Alifuru Supamaraina: July 2016

Thursday, July 28, 2016

POLITIK DINASTI DI MALUKU TENGAH DAN JEMBATAN KAWA-NUA

POLITIK DINASTI DI MALUKU TENGAH DAN JEMBATAN KAWA-NUA
Sungai Kawa-Nua dan jembatan yg tidak juga terselesaikan(Foto; Omar Silawane Juli 2016)

          Maluku Tengah merupakan wilayah pemerintahan tingkat kabupaten dan yang tertua di Provinsi Maluku. Kabupaten Maluku Tengah dalam perjalanan sejarah pemerintahan sebelumnya melingkupi mulai dari kepulauan Seram Laut, pulau Seram, hingga pulau Manipa, Kelang Buano, pulau Buru dan Ambalau, kepulauan Lease dan pulau Ambon, serta kepulauan Banda. Maha luas wilayah dengan segala kekayaan sumber daya alamnya, tetapi telat bangun dari tidur panjang akibat terbuai mimpi di tepi divan – tempat tidur, lalu ketika bangun malah terjatuh. Minim kreatifitas dan kepedulian, atau juga karena terbuai sifat “masa bodoh” oleh pemimpin daerahnya dari waktu ke waktu, hingga saat ini.

Masyarakat begitu dibutuhkan sangat saat adanya hajatan untuk memilih pemimpin kabupaten, yaitu Bupati serta Wakil Bupati, dan memilih para Wakil Rakyat Yang Terhormat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - Kabupaten. Di setiap 5(lima) tahun secara rutin berlangsung “pesta” demokrasi sebagai proses menuju  perubahan tatanan kehidupan masyarakat melalui perwakilan yang terpilih. Cara baik penuh harapan dari rakyat dan impian yang dijanjikan para pemimpin diawal ketika menjelang saat menentukan pilihan kepada siapa hak berdemokrasi untuk perubahan nasib diserahkan, dan seterusnya menjadi kewajiban yang terpilih untuk diwujudkan.

Maluku Tengah adalah wilayah subur di daratan dan sebaran beragam isi aquarium pada laut-nya yang bening. Hanya boleh si buta dan yang karena keterbatasan salah satu panca-indera dan si bodoh dengan daya kerja otaknya yang lemah boleh bercerita salah bahwa daerah Maluku Tengah tidak mampu menghidupi masyarakatnya akibat gersang daratan dan kering lautnya.

Membandingkan hasil berdasarkan potensi kekayaan sumber daya dalam pengelolaannya secara periodik direntang waktu setelah orde reformasi 1998, saatnya melakukan hitung-hitungan rasional,  ketika sedang bersiap menuju pergantian kepemimpinan daerah untuk yang ke-4(empat) pada Pilkada tahun 2017.

Seperti apa hubungan antara dominasi kepemimpinan kabupaten Maluku Tengah dalam periodesasi panggung hajatan pesta politik dengan keberadaan jembatan sungai Kawa–Nua, yang terletak di kecamatan Tehoru dengan panjang hampir seribu meter dan merupakan jembatan terpanjang di Provinsi Maluku. Keberadaan jembatan terletak pada status jalan nasional jalur Trans Seram yang menghubungkan Kabupaten Maluku Tengah dengan Kabupaten Seram Bagian Timur di pulau Seram.

                                                            Jembatan Kawa-Nua 3(tiga) tahun lalu(Foto; Yan Sahetapi-Matakupang)

Jembatan Kawa-Nua adalah jembatan yang merentang di atas sungai Kawa dan sungai Nua, 2(dua) badan sungai berdampingan dan menyatu di bagian hilir tempat jembatan tersebut berada.  Kontur tanah tepian sungai datar dan luas. Kondisi demikian dibentuk oleh adanya sapuan air banjir saat musim hujan yang telah berlangsung ribuan tahun sebelumnya. Kedua sungai ini mengalirkan air dari hulu, menerima dan menampung arus deras aliran air dari gunung Binaiya dan sekitarnya. Kondisi di muara memang terbuka lebar, berbeda dengan  di bagian hulu yang cenderung menyempit. Bila letak jembatan agak ke hulu, mungkin tidak akan sepanjang seperti saat ini, akan tetapi makin menjauhkan jarak tempuh sebab kalau  ke hulu dulu berarti harus kearah barat lagi baru kembali ke arah timur. Terkecuali akses jalan dari arah barat dibuka mulai dari bagian utara kota Amahai dimana jalur tersebut harus memotong jalan lingkar melalui pesisir pantai selatan, sehingga sekaligus dapat memperpendek jarak tempuh dari Amahai menuju wilayah Telutih tidak lagi melalui Tehoru - kota kecamatan, dan jembatan pun tidak sepanjang seperti sekarang ini. Rentang kendali jarak dan waktu tempuh dipersingkat dari dan menuju kota Masohi, ibukota kabupaten dan kota Ambon, ibukota Provinsi Maluku. 

Tentu ide ini mungkin saja dianggap agak menyimpang, karena membutuhkan perencanaan tata ruang baru yang berdampak pada kebutuhan pembebasan lahan serta diikuti penyediaan anggaran pembangunannya, tetapi  bermanfaat untuk kemudahan akses dan menguntungkan untuk jangka panjang. Sebaliknya ketika mengamati  pola laku pembangunan pada pulau-pulau di Maluku, lebih khusus di pulau Seram, membayangkan ide dimaksud pun terasa berat, mengingat selama  ini ada kesan yang gampang saja sulit dilaksanakan, atau malah makin dipersulit yang gampang agar ada rutinitas yang menghasilkan. Sehingga ketika diperhadapkan untuk  melakukan program khususnya pembangunan infrastruktur yang sulit dan membutuhkan waktu penyelesaian yang lama selalu dihindari oleh para pejabat pemerintahannya.

Program pembangunan berorientasi hasil (Outcomes oriented programs), sebagaimana Road Map Reformasi Birokrasi secara Nasional, tidak dibaca lurus dan jujur untuk terwujudnya peningkatan sistem pemerintahan yang kuat dalam kualitas pelayanan dan kepercayaan publik, tetapi dipahami hanya demi kenyamanan intern birokrasi. Terciptalah pembenaran situasional atas kelemahan birokrasi dengan kalimat-kalimat manis bahwa pembangunan itu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Apaan tuh….! 


Bahwa vitalnya fungsi jembatan Kawa-Nua, sepertinya bukan merupakan pertimbangan kontekstual program prioritas pembangunan bagi masyarakat di wilayah Teluk Telutih dan Seram Selatan umumnya. Tidak ada alasan rasional yang menunjukan adanya perhatian yang serius dan maksimal oleh pemerintah daerah khususnya kabupaten Maluku Tengah dan juga pemerintah Provinsi Maluku. Lamanya waktu penyelesaian jembatan Kawa-Nua yang telah lebih dari 10(sepuluh)tahun belum juga rampung hingga sekarang, mengindikasikan analisa demikian memang benar. Bukankah kepemimpinan yang di-estafet-kan dalam kedekatan keluarga, baik pada kepemimpinan di daerah Maluku Tengah, dan dengan disempurnakan anggota keluarga lain menjadi anggota perwakilan rakyat di badan legislatif tingkat pusat, menjadi mudah untuk merealisasi usulan anggaran pembangunan jembatan dimaksud. Tentu membutuhkan penjelasan rasional dan cerdas untuk menjawab tanda tanya masyarakat, yang telah mempercayakan amanat kepentingannya menjadi tanggung jawab yang mewakili untuk diperjuangkan dan dibuktikan sebagaimana mestinya.

Kepemimpinan lima tahunan Kabupaten Maluku Tengah di tiga periode terakhir, terekam dengan baik dalam pikiran dan benak masyarakat, bahwa masih setia didominasi secara masif oleh sebuah “dinasti” keluarga, baik untuk jabatan Bupati maupun perwakilan aspirasi masyarakat Maluku Tengah di lembaga politik tingkat pusat. Seharusnya tidak  menjadi sesuatu yang diperdebatkan, apabila terbaca ada kesungguhan berbuat atas penerimaan kepercayaan benar-benar dapat dijawab, melalui bukti perubahan yang dirasakan dan disaksikan lebih  maju  dan lebih baik. Terutama kebutuhan akan kemudahan akses dan kemurahan menjangkau keinginan menuju perbaikan kehidupan, melalui penyediaan pelayanan apapun yang menjadi urusan pemerintahan. Bukannya selembar rupiah dan segepok janji manis seakan itu kebaikan yang sering terjadi disaat membutuhkan dukungan masyarakat, setelah itu kembali ke masing-masing urusan tanpa saling perduli, bak dunia auto pilot.

“Dinasti” pemerintahan pada eksekutif dan legislatif di Maluku Tengah, seharusnya menjadi cara mudah menindak-lanjuti dan menyelesaikan perihal “pekerjaan rumah” pemerintahan sebelumnya. Dengan adanya kedekatan dalam keluarga mudah memuluskan hambatan politik dan komunikasi terhadap kepentingan perjuangan mendapatkan besaran porsi anggaran  pembangunan dari pemerintah pusat kepada kabupaten Maluku Tengah secara maksimal sesuai kebutuhan dari tahun ke tahun. Selain bersama saling bantu dalam kesatuan pikiran memperbesar peluang daerah meningkatkan kemampuan menghidupi diri sendiri, dengan sumber penerimaan asli daerah.  

Kemampuan memajukan ekonomi melalui pengembangan pengelolaan sumber daya alam tidak semata menguras dari dan mengandalkan hasil penerimaan dari kekayaan secara mentah, menunjukan kecerdasan yang kreatif pemerintah daerah dalam memperlakukan ketersediaan kekayaan yang dimiliki.

Maluku Tengah terlalu kaya untuk jatuh miskin, sengsara dan bodoh, bila saat ini terjadi demikian, maka itu bencana yang disengaja akibat salah urus dan minim kepedulian pemerintahannya.

Kabupaten Maluku Tengah dari waktu ke waktu, makin tertinggal dalam laju pembangunan dibandingkan dengan daerah kabupaten baru yang sebelumnya menjadi bagian integral dalam satu daerah bersama. Setelah pemekaran Kabupaten Maluku, wilayah yang berpisah untuk mengurus daerah sendiri, makin menunjukan kemajuan dan perubahan berarti. Bukti alasan pemekaran menunjukan ada yang salah atau terabaikan saat masih bergabung. Rentang kendali wilayah sebagai isu dominan dalam alasan pemekaran.Setidaknya infrastruktur sebagai sarana mempermudah lalulintas masyarakat dari dan menuju Telutih serta kabupaten Seram Bagian Timur - sebagai contoh sederhana tapi penting, terhambat oleh pembangunan jembatan Kawa-Nua yang telah lebih dari sepuluh tahun, masih belum dapat dipergunakan akibat belum selesai dikerjakan. Masyarakat pun kehilangan cara untuk meneriakkan sakit dan kekecewaannya, cenderung diam dalam kesengsaraannya.

Alasan pembiayaan melalui sistem bertahap penganggaran pembangunan - multi years, harusnya bukan berarti dengan mencicil anggaran sesuka hati dan seadanya tanpa target dan batas waktu maksimal, yang demikian itu namanya “hanya terima nasib”. Selain itu ada kesan ketidak-perdulian pemerintah daerah terhadap kebutuhan dan kepentingan rakyat khususnya masyarakat di wilayah teluk Telutih, pulau Seram bagian selatan. Wilayah Telutih adalah daerah yang pernah berjaya diakhir tahun 60-an hingga akhir tahun 80-an oleh hasil bumi komoditi cengkeh dengan kualitas terbaik di dunia.  

Kebaikan masyarakat melalui aspirasi dalam demokrasi yang dijunjung, adalah kesetiaan dari penerima dan pembawanya untuk tidak bersikap hianat dengan sengaja mengabaikan kewajibannya terhadap pemilik dan pemberi hak suara. Kepercayaan masyarakat berubah hanya ketika kesetiaan pada janji diingkari, teriakan atas kebutuhannya diabaikan. Jangan juga pernah menjadikan suara rakyat sedapat hanya bisa menjanjikan diawal saat perlu didukung dan dipilih pada musim kampanye hajatan politik, setelah itu berbalik badan melangkah dan berbuat semau pikiran demi kepentingan sendiri. Itu menyakiti nurani masyarakat dan menciderai demokrasi yang diagungkan sebagai cara cerdas mekanisme politik guna pengelolaan sistem pemerintahan yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat.

Bilakah ada kandidat yang mau bertaruh janji menyelesaikan jembatan Kawa-Nua dalam hajatan Pilkada Kabupaten Maluku Tengah di tahun 2017, untuk terselesaikan sebelum pergantian tahun menjadi tahun 2018, atau incumbent “dinasti” akan segera menyelesaikannya segera sebelum berlaga kembali untuk melanjutkan kekuasaannya ke periode kedua. Masyarakat menunggu kenyataan, bukan menanti keajaiban. Yang merasa, selesaikanlah segera jembatan sungai kembar Kawa - Nua, suara mayoritas masyarakat Teluk Telutih untuk sang kandidat menunggunya.

Depok, 24 Juli 2016

M. Thaha Pattiiha