan kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dan
diharapkan oleh negara.
Hak selaku warga negara adalah mendapatkan atau
menerima sesuatu yang seharusnya dimiliki, secara umum hak yang harus
didapatkan dari negara adalah berupa hak mendapatkan penghidupan yang layak, pendidikan
yang baik, pelayanan kesehatan jaminan keamanan, perlindungan hukum dan
keadilan, hak politik dan demokrasi, dan lain sebagainya.
Bagi warga negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, mencantumkan perihal
hak dalam pasal 27 ayat(1 dan 2), pasal
28, 28D ayat(1), pasal 29 ayat (2), dan untuk kewajiban tercantum dalam pasal 28, pasal 28J ayat(1 dan 2) dan pasal
30 ayat (1).
Perlindungan negara terhadap hak dan kewajiban warganya
dalam suatu negara, mendapat pengawasan juga secara internasional dari lembaga-lembaga
dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelembagaan khususnya untuk
hak-hak warga negara baik perseorangan, perempuan dan ank-anak, dan Lembaga Internasional
untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia. Tujuannya agar hak-hak setiap orang terlindungi
dan terpenuhi di wilayah negara mana pun di seluruh dunia.
Negara yang bersikap abai terhadap hak-hak warga negaranya,
negara bersangkutan dapat dikenai sanksi secara internasional dalam hubungan
diplomatik dan hubungan pergaulan masyarakat dunia. Negara berkewajiban memberikan
hak yang menjadi bagian kepentingan dan kebutuhan bagi kelangsungan kehidupan setiap
warga negara. Bersamaan pula kewajiban setiap warga negara secara seimbang,
diharuskan melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dan dituntut oleh negara. Kelalaian
satu dari antara keduanya, baik hak atau kewajiban, dapat berakibat timbulnya
ketidakstabilan terhadap kehidupan bernegara, karena akan bermasalah bagi negara
atau warga negara itu sendiri.
Kekuasaan Negara
Pengertian “Kekuasaan”
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kemampuan orang atau kelompok orang untuk menguasai orang atau kelompok
lain berdasarkan wewenang, kharisma, atau kekuatan fisik dan atau kewenangan
atas sesuatu untuk memerintah, mewakili, atau mengurus sesuatu. sedangkan pengertian
negara menurut H.J.W. Hetherington,
adalah institusi atau perangkat institusi yang menyatukan penduduknya dalam
suatu wilayah teritorial yang ditandai secara jelas dibawah otoritas tunggal
untuk menjamin tercapainya tujuan dasar dan kondisi kehidupan bersama.
Kekuasaan Negara dapat diartikan penguasaan orang atau kelompok berdasarkan
wewenang, kharisma, atau kekuatan fisik, untuk memerintah, mewakili, atau
mengurus kepentingan atas orang atau kelompok lain dengan otoritas tunggal dalam
sebuah wilayah teritorial yang disebut negara, untuk menjamin tercapainya
tujuan dasar yaitu kondisi kehidupan
bersama yang terbaik. Kekuasaan Negara dalam arti bermaksud positif, untuk
mengatur dan mengurus kepentingan rakyat dalam negara dan hubungan dengan
rakyat atau negara lain.
Kekuasaan bagai alat utama yang dimiliki Negara dilaksanakan atau
dieksekusi melalui kelembagaan yang disebut pemerintahan. Lembaga pemerintahan
terbagi-bagi lagi menurut tugas dan fungsi, masing-masing lembaga
menjalankannya secara terpisah atau saling berhubungan dalam suatu organisasi
pemerintahan berdasarkan pembagian porsi kekuasaan pemerintahan yang diemban.
Miriamm Budiardjo mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau suatu
kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai
dengan keinginan pelaku
Teori para ahli hukum tata negara tentang Kekuasaan Negara berubah dari
waktu ke waktu dikarenakan tuntutan dan kondisi jaman pada saat para ahli hukum
menyusun teori atau menterjemahkan cara praktis suatu kekuasaan negara pada saat
sedang berlangsung. Dalam suatu kurun waktu bisa saja bentuk kekuasaan negara tetap sebagaimana dikonsepkan, tetapi
bisa juga berubah, sesuai kebutuhan konsep struktur dan fungsi dalam kekuasaan suatu
pemerintahan pada masanya. Kekuasaan dalam prakteknya akan terbagi-bagi lagi
dan dibedakan menurut fungsi dan wewenangnya, untuk memenuhi kepentingan
menjalankan kekuasaan secara baik dan mencapai tujuan yang dicita-citakan suatu
negara bagi kehidupan rakyat negaranya.
Lahirnya teori para Ahli Hukum Tata Negara bermula berkembang di daratan
benua Eropa, teori tersebut diinspirasi menyaksikan kenyataan kekuasaan para Raja
Eropa yang dipandang sangat absolut. Raja dengan kekuasaan absolutnya, sewenang-wenang
mengendalikan segala hal yang berkenaan dengan kepentingan kekuasaannya dalam satu
tangan, hanya Raja yang paling berhak mengatur, mengurus, menentukan, memutuskan,
dan boleh memberi perintah. Kepentingan Raja dan keluarganya yang utama, kepentingan
rakyat cenderung terabaikan. Rakyat hanya bisa patuh mengikuti apapun keinginan
maupun perintah sang Raja berkuasa, Raja yang harus dilayani bukan sebaliknya, karena
Raja adalah penguasa dan sekaligus pengendali pemerintahan tunggal.
