Oleh ; M. Thaha Pattiiha
(Serial; MOZAIKCoffee)
Kebersamaan semut mampu mengangkat beban melebihi kemampuan dan ukurannya tubuhnya sendiri(Foto;Dok.Pribadi)
Kutub pilihannya secara radikal menawarkan dua
sisi yang saling bertolak belakang, hitam-putih, baik-buruk, untung-rugi,
ya-tidak. Pilihan sulit, menentukan yang mana. Tidak memilih, berarti
ragu-ragu, bisa jadi terdepak ke ruang hampa kehidupan yang malah tersingkir
dan hilang dari kejelasan posisi kehidupan sebenarnya. Sementara saat ini, pola
pikir eksklusifisme yang menonjolkan keakuan sepihak, sudah tidak menguntungkan
dalam komunikasi verbal maupun melalui media perlambang ketika berharap
mendapatkan dukungan dan pengakuan. Ruang hampa itu menyakitkan kemanusiaan,
disaat media jaringan berkomunikasi dan sekaligus alat publikasi telah meretas
dinding pemisah tempat, jarak, dan waktu, apalagi kesempatan. Ego keakuan
kadang tanpa disadari muncul di saat keinginan pribadi ingin dilayani sebagai
kebutuhan untuk diakui, maka cara paling papah dari moralitas berpikir, adalah
memanfaatkan kesempatan walau harus mengorbankan orang lain.
Egoisme yang melambungkan keakuan untuk tujuan mendominasi guna diakui
dan dibanggakan, akan menghalangi rasa solider ketika ditimpa masalah. Karena
kita adalah manusia yang kesia-siaanya terpaut erat dengan keterbatasan yang
beriringan dengan kelebihan yang kita miliki. Karena itu pula kesempurnaan
tidak ditakdirkan untuk dimiliki makhluk manusia, kecuali adalah hak mutlak
Sang Pencipta – Allah.
Pada tataran komunal yang hetrogen, simpul penyatuan menghendaki
keseimbangan saling memahami serta membatasi sendiri secara intern personal
sesuatu yang dapat berakibat munculnya ketersinggungan. Meminimalkan perbedaan
dengan berupaya menemukan persamaan sekecil apapun sebagai solusi melanggengkan
kebersamaan.
Sebagai orang beriman – beragama, yang meyakini kebenaran dan kebaikan
ajarannya, tidak perlu bangga apalagi hingga harus disombongkan agamanya. Yang
perlu dan harus dilakukan adalah merasa bersyukur, sebab dengan memiliki agama
akan menjadi landasan pijak serta pedoman dalam memahami kehidupan dunia dengan
segala hal yang baik maupun keburukannya. Setiap pribadi orang beragama, pasti
memiliki ajaran keimanan untuk patuh kepada perintah Tuhannya, untuk selalu
melakukan hal baik. Dalam konteks kehidupan bersama dalam keberagaman, ajaran
agama mempedomani moralitas positif untuk ditampilkan dan dipraktekkan
menyikapi permasalahan apapun, dari sekadar kata-kata hingga perbuatan, dari
lingkungan sendiri maupun lingkungan tak berbatas.
Kehidupan ini memang diciptakan dengan perbedaan-perbedaan untuk
dipelajari dan dimengerti, agar kita berusaha menyesuaikan cara hidup dengan
menerima keberagaman bersama perbedaan yang suka atau tidak akan ditemui. Dengan
begitu akan mudah bisa bersatu - tentu dalam keseimbangan posisi dan porsi yang
benar-benar adil dan setara – sehingga mampu menyelesaikan seberat apapun beban
melewati sesulit bagaimanapun sesuatu yang menghadang.
Kampung
Bulak, 15 Oktober 2019
Salut keren Bung🙏🤝
ReplyDeleteSalam hormat vor sudara tuang Argo Kakisina
Delete