Oleh ; M. Thaha Pattiiha
Pela Gandong - Alifuru Itu Maluku/Ilustrasi(@embun01)
(Bagian akhir dari tulisan ; “PELA GANDONG ; Warisan Budaya Takbenda Bangsa Alifuru”)
(Bagian akhir dari tulisan ; “PELA GANDONG ; Warisan Budaya Takbenda Bangsa Alifuru”)
Setiap masa dari kehidupan
umat manusia dari generasi ke generasi semua kurun waktu, sejak kelahiran
hingga kematiannya, akan selalu ada hal yang dilakukan dan ditinggalkan dan
merupakan catatan sejarah peradaban generasi bangsa tersebut. Apakah itu
sesuatu yang baru tercipta untuk ditinggal dan diteruskan ke masa depan, atau melestarikan
dan meneruskan hal yang sudah ada sebelumnya.
Peradaban yang
berlangsung di masa lalu yang melahirkan nilai-nilai arif dan bijak kehidupan
bersama, tercipta sebagai suatu kebutuhan guna menjalani dan mempertahankan kehidupan
di masa itu. Baik secara personal atau bersama di dalam komunitas sendiri,
maupun untuk menjalin hubungan dengan komunitas berbeda tempat atau karena
terpisah secara geografis. Seiring waktu dan perubahan-perubahan yang
berlangsung selama kurun waktu tertentu dari sejarah perjalanan saat itu. Maka oleh
pendahulu bangsa Alifuru, nilai-nilai budaya yang bermakna positif kemudian dijadikan
kebijakan dalam menata kehidupan sosial. Mereka menyadari kehidupannya sudah
makin berkembang, meluas, dan juga makin terpisah, secara komunitas maupun
wilayah bermukim.
Hal dimaksud di
atas ternyata disadari para Datuk dan
Nenek Moyang – Lusi dan Upu Ama dalam bahasa ibu Alifuru, bangsa Alifuru di
masa lalu. Mereka telah mampu memiliki daya pikir dengan nalar yang dapat
menjangkau masa depan, dan memang terbukti bisa melewati setiap kurun masa dan
pergantian generasi umat manusia. Para Lusi dan Upu Ama telah mewariskan suatu tatanan
budaya yang sangat arif, bijak, dan cerdas, bagi kehidupan anak cucu bangsa
Alifuru di masa depan. Disadari bahwa setelah makin berkembang jumlah komunitas
manusianya, maka akan tercerai-berai menjalani kehidupan masing-masing dan
terpisah-pisah wilayah pemukimannya, diikuti perubahan perilaku karena
keinginan dan kepentingan sementara persaingan akan makin tinggi yang dapat berakibat
timbulnya “saling sikut,” hingga pun beradu nyawa. Untuk itu, perlu dicegah dengan
menciptakan “cara” agar tidak begitu saja terpisahkan, dan sampai malah saling
melupakan ataupun meniadakan – saling bermusuhan.
Selain diciptakan
nama gelar keluarga khusus segaris keturunan yaitu fam – akulturasi dari bahasa Inggris ; family, Marga menurut
bahasa Melayu(Indonesia), atau uma tau
- nama Mata Rumah dari istilah bahasa ibu
Alifuru, tercipta istilah Gandong dan Pela, atau Pela Gandong - lebih umum disebut
terbalik seperti itu.
Melalui tata cara
kehidupan yang dibangun agar baik dan teratur serta arif, untuk terus
memelihara dan menjalin erat relasi sosial di antara sesama masyarakat pribumi
bangsa Alifuru kepulauan Maluku, melahirkan suatu nilai penyatuan yang kemudian
membudaya. Nilai budaya yang sama-sama disepakati dan dijalankan dalam peradaban
bangsa Alifuru di masa lalu. Diciptakan secara sangat cerdas, yang ternyata begitu
efektif berfungsi, dan abadi melewati masa hingga menjangkau masa depan. Warisan
peradaban tentang tata krama kebersamaan dalam kehidupan sosial yang mampu
mengikuti perubahan perilaku – moralitas, generasi manusia.
Baca juga ;
Bangsa Alifuru
tidak menciptakan bahasa tulis – aksara/alphabet, untuk mendokumentasikan
nilai-nilai peradabannya. Tetapi menggunakan kecerdasan akal-pikiran untuk
menciptakan cara dalam bentuk yang lebih nyata dan mengikat bathin dan jiwa
kemanusiaan komunitas bangsanya. Cara dan bentuk-bentuk budaya yang merupakan
literatur yang meliterasi nilai-nilai peradaban masa lalu bangsa Alifuru - yang
tidak mengenal bahasa tulis, tetapi ternyata tetap terpelihara tanpa dapat
termusnahkan oleh “tekanan” akulturasi ratusan tahun yang terbawa bangsa-bangsa
asing ke kepulauan Maluku.
Dokumentasi
literasi kebudayaan yang tersimpan di dalam brankas akal-pikiran manusia
Alifuru, telah menjadi warisan – budaya takbenda, untuk generasi masa kini. Telah
diterjemahkan menjadi narasi lisan di situasi sosial informal hingga di forum
formal, begitu pun tulisan – setidaknya tulisan ini salah satu contohnya. Telah
pula warisan itu dipraktekkan, digunakan dengan dimanfaatkan sebagai alternatif
cara menyelesaikan konflik di masa kehidupan modern saat sekarang, yang sarat
dengan masifnya persaingan dan gesekan sebagai akibat maraknya konflik kepentingan.