Teori yang dikemukakan Montesquieu,
salah satu ahli hukum, bahwa kekuasaan didalam suatu negara terdapat tiga
cabang kekuasaan yang diorganisir dalam struktur pemerintahan, yaitu Kekuasaan Eksekutif
(Eksekutive Power) sebagai pelaksana
Undang-Undang, Kekuasaan Legislatif (Legislative
Power) pembuat Undang-Undang, dan Kekuasaan Yudikatif (Judikative Power) pengawas pelaksanaan Undang-Undang. Pembagian
kekuasaan tersebut dilaksanakan secara terpisah bagi orang maupun kewenangan
atau fungsinya. Teori Montesquieu ini lebih dikenal dengan konsep Trias Politika.
Terdapat pula konsep oleh para ahli hukum lain yang mengemukakan
pendapat atau teori tentang pembagian, fungsi atau wewenang maupun tujuan dari
kekuasaan negara, diantaranya Jhon Locke,
C.F. Strong, Cornelis Van Vallenhoven, H.J.W. Hetherington, Logemann, Roger H.Soltau, Thomas Hobbes, dari
Indonesia saat ini yang juga mengemukakan konsep pemikiran tentang kekuasaan
negara modern selain Miriamm Budiardjo, adalah antara lain Jimly Asshiddiqie.
Suatu negara harus ada kekuasaan, sebab menurut John Locke, kekuasaan hadir dari upaya individu menyatukan
visi mereka dalam sebuah komunitas. Thomas
Hobbes menyatakan bahwa kekuasaan adalah fungsi dari
keberadaan sebuah negara, bahkan negara itu sendiri adalah bentuk lain dari
kekuasaan, dan sebagai
sebuah simbol, negara harus mempunyai kekuasaan yang luas dalam mengatur
masyarakat.
Semua teori dan definisi
tersebut bermaksud dan bertujuan baik untuk memberikan pedoman, landasan, pola, dan pemahaman,
bagaimana suatu kekuasaan negara diselenggarakan, tertata secara tertib dan terstruktur,
sesuai kepentingan atau keinginan, memenuhi maksud adanya suatu kekuasaan
negara dan tujuan dibentuknya sebuah negara.
Baca juga ;
Tujuan Bernegara
Negara Indonesia memiliki
landasan hukum berpijak pembentukan negara, bentuk, tugas dan fungsi kekuasaan
negara, serta tujuan bernegara, yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945). Di dalam Mukaddimah
UUD 1945, menyatakan tujuan negara,
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia.
UUD 1945 sebagai landasan hukum kekuasaan dan bernegara, sebagaimana diketahui
telah beberapa kali diamandemen, perubahan dengan maksud melakukan penyesuaian
karena kebutuhan kekuasaan negara saat ini, guna mencapai tujuan bernegara bagi
rakyat dan negara Indonesia. Amandemen
tersebut tidak di -”haram” -kan,
apabila bertujuan baik untuk kepentingan bersama seluruh rakyat, bukan semata
karena alasan hanya demi memenuhi kepentingan atau ambisi sempit politik kekuasaan
personal atau sekelompok orang dan bahkan kroni
-nya di dalam dan di luar negara Indonesia yang sedang berkuasa atau agar
nantinya bisa berkuasa.
Kepemimpinan Pemimpin Negara, yang dalam bentuk negara Indonesia
dikuasakan kepada seorang Presiden sebagai pemegang mandat kedaulatan rakyat, dituntut
untuk wajib mengetahui, tanggap, dan mampu mengatur, mengurus, memenuhi hak
yang merupakan kepentingan dan keinginan seluruh rakyat negaranya. Cepat
tanggap dan mentuntaskan segera, setiap permasalahan negara yang memungkinkan
terjadinya instabilitas ketertiban dan keamanan oleh sesuatu ancaman, bahaya, mencegah
penyebab adanya ketidak-adilan hukum, mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi
dan sosial, maupun kehilangan hak politik dan hak berdemokrasi.
Rakyat yang adalah pemilik hak kedaulatan kekuasaan negara, dituntut menjalankan
kewajibannya sebagai warga negara menurut sistem dan tata aturan hukum yang
dibuat dan disetujui bersama antara rakyat – melalui perwakilan Legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dengan pemegang kekuasaan negara yaitu Pemerintah
atau Eksekutif. Lembaga selain itu
adalah Judikatif atau lembaga hukum
yang berfungsi menyelenggarakan penegakkan keadilan hukum untuk persengketaan hukum
atau perbuatan melawan hukum negara.
Kita bernegara untuk satu tujuan bersama, dengan menyerahkan wewenang kekuasaan
kepada negara untuk diselenggarakan dan dilaksanakan melalui lembaga pemerintahan.
Negara diberi kedaulatan untuk berkuasa dan membuat aturan hukum sebagai
tatanan mengatur ketertiban, keamanan, dan untuk memberikan perlindungan
maksimal bagi warga negara dan kepentingannya.
Ketertiban dalam melakukan aktifitas sosial dan budaya, ekonomi,politik, dan demokrasi. Perlindungan keamanan, penegakkan kesetaraan dan keadilan hukum,
melaksanakan fungsi perlindungan dan pemenuhan hak-hak warga negara secara menyeluruh.
Kepemimpinan negara yang lemah secara dukungan politik dari rakyat dikarenakan
kinerja pemerintahannya yang tidak memenuhi keinginan mayoritas rakyat, tidak memberikan
kepuasan maksimal yang dikehendaki
rakyat. Rakyat mendukung pemimpin
negara yang melaksanakan amanat rakyat, yaitu kesejahteraan hidup. Tercipta dan terbangunnya keseimbangan antara hak dan kewajiban diantara
negara dan rakyat - warga negara, dalam bentuk dukungan politik yang kuat, ditentukan
oleh kepemimpinan kekuasaan negara yang juga harus benar-benar baik dan maksimal
kinerjanya.
Haluan negara yang diperjuangkan sudah dapat dipastikan berlangsung sesuai
cita-cita dan tujuan negara, melalui proses pembangunan yang diselenggarakan oleh
pemerintah, dan rakyat berkewajiban mendukung serta mengawasi, sesuai mekanisme
atau sistem ketatanegaraan sebagaimana diatur dalam konstitusi negara.
Pemerintah atau pemegang kekuasaan negara dituntut harus bijak dan amanah, adalah merupakan kata kunci kepemimpinan kekuasaan negara yang dipastikan secara baik dan penuh
diterima warga negara, barulah diakui dan dikatakan berhasil. Rakyat sebagai warga negara
yang menentukan nilai baik dan buruk suatu pemerintahan pemegang kekuasaan negara, bukan sebaliknya pemerintah yang menilai kekuasaannya sendiri.
Ambon(Lorong Putri) ; 7 Oktober 2017
*Kepustakaan
; dari berbagai sumber
Tuesday, March 14, 2017
MANUSIA ; KELAHIRAN DAN KEHIDUPANNYA
Kelahiran
seorang manusia siapapun dan hingga kapanpun ke dunia, slain karena ditakdirkan
oleh Tuhan untuk terlahir, pada dasarnya tidak dapat ditentukan sendiri oleh
yang terlahirkan. Seseorang yang terlahir tidak dapat memilih dan menentukan,
dari siapa, di mana, manusia yang bersangkutan akan terlahirkan. Adanya ketika
sudah terlahirkan, demikianlah keberadaan dan keadaan itulah yang ditemui,
dihadapi dan akan dijalani dalam perjalan kehidupannya di dunia, yang secara
nyata ditemui serta dialami.
Kita sebagai
manusia, sebagaimana makhluk dunia lainnya, terlahir karena telah ditakdirkan –
menurut keyakinan keagamaan, kemudian hanya boleh menjalani dan meneruskan
posisi kehidupannya apa adanya. Karena ketiadaan pilihan sebelum kelahiran ke
dunia, maka tentu tidak mungkin memilih tidak untuk tidak menjalani apapun
kehidupan nyata yang ditemui dan akan dijalani nantinya.
Dalam hal
ketiadaan pilihan, manusia siapapun secara alami akan mengikuti bawaan
lingkungan dimana dan dengan siapa, seperti apa akan dialami dan dijalani
selanjutnya. Berarti setiap manusia dituntuk untuk kemudian melakukan
penyesuaian untuk menyatu dalam lingkungan, komunitas dan keadaan bagaimanapun.
Dikatakan terpaksa, juga tidak, tetapi kenyataan karena sebelum itu memang
tidak dapat memilih untuk menentukan keberadaannya untuk berada di dunia.
Ketidak-berdayaan
manusia dari kelahirannya terbatas kesempurnaannya, dengan tidak bisa memilih
menjadi laki-laki atau perempuan, oleh orang tua atau ayah dan ibu seperti apa,
di mana harus dilahirkan, berada pada suku-bangsa atau negara apa, ras atau
warna kulit. Begitu juga dengan
keinginan-keinginan lainnya, tidak tersedia untuk itu. Selain berada pada
kenyataan menerima seperti apa adanya sebagaimana ditemui saat terlahir ke
dunia.
Dunia manusia
adalah planet bumi yang menjadi tempat keberadaan kehidupannya. Tidak lebih
luas bila dibandingkan dengan planet lain, dan luasnya alam semesta yang
tersedia dan terlihat. Bumi sebagai lingkungan kehidupan manusia, menampung
setiap kelahiran manusia sejak semula hingga saat ini. Di planet lain di alam
raya, mungkin juga manusia dapat menjangkau dan menjalani kehidupan di sana,
tetapi itu masih menjadi impian manusia, entah nantinya bisa atau tidak, masih
dalam pemikiran dan usaha oleh manusia.
Sifat dasar
hidup kemanusiaan manusia di bumi sebagai lingkungan kehidupan, telah terbentuk
dengan berbagai hal yang terjadi berupa kebaikan dan keburukan, silih berganti
atau masih sedang berlangsung. Persamaan dan perbedaan, kebersamaan dan
pembedaan, keberagaman dan keseragaman, penyatuan dan perceraian, bermusuhan
dan berdamai, penyambungan dan pemutusan, saling suka atau benci, bersama atau
sendiri, atau siklus alami kehidupan, yaitu kelahiran dan kematian. Beragam
sifat dan keadaan yang merupakan kenyataan terjadi dan dijalani di dalam
kehidupan yang bukan saja terjadi pada manusia, tetapi juga seisi alam raya.
