Alifuru Supamaraina: Jangan Membuat Ruang Bagi Ego Keakuan Berinkubasi

Tuesday, October 15, 2019

Jangan Membuat Ruang Bagi Ego Keakuan Berinkubasi

Oleh ; M. Thaha Pattiiha

(Serial; MOZAIKCoffee)
Falsafah Semut
Kebersamaan semut mampu mengangkat beban melebihi kemampuan dan ukurannya tubuhnya sendiri(Foto;Dok.Pribadi)

         Kutub pilihannya secara radikal menawarkan dua sisi yang saling bertolak belakang, hitam-putih, baik-buruk, untung-rugi, ya-tidak. Pilihan sulit, menentukan yang mana. Tidak memilih, berarti ragu-ragu, bisa jadi terdepak ke ruang hampa kehidupan yang malah tersingkir dan hilang dari kejelasan posisi kehidupan sebenarnya. Sementara saat ini, pola pikir eksklusifisme yang menonjolkan keakuan sepihak, sudah tidak menguntungkan dalam komunikasi verbal maupun melalui media perlambang ketika berharap mendapatkan dukungan dan pengakuan. Ruang hampa itu menyakitkan kemanusiaan, disaat media jaringan berkomunikasi dan sekaligus alat publikasi telah meretas dinding pemisah tempat, jarak, dan waktu, apalagi kesempatan. Ego keakuan kadang tanpa disadari muncul di saat keinginan pribadi ingin dilayani sebagai kebutuhan untuk diakui, maka cara paling papah dari moralitas berpikir, adalah memanfaatkan kesempatan walau harus mengorbankan orang lain.
Egoisme yang melambungkan keakuan untuk tujuan mendominasi guna diakui dan dibanggakan, akan menghalangi rasa solider ketika ditimpa masalah. Karena kita adalah manusia yang kesia-siaanya terpaut erat dengan keterbatasan yang beriringan dengan kelebihan yang kita miliki. Karena itu pula kesempurnaan tidak ditakdirkan untuk dimiliki makhluk manusia, kecuali adalah hak mutlak Sang Pencipta – Allah.
Pada tataran komunal yang hetrogen, simpul penyatuan menghendaki keseimbangan saling memahami serta membatasi sendiri secara intern personal sesuatu yang dapat berakibat munculnya ketersinggungan. Meminimalkan perbedaan dengan berupaya menemukan persamaan sekecil apapun sebagai solusi melanggengkan kebersamaan.
Sebagai orang beriman – beragama, yang meyakini kebenaran dan kebaikan ajarannya, tidak perlu bangga apalagi hingga harus disombongkan agamanya. Yang perlu dan harus dilakukan adalah merasa bersyukur, sebab dengan memiliki agama akan menjadi landasan pijak serta pedoman dalam memahami kehidupan dunia dengan segala hal yang baik maupun keburukannya. Setiap pribadi orang beragama, pasti memiliki ajaran keimanan untuk patuh kepada perintah Tuhannya, untuk selalu melakukan hal baik. Dalam konteks kehidupan bersama dalam keberagaman, ajaran agama mempedomani moralitas positif untuk ditampilkan dan dipraktekkan menyikapi permasalahan apapun, dari sekadar kata-kata hingga perbuatan, dari lingkungan sendiri maupun lingkungan tak berbatas.
Kehidupan ini memang diciptakan dengan perbedaan-perbedaan untuk dipelajari dan dimengerti, agar kita berusaha menyesuaikan cara hidup dengan menerima keberagaman bersama perbedaan yang suka atau tidak akan ditemui. Dengan begitu akan mudah bisa bersatu - tentu dalam keseimbangan posisi dan porsi yang benar-benar adil dan setara – sehingga mampu menyelesaikan seberat apapun beban melewati sesulit bagaimanapun sesuatu yang menghadang. 
Kampung Bulak, 15 Oktober 2019

2 comments: