Komoditas cengkeh dan pala sebagai komoditas bernilai sejarah,
bukan berarti di-amin-kan karena
dianggap telah selesai masa jaya dan periode emas-nya. Mengembalikan kejayaan cengkeh dan pala,
memang bukan hal mudah, tetapi harus dilakukan. Harapan hidup selama ini
dipertaruhkan padanya. Wajar kalau masyarakat menuntut adanya adanya campur
tangan pemerintah daerah, untuk lebih serius
menata ulang sistem tata niaga dan membangun semangat masyarakat untuk
penanaman kembali, mengganti pohon-pohon yang telah kering dan mati. Kekeringan
hingga kematian pohon-pohon cengkeh dan pala meluas terjadi di seanteru wilayah
baku komoditas istimewa ini.
Sementara tidak terlihat ada kontrol dan
pembatasan oleh pemerintah daerah Maluku saat itu, sekalipun memang ada hal yang menggembirakan saat ini, karena pohon-pohon cengkeh tersebut sebagian
besar tidak lagi menghasilkan sebanyak sebelumnya.
Apa yang terjadi, terjadi begitu saja. Sama
sekali tidak ada tindakan atau langkah kebijakan nyata oleh pemerintah Daerah
dalam melihat kondisi demikian di masyarakat saat itu, padahal sudah seharusnya
ada memproteksi untuk menghindari akibat sebagaimana yang tengah berlangsung
saat itu. Sekarang pun masih sama saja, harga penjualan cengkeh membaik tetapi produksi petani menurun oleh
pembiaran selama ini yang telah pupus harapan para petani untuk memelihara kebun cengkeh.
Saat ini oleh petani, tanaman
cengkeh khususnya cenderung membiarkan begitu saja, menjadi mati segan hidup juga dalam rongrongan hama pohon. Petani
cengkeh merasa berjuang sendiri, sejak penanaman, pemeliharaan, hingga hasil
panen, seperti berada di wilayah tak bertuan. Harga jual hasil panen menjadi
kuasa pedagang pengumpul, lagi-lagi pemerintah daerah entah seperti apa
pertimbangan pemikirannya sehingga komoditas unggulan Maluku ini tidak menarik
bagi mereka untuk serius diurus, kecuali mungkin hanya mengurus penarikan “ngase” atau pungutan bea lalulintas
perdagangan komoditas. Keadaan yang
sama dan satu sahabat dalam nasib terhadap komoditas pala, petani pala yang
juga adalah petani cengkeh, tidak berbeda perlakuan dan gantungan harapan pada
hasil panen pala.
Pasokan cengkeh untuk kebutuhan
industri rokok khususnya, serta obat-obatan dan lain-lain, bahkan mengandalkan
impor cengkeh dari luar negeri atas ijin dan kemudahan oleh pemerintah pusat. Pemerintah
Daerah yang berkepentingan dengan nilai keunggulan sumber daya alam di
daerahnya, tidak banyak berbuat untuk menyelamatkan sumber kekayaan pendapatan
hidup masyarakatnya. Kebijakan impor cengkeh telah mengorbankan nasib kehidupan
jutaan orang, untuk itu dibutuhkan lobby
pemerintah daerah Maluku secara intensif untuk pemerintah pusat segera penghentian
impor cengkeh dan hanya menggunakan produksi dari dalam negeri yaitu dari
Maluku, apalagi kualitas cengkeh Maluku adalah yang terbaik di Indonesia maupun
dunia.
Diperlukan penciptaan solusi inovatif
dan kreatif guna mengembalikan kejayaan dan menebarkan kembali harumnya “bunga lilin” serta “kembang
fuli dan biji pala” yang pernah
menjadi tampuh kesejahteraan Orang Maluku. Pengembangannya harus seiring dengan
komoditas lain seperti kakao, kelapa, kopi, vanili, padi, jagung, kacang-kacangan, dan hasil perkebunan
maupun pertanian lainnya.
Buah Pala (Photo ;Istimewa)
Komoditas perkebunan lainnya yang
secara alami tumbuh sendiri menjadi areal hutan adalah pohon sagu, sebagai sumber
makanan pokok yang telah berumur sama dengan masyarakat penghuni bumi Maluku
sejak awal. Mengalami nasib sama seperti cengkeh dan pala, lahan perkebunan
sagu semakin berkurang dan sebagian telah lenyap areal habitatnya.