Hanya saja dikecualikan kepada manusia, karena unggul secara kodrat oleh
kesempurnaannya karena memiliki akal sebagai alat berpikir, tidak hanya naluri
sebagaimana makhluk hidup lainnya.
Manusia unggul
secara akal dan naluri, sehingga mampu melakukan segala sesuatu dengan
sempurna. Mampu berpikir mendahului suatu tindakan dan akibatnya. Sudah bisa
memperkirakan target dengan melalui suatu
perencanaan sejak awal tentang sesuatu yang akan dilakukan. Hasil yang
diinginkan bisa baik atau buruk, untung atau rugi, kalah atau menang, menjadi
dasar berpikir serta keinginan tindakan suatu kehendak. Tentu yang terbaik yang
diharapkan, tetapi juga porsi terburuk bisa juga diinginkan karena prihal
alasan sesuatu itu.
Antara satu
manusia dengan manusia yang lain, karena ketidak-samaan berdasarkan asal-usul
kelahirannya dan kemudian dengan sejarah perjalanan kehidupannya, perubahan,
pembentukan, dan kenyataan kekiniannya, akan selalu berbeda secara fisik dan
mentalnya. Sebaliknya kebutuhan akan kepentingan keterkaitan dan ketergantungan
diantara sesama manusia, menjadi sifat persamaan yang menghubungkan dan
menyatukan perbedaan.
Tidak ada
manusia yang bisa hidup sendiri, tidak ada kehidupan yang sempurna karena
terpisah secara sengaja, tanpa kebersamaan dalam keberagaman dan perbedaan yang
disatukan. Ketergantungan selalu hadir disaat kapanpun untuk hal apapun,
terhadap kebutuhan pada orang lain guna menyempurnakan hidup sendiri atau
kehidupan bersama. Bahkan terhadap makhluk hidup lain dan lingkungan alam
kehidupan, saling bergantung dan sama-sama membutuhkan keterkaitan untuk
memenuhi hasrat dan kekurangan masing-masing.
Kita manusia,
lahir dalam kesendirian, lalu menjalani hidup kemudian nyatanya ada dengan
orang lain, karena kita memang butuh atau dibutuhkan orang lain. Kebutuhan,
beban, dan tanggungjawab dalam hidup dan selama menjalai kehidupan, yang
mengharuskan kita tidak selalu mampu menghadapi dan menyelesaikannya sendiri,
selain dengan bantuan orang lain atau sesuatu selain kita.
Kesempurnaan
kehidupan dengan hanya menjalani kesendirian hidup dengan kemampuan sendiri,
adalah kemustahilan yang pasti dan melawan kodrat kehidupan makhluk hidup
umumnya dan keberadaan manusia khususnya, walaupun manusia sesungguhnya telah
sempurna sejak dilahirkan dan berada pada tempat dan situasi bagaimanapun.
Sempurna dengan adanya akal, tetapi bila tidak mampu secara bijak menggunakannya
untuk berpikir sempurna pula, hanya akan menghadirkan keburukan bagi diri
sendiri, berdampak kepada orang lain, serta berbahaya bagi lingkungan kehidupan
yang lebih luas.
Akal bagi
manusia adalah anugerah kekayaan tidak ternilai yang membedakan dengan makhluk
hidup seperti hewan. Hewan hanya memiliki naluri, ketika lebih bijak hidupnya,
maka manusia harusnya lebih setingkat di bawahnya.
Depok, 10 Pebruari 2017
Muhammad Thaha Patttiha
KEBHINNEKAAN ; KEBERAGAMAN TANPA MEMBEDAKAN
Oleh ; M. Thaha Pattiiha
Beda adalah bahwa
sesuatu itu tidak sama, antara satu dengan yang lain. Menjadi beda, karena
dibandingkan atau disetarakan, hasilnya adalah tidak sama. Kosakata beda,
berkembang menurut pemakaiannya, menjadi berbeda, perbedaan, membedakan, atau
dibedakan. Dasar pemahamannya sesuatu yang beda karena dada dasarnya tidak sama.
Ketidaksamaan dimaksud yang menghasilkan perbedaan, sehingga dapat membedakan
sesuatu diantaranya.Sesuatu terlihat atau dikatakan beda atau berbeda, berlaku
dalam kehidupan untuk berbagai hal dan tentu bisa saja adalah sesuatu yang
wajar, sebaliknya bisa saja menjadi masalah atau dipermasalahkan karena sebab
adanya perbedaan atau beda itu.
Berbeda-beda dalam konteks ke-Indonesia-an adalah keragaman dalam
berbagai hal, terutama multi kulturalisme. Beda atau sama, perbedaan atau
persamaan sudah lebih dahulu tercipta dan nyatanya ada, selalu akan ada, hadir
dan tersedia, akan selalu ditemui, dan dihadapi. Apapun itu, bukan sesuatu yang
mustahil untuk harus tidak mungkin dihindari, atau pun harus dianggap musuh
dengan ditiadakan. Adanya beda, sehingga kita dapat membanding, memilah
diantara sesuatu, apapun itu, tidak satu tetapi lebih, antara yang satu dengan
yang lain.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
secara realitas sosial yang memiliki kapasitas perbedaan yang rawan perpecahan
oleh multi potensi dan ragam latar belakang masing-masing, baik suku-bangsa,
budaya, agama, dan kewilayahan. Sebaliknya, ada kesamaan-kesamaan sehingga
dapat disatukan dalam sebuah negara merdeka bernama Indonesia. Kesamaan visi
dan tujuan yang mendasari keinginan untuk bersatu, bersama dalam kesatuan
sebuah bangsa untuk membangun kepentingan masyarakat dalam kesatuan secara
nasional suatu negara.