Sesuatu itu bisa
berbentuk benda, juga berbentuk tak-benda. Diantaranya, kemampuan, keunggulan,
pencapaian tingkat kualitas budaya yang dapat bertahan melewati masa dan
generasi kehidupan manusia, seperti kearifan dalam hal tatanan moral sebagai
alat dan cara guna mengatur kehidupan sosial - kemasyarakatan. Pela Gandong
adalah contoh konkrit Warisan Budaya Takbenda
– Intangible
Cultural Heritage, khas Maluku, yang diamanatkan
para datuk dan nenek moyang bangsa Alifuru kepada generasi Maluku saat ini untuk
dilestarikan dan untuk diteruskan ke generasi masa depan. Pela Gandong
merupakan tatanan budaya yang mengandung moralitas sangat positif dan efektif
manfaatnya, telah tertata baik yang diperlukan setiap generasi manusia – Orang
Maluku, dengan maksud agar secara nyaman dan aman – damai, menjalani kehidupan
bersama sebagai makhluk sosial.
Unsur penting dalam pengertian warisan budaya
takbenda – menurut Edi Sedyawati dalam pengantar Seminar Warisan Budaya
Takbenda tahun 2002, ialah “sifat budaya
yang tak dapat dipegang - abstrak, seperti konsep dan teknologi, sifatnya dapat
berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman seperti misalnya
bahasa, musik, tari, upacara, serta berbagai perilaku terstruktur lain”. Budaya
Pela Gandong adalah “budaya hidup” yang berisi unsur filosofi dan dimiliki
Orang Maluku serta sudah berkembang dalam satu alur tradisi dari generasi ke
generasi.
Menurut UNESCO - Warisan_budaya_takbenda, seperti warisan budaya
pada suatu tempat, seperti praktik,
representasi, ekspresi, pengetahuan, atau keterampilan, serta instrumen, objek,
artefak, dan ruang budaya, dinyatakan sebagai Warisan Budaya Takbenda. Lengkapnya sesuai
Konvensi 2003 UNESCO Pasal 2 ayat 2: “Warisan Budaya Takbenda adalah
berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan – serta
instrumen, obyek, artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya- bahwa
masyarakat, kelompok dan, dalam beberapa kasus, perorangan merupakan bagian
dari warisan budaya tersebut. Warisan Budaya Takbenda ini diwariskan dari
generasi ke generasi, yang secara terus menerus diciptakan kembali oleh
masyarakat dan kelompok dalam menanggapi lingkungan sekitarnya, interaksi
mereka dengan alam dan sejarah mereka, dan memberikan rasa identitas yang
berkelanjutan, untuk menghargai perbedaan budaya dan kreativitas manusia. Untuk
tujuan Konvensi ini, pertimbangan akan diberikan hanya kepada Warisan Budaya
Takbenda yang kompatibel dengan instrumen hak asasi manusia internasional yang
ada, serta dengan persyaratan saling menghormati antar berbagai komunitas,
kelompok dan individu, dalam upaya pembangunan berkelanjutan”, dengan memelihara warisan budaya
Para Pendahulu Orang Maluku, telah mewariskan
tatanan budaya moralitas sangat positif bagi anak-cucu keturunannya. Pela
Gandong sebagai media dan solusi cerdas mengantisipasi perubahan perilaku
negatif manusia di setiap zaman dengan segala kepentingan sempitnya.
Budaya yang tak ternilai manfaat dan karena tak
berbatas waktu dan generasi kehidupan manusia, khususnya bagi Orang Maluku.
Bukan saja untuk mempersatukan, lebih dari itu untuk membentengi akulturasi
budaya asing dari luar Maluku yang dapat saja meniadakan eksistensi dan
identitas jati diri Orang Maluku dengan semua hak dan kepemilikannya sebagai Indigenous Peoples - Masyarakat Adat, pribumi kepulauan Maluku berbangsa Alifuru – (Pasal
8) Deklarasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, Akta
Nation Unies Tahun
2004, Halaman 39 - lihat ; desa. Disahkan
dalam Sidang Umum PBB tanggal 13 September 2007 di New York, dan Indonesia
adalah salah satu Negara yang menyatakan mendukung Deklarasi tersebut.
Epilog
Budaya persaudaraan Pela Gandong, harus tetap dilestarikan serta
terus diberdayakan sebagai bagian dari identitas budaya Maluku bernilai moral
positif, yang menunjukkan betapa tingginya strata peradaban Orang
Maluku tentang bagaimana cara menghargai nilai-nilai kemanusiaan
melalui kemampuan menata peri kehidupan bersama.
Kesadaran untuk memahami kekayaan budaya masa lalu seperti
budaya persaudaraan Pela Gandong secara utuh dan mendasar, betapa sangat perlu
karena penting sebagai media budaya pemersatu sesama basudara – bersaudara, Orang Maluku.
Pela Gandong merupakan “Warisan Budaya Takbenda” bangsa
Alifuru yang telah teruji efektifitas dan kegunaanya dari waktu ke waktu,
hingga telah menjadi kebudayaan Maluku saat ini. Masih perlu terus dikaji dan
dikembang hidupkan, agar tetap berfungsi dan berdaya-guna, agar tetap dijadikan
bagian dari pedoman menata masa depan dalam kesatuan utuh gerak dan cara
pandang Orang Maluku.
Kampung
Bulak, 09/11/2019
No comments:
Post a Comment