Oleh ; John Nikita Sahusilawane
Isu Blok Masela kembali mencuat dan memanas lantaran Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan hak kepesertaan (participating interest/PI) sebesar 10 persen tidak sepenuhnya milik Maluku sebagai daerah penghasil.
Menteri menyatakan itu secara telak di jantung Maluku, di ibu kota Ambon, tepatnya dalam satu acara terkait Kongres HMI yang berlangsung di Universitas Pattimura (Unpatti) tanggal 14 Februari 2018.
Menurut Jonan, hak ikut berinvestasi sebesar 10 persen itu akan diserahkan separuhnya (50 persen) ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Satu alasan yang paling santer terdengar adalah status Maluku dan Nusa Tenggara Timur sebagai daerah termiskin di Tanah Air. Alasan lainnya, posisi NTT juga dekat dengan titik kandungan minyak dan gas alam cair tersebut.
Tahun lalu, Pemerintah Provinsi dan DPRD NTT mendekati Pemerintah Provinsi dan DPRD Maluku untuk meminta PI 10 persen itu dibagi dua dengan mereka, namun ditolak tegas.
Kalaupun Pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM mau memberikan kepada NTT, haruslah di luar jatah Maluku tersebut, begitu jawaban DPRD Maluku.
Namun, Menteri Jonan rupa-rupanya mendasari pernyataannya itu pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 persen.
Pasal 4 huruf b dan c Permen itu menyebutkan, untuk lapangan yang berada di perairan lepas pantai dengan jarak di atas empat mil laut sampai dengan 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas, penawaran PI diberikan kepada badan usaha milik daerah Provinsi yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh gubernur;
Selanjutnya, untuk lapangan yang berada di daratan dan atau perairan lepas pantai yang berada di wilayah administrasi lebih dari satu provinsi, pelaksanaan penawaran PI dilaksanakan dengan ketentuan: 1. didasarkan pada kesepakatan antara gubernur bersangkutan yang dikoordinasikan oleh gubernur yang wilayahnya melingkupi sebagian besar lapangan yang akan dikembangkan; atau 2. dalam hal kesepakatan antargubernur sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak dapat dicapai dalam waktu paling lama tiga bulan sejak tanggal permintaan penunjukan badan usaha milik daerah, Menteri menetapkan besaran participating interest yang akan ditawarkan kepada masing-masing provinsi.
Pertahankan hak
Penolakan tegas atas pernyataan Menteri Jonan juga dilontarkan Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua, yang kini Plt Gubernur, dengan menyatakan bahwa PI itu sepenuhnya hak Maluku.
Zeth mempertanyakan dasar hukum yang dipakai untuk membagi dua hak itu dengan NTT.
Sayang, keinginan Zeth bertemu Ignasius Jonan untuk menanyakan masalah itu belum terjadi.
Ia juga menyatakan pernyataan Menteri Jonan itu tidak mengindahkan penegasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2014 bahwa PI Blok Masela milik rakyat Maluku.
Saat itu, di sela kegiatan meresmikan patung pahlawan nasional Johannes Leimena di kawasan Poka, Kota Ambon, SBY bahkan sudah menyatakan hasil PI Blok Masela sebesar Rp40 triliun diharapkan dapat benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Maluku.
Pemerintah dan masyarakat provinsi ini tentu gembira mendengar ucapan SBY itu. Ada harapan besar kelak bila kilang migas itu sudah beroperasi maka angka kemiskinan dan pengangguran dapat berkurang banyak dan Maluku bisa jauh lebih sejahtera.
Nono, yang berasal dari Maluku untuk keterwakilan di DPD RI, menyatakan pihaknya akan memanggil Menteri ESDM Ignatius Jonan untuk meminta penjelasan soal itu.
Ia juga menyatakan belum ada pembicaraan resmi antara pemerintah di tingkat pusat dengan para wakil rakyat asal Maluku dan DPD RI soal rencana pembagian PI 10 persen dengan Pemprov NTT.
Menurut Nono, PI 10 persen masih diserahkan ke Pemprov Maluku.
"Kita akan tanyakan apa benar pernyataan Menteri ESDM seperti yang disampaikan saat berada di Unpatti, dan apakah memang ada rencana pemerintah memberikan hak PI kepada Maluku dan NTT," ujarnya.
Serapan tenaga kerja
Hal lain yang juga menjadi demam pembicaraan tentang Blok Migas Masela, yang disebut-sebut memiliki kandungan minyak dan gas alam cair terbesar di Indonesia, adalah jumlah serapan tenaga kerja dari raksasa proyek migas tersebut.
Debat panjang soal pilihan kilang darat atau kilang terapung pun berkutat pada masalah biaya dan angka lowongan kerja.
Menurut Rizal Ramli, Menko Kemaritiman kala itu, serapan tenaga kerja bisa mencapai ratusan ribu orang. Angka tersebut bukan hanya dari jumlah tenaga kerja murni di proyek tersebut tetapi juga industri ikutannya, mulai dari tukang ojek hingga kuliner.
Kalau hitungan itu benar, maka dapat dipastikan tidak akan ada lagi pengangguran di Maluku, tentu saja dengan catatan semua mau dan siap bekerja sesuai tuntutan atau kebutuhan.
Pertanyaannya, benarkah demikian?
Dalam dokumen Kajian Kebutuhan Tenaga Kerja di Blok Masela yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan pada tahun 2017 disebutkan bahwa lowongan kerja di pengembangan gas abadi Blok Masela merupakan pekerjaan yang memiliki kualifikasi tinggi, sehingga sangat sedikit yang dapat mengisinya (halaman 8).
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pun belum bisa ditentukan karena kajian masih fokus pada perencanaan ulang kebijakan (akibat perubahan dari kilang terapung ke kilang darat).
Sungguhpun demikian, dokumen itu menyebutkan bahwa perhitungan kebutuhan tenaga kerja di sektor migas hampir serupa. Hal ini dapat diketahui dari beberapa proyek yang sudah beroperasi.
Ada tiga proyek migas yang dijadikan contoh, yakni Tangguh di Papua yang menyerap 10.850 orang, Pasific NorthWest LNG (3.900), dan LNG Kanada (5.350).
Data tersebut bersumber pada paparan INPEX Corporation.
Ada pun pembangunan dan pengembangan lapangan gas abadi Blok Masela memberikan dampak signifikan bagi masyarakat dengan menyerap tenaga kerja secara langsung yang bekerja di sektor migas maupun penciptaan lapangan kerja atau wirausaha baru untuk memenuhi kebutuhan pokok dan penunjang para pekerja Blok Masela.
Salah satu industri yang terkena dampak paling signifikan adalah sektor maritim dan kelautan yang turunannya mencakup pengolahan ikan dan produk laut lainnya, jasa pembuatan dan reparasi kapal, transportasi laut, ekplorasi migas, jasa penyimpanan, jasa pelabuhan, jasa penyeretan kapal, jasa kargo, jasa kapal pesiar, dan lainnya.
Persiapkan diri
Sebagai respon terhadap lowongan kerja yang dibutuhkan manakala kilang migas Blok Masela beroperasi, sudah dipersiapkan langkah-langkah yang diperlukan, baik oleh Pemerintah Provinsi Maluku maupun Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB).
Kementerian Kelautan dan Perikanan membantu di bidang perikanan tangkap, rumput laut dan teripang, Kementerian Pariwisata memfasilitasi pengembangan objek wisata potensial khususnya bahari.
Ada pun Kementerian Ketenagakerjaan membantu program-program pelatihan keterampilan kerja, kewirausahaan, dan membangun balai latihan kerja (BLK) di Maluku Tenggara Barat sebagai posko terdekat dari Blok Masela.
Pemerintah Provinsi Maluku dan Kabupaten MTB sendiri sudah memberikan beasiswa bagi para mahasiswa untuk mengambil studi terkait pertambangan dan migas.
Oleh : *
No comments:
Post a Comment