Bhinneka artinya berbeda-beda, merupakan penggalan kata dari kalimat Bhineka Tunggal Ika, pesan yang tertulis
di pita pada kaki burung garuda – Garuda
Pancasila, sebagai lambang negara
Republik Indonesia yang diciptakan oleh Profesor Muhammad Yamin dan disahkan
dengan dicantumkan dalam konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
36A. Kalimat pesan tersebut berbahasa Sansekerta,
yang berarti; berbeda-beda, tetapi
satu”. Makna tersirat dari ke-bhineka-an,
adalah pengakuan yang telah disadari sejak awal, akan kenyataan pada begitu
banyak perbedaan atau keberagaman. Saat wilayah kepulauan terbesar yang
terletak di antara dua benua dan dua samudera hendak dipersatukan menjadi
sebuah negara. Tujuannya agar negara bernama Indonesia yang dimerdekakan pada
tanggal 17 Agustus 1945, dapat bertahan selamanya hingga kapanpun dalam satu
kesatuan negara secara tunggal ika.
Indonesia adalah negara multi-etnis, multi-dimensi
kebangsaan, sudah tentu beragam pula kepentingan dan keinginan, semua memiliki
hasrat dan kepentingan yang mengarah kepada kebutuhan dan kepentingan untuk memperoleh
kehidupan layak yaitu kesejahteraan. Tuntutan yang wajar dari manfaat kehidupan
berbangsa dan bernegara satu. Keinginan mendapatkan perlakuan dan kesempatan
yang wajar dan semestinya, menjadi tuntutan setiap warga negara, sebaliknya
merupakan pertaruhan kekuasaan negara agar menghadirkannya, tanpa perbedaan
perlakuan antara satu orang atau sekelompok orang warga negara dibanding warga
negara yang lain. Segala sesuatunya terukur harus secara adil, terpikir secara
bijak, dan benar-benar pada kenyataannya mementingkan kepentingan dan keinginan
semua warga negara.
Tidaklah mudah mempersatukan perbedaan latar
masyarakat sebuah negara untuk menjadikannya sebuah bangsa yang utuh, karena
membutuhkan sesuatu yang pantas dapat dijadikan alasan sebagai ikatan dan dayarekat. Kemungkinan bersatu atau kemudian terpecah-belah, merupakan
bayang-bayang yang menghendaki adanya kepastian penciptaan kebijakan yang
menjadi harapan bersama.
Keberagaman itu nyata, perbedaan adalah ukuran
untuk menilai yang diyakini dan dianut masing-masing orang, siapa pun. Bermasalah
ketika karena perbedaan pilihan, lalu menapsir paksa keberadaan pilihan yang
lain kemudian menyalahkan, bahkan karena kebencian yang menyertainya lalu
bersikap memusuhi.
Manusia adalah makhluk yang tercipta dengan
dilengkapi akal selain rasa, sehingga indera makhluk hidup lain yang hanya
dilengkapi rasa, yang paling unggul dalam memposisikan sesuatu itu beda, tetapi
mampu mengatasinya dengan menemukan sesuatu yang dapat menjadi sama. Sebagai
manusia pun, sebagaimana juga dengan makhluk hidup yang lain, saling beda atau berbeda pada berbagai hal
karena latar belakang kepentingan dan alasan dalam kehidupan. Keseharian hidup
biasa saja berteman, berhubungan, berinteraksi dengan siapa pun. Ragam latar
yang bermacam-macam, adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan.
Saya atau orang lain, siapapun, ketika memilih
sesuatu, memilih hal apa pun dan itu berbeda dalam pilihan, tidak berarti
manafikkan pilihan orang lain yang memang berbeda. Memilih adalah cara
memastikan untuk terjadinya perbedaan. Membedah perbedaan haruslah memahami
sisi baik dari keinginan untuk tidak harus sama atau seragam, tetapi memperkaya
kekuatan bila mampu disatupadukan.
Saya sendiri, terlahir sebagai Orang Maluku, dari nenek-moyang penduduk kepulauan Maluku yang bersuku-bangsa Alifuru, telah berada dalam negara kesatuan Republik Indonesia - NKRI. Mengikuti proses awal asal-usul, diikuti juga dengan predikat keyakinan keagamaan sebagai seorang Muslim, berdasarkan kelahiran, yang tidak dalam kuasa bisa memilih saat dilahirkan. Hal yang menjadikan adanya perbedaan mungkin tida bisa memilih. Kecuali setelah itu, saya memiliki peluang pilihan secara pribadi, yaitu memilih domisili, memilih teman hidup, memilih haluan politik, memilih warna dan model pakaian, memilih untuk tidak memilih yang harus dipilih dari ketiadaan pilihan lain, bebas memilih adalah menjadi hak azasi pilihan yang mesti harus diakui orang lain, siapapun.