Pohon Sagu(Rumbia).(Photo.Doc.10/2015)
Dampak pergeseran pola konsumsi pangan
yang semula sagu, kini berganti dengan beras. Padahal sagu memiliki keunggulan
karbohidrat lebih tinggi dari beras atau nasi. Sagu memasok gizi untuk stamina
tubuh lebih sehat dan bertenaga, juga adalah bahan baku pembuatan panganan khas
Maluku lainnya.
Baca juga ;
Maluku Yang Kaya Orang MalukuYang Miskin
Maluku Yang Kaya Orang MalukuYang Miskin
Bumi Maluku adalah habitat asli dan
cocok untuk pertumbuhan pohon sagu, sekaligus sebagai pohon konservasi
perlindungan lingkungan. Pohon sagu yang hidup secara rumpun berguna sebagai
penampung dan pelindung sumber air baku, efektif untuk penyerapan gas karbon
dioksida, sehingga ikut membantu mitigasi perubahan iklim. Jangan sampai
diabaikan, dibiarkan merana tanpa kepedulian berarti, apalagi hingga lenyap begitu saja dari daftar
sejarah kekayaan sumber daya alam bumi Maluku.
Cara Tradisional pengolahan pati sagu, menggunakan "Goti"(Photo Doc.10/2015)
Secara tradisional tepung sagu tidak
banyak inovasi untuk menjadikannya beragam jenis produk makanan, tetapi
kebutuhan terhadap konsumsi makanan berbahan sagu masih saja tinggi
permintaannya, baik oleh masyarakat Maluku di daerah maupun yang sudah
berdomisili di lain daerah, bahkan di luar negeri. Pasar sagu belum dan tidak
akan mati sampai kapanpun, selama masih ada orang Maluku. Karena sagu dalam
kenyataannya masih lebih unggul gizinya dari pada beras, kandungan karbohidrat
dan tidak banyak halangan bagi kesehatan dalam mengkonsumsi sagu, bandingkan
dengan beras atau nasi. Tepung sagu maupun sagu matang lempengan, dapat
disimpan dalam waktu yang lama dan praktis untuk dibawa sebagai bekal atau
oleh-ole.
Peran motivasi dan inovasi oleh Pemerintah
Daerah sangat diharapkan untuk tetap dan selalu menjadikan komoditas tepung
sagu sebagai bahan makanan bukan sekadar makanan pilihan lain, tetapi makanan
utama bagi masyarakat Maluku, karena manfaat keunggulan gizinya dan sejarahnya.
Demikian juga dengan cengkeh dan pala, mesti ada inovasi beragam untuk
menjadikan hasil panen buah dan daun cengkeh, juga daging buah pala, berarti
dan bermanfaat secara ekonomis untuk masyarakat Maluku.
Masih tersedia dan membentang luas
areal lahan untuk perkebunan dan pertanian di bumi Maluku. Ragam komoditi tidak
sulit tumbuh dan berkembang oleh tanah yang masih subur alami. Demikian juga
dengan peternakan, tersedia lahan dan padang sabana yang sangat sesuai untuk
pemeliharaan dan pengembangan usaha peternakan seluas mungkin, baik oleh
masyarakat maupun korporasi. Tanam dan pelihara serta urus kembali dengan baik
dan serius komoditas cengkeh, pala dan sagu, sebagai sumber penopang penghidupan dan
kesejahteraan masyarakat Maluku. Kembalikan kecintaan dan kejayaan masa-masa penuh
kebahagiaan terhadap komuditas unggulan daerah Maluku dimaksud.
Bangun kembali semangat bertani,
bentangkan optimisme kembali membangun negeri, sediakan kemudahan berarti bagi
masyarakat oleh pemerintah, khususnya oleh pemerintah daerah, yang memiliki
perangkat struktural aparat, program, cara, dan anggaran, untuk melakukan lebih
banyak hal. Proteksi secara maksimal untuk perlindungan petani dan hasil
panennya. Lakukan yang seharusnya untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup masyarakat Maluku, hindari jangan cepat berpuas diri seakan sudah
maksimal berbuat. Mata rakyat sudah lebih baik melihat dan sudah lebih cerdas
membaca.
Depok, 25 Januari 2016
No comments:
Post a Comment