NKRI adalah sebuah negara besar diantara
negara-negara di dunia, besar dalam berbagai hal, termasuk besar oleh potensi
kepentingan dari dalam negeri, maupun luar negeri. Situasi negara akan makin
tidak terkendali melebarnya cela perpecahan bila perbedaan-perbedaan pandang
dan kepentingan diantara sesama warga negara baik perorangan atau kelompok, dan
juga antara warga negara perorangan atau kelompok dengan negara(penguasa),
masih terus dibiarkan dan diproduksi secara sadar dan sengaja. Silahkan saling
menilai pilihan-pilihan dimaksud, tetapi tidak dipaksakan untuk diakui, diikuti
dan atau memaksa diterima oleh siapapun, apalagi hingga harus saling menghakimi,
dan atau hingga menghina pilihan orang lain yang nyata memang adanya memilih berbeda.
Adanya perbedaan yang kemudian menimbulkan
masalah, karena dianggap sendiri yang paling baik atau paling benar pilihannya,
sedangkan yang lain pilihannya salah. Belum lagi bila “kebenaran sepihak” hanya
menjadi keyakinan orang per orang atau sekelompok orang, yang dibuat dengan
citra di permukaan atau awal seakan itulah yang sesungguhnya kebenaran
sesungguhnya. Tidak seperti itu, sebab sangat berbahaya menimbulkan sengketa dan
berujung pada perpecahan hingga permusuhan.
Perbedaan dalam kehidupan kebangsaan tidak
boleh disengketakan, tetapi didamaikan dengan penghormatan secara sadar dan
tulus, tidak basabasih, bukan sekadar lips
service. Memusuhi perbedaan, sama
saja dengan menabur benih perpecahan dengan sengaja dalam keniscayaan
peri kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak selalu seragam dan setuju berpadu
pada satu kepentingan. Butuh keseimbangan berpikir, bertindak dan berbuat,
sehingga terdapat keadilan dalam beragam permasalahan dan perlakuan.
Bijak menyikapi perbedaan, menghormati apapun pilihan
orang lain dengan tidak saling menjastifikasi kepada yang lain melalui tindakan
ketidak-adilan yang dapat berakibat menciderai, maupun menyakiti oleh adanya
kenyataan ketidak-samaan antara sesama. Pola hubungan dibangun secara setara
dan saling menghormati, tidak ada perbedaan yang disengaja, tidak ada hegemoni
satu pihak atas pihak yang lain dan tidak terkesan bertindak invasional secara
sosial, ekonomi, budaya, dan kewilayahan.
Menjaga kebersamaan adalah saling menghormati harmoni
ragam perbedaan tanpa memaksa dan berebut menguasai kebenaran secara sepihak. Butuh
keluwesan untuk mengakui, menerima, dan memberikan keleluasaan untuk hal apapun,
kepada siapapun, oleh kenyataan kebinekaan Indonesia. Dengan begitu, kesetiaan
pada kesatuan kebangsaan dalam negara berbendera sang saka merah-putih, akan
dengan tulus dihormati, dibela, dan tetap terjaga karena Indonesia memang
negara yang patut dicintai segenap jiwa-raga.
Depok, 12 Pebruari 2017
NASIONALISME ; Antara Hak dan Kewajiban
Oleh: M.Thaha Pattiiha
Nasionalisme adalah jiwa kebangsaan dalam kehidupan
bernegara, yang pada hakekatnya menyatakan tentang kesatuan rasa, pikir,
tindak, dan manfaat, baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam sikap dan
tindakan untuk mencintai dan membela negara.
Save Indonesia
Untuk itulah sebuah negara terbentuk karena dibutuhkan secara bersama-sama guna menyelenggarakan kepentingan dan tujuan, yang tidak dapat dilakukan secara perseorangan atau hanya oleh sekelompok kecil orang.
Membahas nasionalisme warga negara, yang perlu dipertanyakan lebih dahulu adalah seperti apa hak-hak warga negara diselenggarakan yang merupakan kewajiban dari negara. Sehingga kita dapat menterjemahkan kisruh kehidupan berbangsa negara Indonesia di saat ini, dengan munculnya sikap saling menyalahkan antar pihak, menuduh dan saling menakar kapasitas, berupaya dengan berbagai cara menguasai kebenaran, makin masif terjadi diantar sesama anak bangsa, baik perseorangan maupun kelompok. Saling berhadap-hadapan, atau dengan negara(penguasa pemerintahan). Kondisi ini makin sering muncul dan ramai diperbincangkan dan dipertengkarkan dengan saling menyalahkan. Warna perbedaan antara siapa berbuat apa untuk negara, demikian juga mempertanyakan negara sudah berbuat apa untuk warga negaranya.
Narasi kebangsaan secara nasional ramai diperebutkan, melalui orasi, diskusi, opini media masa, ceramah ilmiah dan agama, bahkan hingga khotbah shalat jum’at. Kesatuan ruang nilai kebangsaan menjadi terkotak-kotak karena diperebutkan dengan membangun secara sengaja maupun terbentuk tanpa disadari. Nasionalisme berbangsa seperti berada dalam situasi tersekat, memisahkan ruang dan membagi para pihak menurut kebenaran masing-masing pendapat dan pandangan masing-masing pihak.
Nasionalisme merupakan sifat umum kebersamaan
suatu bangsa yang ditunjukkan warga negara dalam bersikap terhadap negaranya,
ditunjukkan dengan perilaku selalu lebih mengutamakan kepentingan negara sendiri
daripada negara lain.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
merupakan negara multi etnis dan kultur, beragam ras, ratusan suku-bangsa,
bahasa lokal dan adat-istiadat, berbagai agama dan kepercayaan. Terpisah-pisah
pada ribuan pulau oleh lautan, rentang kendali wilayah yang luas, demikian juga
masih mengalami ketidakseimbangan karena belum sepenuhnya memperoleh
kesejahteraan dalam pembangunan, keadilan perlakuan dan kesamaan hak masih terkesan
diskriminatif, apakah itu oleh rezim penguasa negara maupun antara sesama anak
bangsa.
Baca juga ;
Tujuan Bernegara
Sebuah negara terbentuk oleh adanya warga
negara atau penduduk dan wilayah teritorial serta ikatan rasa kebersamaan untuk
menjadi satu. Bersatu dalam kesatuan karena memiliki kesamaan keinginan dan
kepentingan. Bersepakat bekerjasama memenuhi keinginan, meraih cita-cita, dan untuk
mencapai tujuan, yaitu memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan kehidupan yang
diinginkan yaitu kesejahteraan. Sebagaimana umumnya semua negara di zaman
modern saat ini, dengan bentuk dan sistem kekuasaan negara seperti apapun, maksud
dan tujuan bernegara yang diharapkan adalah untuk mencapai kesejahteraan
bersama. Bahwa, adanya negara karena diperlukan untuk menyatukan orang atau
penduduk dalam suatu wilayah secara berdaulat dengan tujuan mensejahterakan
rakyat – penduduk negaranya.
Setiap negara memiliki pemerintahan yang dipercayakan
oleh rakyat guna menyelenggarakan kekuasaan dan melaksanakan administrasi negara
serta kebijakan untuk kepentingan rakyat. Negara belum bisa mendahului
bertanya, apa yang negara telah berikan kepada rakyat, sebelum rakyat mendapat
apa yang negara telah lakukan kepada rakyat. Rakyat tanpa diminta, apalagi
dengan cara paksa - karena tidak perlu demikian, bila negara sudah lebih dahulu
melaksanakan kewajiban memenuhi kepentingan rakyat. Bagi warga negara atau rakyat
ketika negara telah menghadirkan kelayakan kehidupan dalam makna kegunaan
bernegara, maka negara mudah melahirkan dan memperoleh balas berupa kewajiban
dari rakyat melaksanakan tanggungjawab membela kepentingan negara.
Rasa cinta dalam praktek bernegara,
terselenggara ketika ada keseimbangan hak dan kewajiban diantara masing-masing
pihak, pemerintah(pelaksana kekuasaan) dan rakyat (pemilik kekuasaan).
Pemenuhan kedua hal dimaksud melahirkan kesadaran untuk tanpa dipaksa pun, akan
hadir sebagai penghargaan melalui sikap tulus membela dan berperan serta secara
aktif menunjukan cinta kepada negara. Rakyat akan merasa suka dan simpatik
melakukan kewajibannya, karena telah merasa merdeka dalam bernegara.
Jiwa dan sikap kebersamaan sebagai warga
negara secara utuh sangat dituntut terhadap kesatuan ikatan secara kenegaraan
dalam suatu negara bangsa. Ikatan kebangsaan suatu komunitas negara yang
berdaulat, mampu memenuhi kepentingan mencapai tujuan bersama warga negara
secara layak dan pantas. Dengan begitu akan melahirkan sikap dan rasa
nasionalisme karena berada dalam sebuah negara dengan prasyarat, perangkat, kebijakan,
serta tujuan sebagai sebuah negara bangsa.
Nasionalisme adalah Keadilan Rasa
Kemajuan teknologi khususnya transportasi,
komunikasi dan informasi, telah memperpendek jarak, mempercepat jarak tempuh,
dan mempermudah akses antar orang dan tempat atau tujuan. Mengikuti perubahan
ini, memungkinkan kemudahan dalam berbagai hal dan kepentingan, termasuk
bertambahnya pengetahuan tentang tata kelola yang baik sebuah
pemerintahan(kekuasaan) dalam menjalankan kewajiban negara, dan rakyat makin paham yang seharusnya hak yang secara azasi. Teritorial dan otoritas suatu
negara saat ini, tidak lagi berdiri sendiri, sebagai bagian dari telah terjadi
perubahan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Makin mudah saling
berhubungan, bersentuhan, berkaitan, mengetahui, dan saling membutuhkan, antara
rakyat maupun pemerintahan suatu negara dengan negara yang lain. Setiap negara
juga dituntut membuka diri untuk saling bertukar dan menerima kehadiran negara
lain dengan beragam kepentingan karena saling membutuhkan. Rakyat mudah
membandingkan “untung-rugi” manfaat dalam bernegara, antara negaranya sendiri
dengan negara yang lain.
Mempertanyakan nasionalisme seseorang atau
sekelompok orang dalam sebuah negara, tidak serta-merta di-label-kan kepada pihak manapun,
sebelum kewajiban oleh negara dilaksanakan terhadap hak dan kepentingan
warga negara. Sebab sesungguhnya yang dimaksudkan dalam menjalankan kehidupan
bernegara adalah ketika keseimbangan pada hak dan kewajiban telah dipenuhi dan
terselenggara secara merata dan berkeadilan.
Tidak bisa secara paksa dibangun rasa
nasionalisme dalam ketidak adilan dan ketidak bersamaan, tidak karena kepentingan
kekuasaan. Memaksa seseorang untuk menjiwai dan mencintai sesuatu hal dalam
dirinya secara sadar, mesti memenuhi keinginan dalam pikiran dan kenyataan
menjalani keseharian maupun masa depan kehidupannya. Sehingga sungguh-sungguh
melahirkan rasa dan sikap mencintai yang tulus, tanpa pamrih, berinisiatif
bersikap membela dan mengibarkan semangat kebersamaan untuk mengutamakan dan membela
kepentingan negara.
Membenturkan keinginan dan pikiran
nasionalisme sebatas pandangan kepentingan politik sepihak dan sempit dengan
tidak memenuhi hak dan kewajiban, sesungguhnya oleh negara menurut pandangan kepentingan
keutuhan secara rasional, yang sama-sama dapat dipahami dan dimaknai. Hanya akan
melahirkan benturan kepentingaan, karena akan saling berhadap-hadapan antara
pihak yang mendukung dan menolak. Apalagi dengan kecenderungan sepihak utamanya
dari penguasa negara(pemerintah) yang selalu menguasai kebenaran, sementara
warga negara seperti dipaksa tanpa pilihan harus mencintai negara bangsanya.
Berucap dengan bahasa multitafsir dan sinisme atas nama negara, tetapi
mengabaikan kewajiban mendudukan pokok masalah kepentingan mayoritas rakyat
secara jujur. Menampik ketulusan oleh bungkus kepentingan kekuasaan, maka
jadilah hanya menebarkan kebohongan kepada rakyat, tentu hanya akan menimbulkan
kekecewaan dan antipati, selain kecurigaan pada level pupusnya harapan pada hak,
sehingga berakibat abainya kepedulian rakyat memenuhi kewajibannya kepada
negara.
Baca juga ; Kebhinnekaan
Baca juga ; Kebhinnekaan
Manfaat Bernegara
Tanggungjawab pemegang kekuasaan negara adalah
untuk mensejahterakan rakyat dan memakmurkan kehidupan dalam bernegara,
sehingga tidak dibutuhkan usaha ekstra yang tidak perlu, apalagi melalui cara
pemaksaan dan pencitraan semu dan miskin bobot kejujuran dari pemangku
kekuasaan. Yakin bahwa nasionalisme warga negara, adalah bentuk sikap berterima
kasih dan penghargaan warga negara kepada negaranya atas kepentingannya yang terselenggara
dan terpenuhi dengan semestinya oleh kekuasaan negara.
Negara harus menghadirkan suasana kebersamaan
dalam strata dan ketersediaan kesempatan apapun secara adil dan merata. Dengan
begitu akan melahirkan kecintaan secara sadar dan tulus terhadap keberadaan
negara, tidak pula menghadirkan nasionalisme kebangsaan tanpa lebih dahulu
digugah, apalagi dipaksakan dengan sengaja dan dicitrakan melalui pesan “iklan”
yang sifatnya menggurui.
Rasa nasionalisme warga negara tidak tulus bila dipaksakan dengan tekanan atau pemaksaan melalui sistem kekuasaan, malah akan memunculkan kebencian terhadap pemegang atau pelaksana kekuasaan negara.
Rasa nasionalisme warga negara tidak tulus bila dipaksakan dengan tekanan atau pemaksaan melalui sistem kekuasaan, malah akan memunculkan kebencian terhadap pemegang atau pelaksana kekuasaan negara.
Saya tidak sedang berteori tentang bernegara
dan kebangsaan untuk memahami apa itu nasionalisme, baik hakekat atau arti bernegara,
tetapi menyampaikan harapan akan fungsi dari negara dalam menjalankan
kewajibannya terhadap rakyat penduduk
negara dimaksud. Tentu sudah banyak oleh para ahli yang membahas tentang
teori-teori yang berhubungan dengan keberadaan bentuk negara dan sistem
pemerintahan atau kekuasaannya. Semua teori mengarah kepada penemuan makna yang
cocok dan diperuntukkan bagi kebaikan kehidupan dalam bernegara. Dengan begitu,
rasa dan jiwa nasionalisme kebangsaan kepada negara akan secara sadar lahir dan
hidup sebagai suatu dampak positif kebaikan bernegara. Artinya, bahwa nasionalisme tidak hadir tanpa pemenuhan
secara adil dan merata oleh negara terhadap hak–hak setiap warga negara.
Keutuhan kehidupan kebangsaan secara nasional harus
diselamatkan dari perpecahan sebagai suatu bangsa. Seluruh warga negara,
komponen bangsa dan institusi negara, perlu saling mengingatkan, menuntun dan membangun
kebersamaan, mempererat kesetiakawanan sosial sesama anak bangsa, mendapatkan
persamaan hak dan kesempatan, tidak terdapat perlakuan tanpa membeda-bedakan. Tidak
boleh ada sebagian warga negara yang merasa termarjinalkan hak-haknya secara
sengaja, atau merasa negara tidak hadir.
Manfaat bernegara adalah ketika nilai
kesetaraan pada hak dirasakan adil telah dipenuhi negara. Dengan demikian setiap
warga negara dengan sadar dan alami berperan menunjukan kewajibannya mencintai
dan membela negara, yang berarti moral nasionalisme – kebangsaan, Indonesia sudah
terbangunkan, yang akan tetap terjaga, terpelihara, dan lestari.
Depok, 05 Pebruari 2017
Subscribe to:
Posts (Atom)