Alifuru Supamaraina: September 2019

Sunday, September 22, 2019

Ributkan PI 10% Blok Masela, Lupa DBH Porsi Maluku

Oleh : M. Thaha Pattiiha
Lupa Dana Bagi Hasil Porsi Maluku
Ilustrasi berebut PI 10% Blok Masela(Sumber peta SKK Migas, Pemprov Maluku)
      MMengamati perbincangan di Media Sosial (Medsos), sebagian orang Maluku agaknya keliru - beta tidak ingin mengatakan itu salah tafsir atau tidak paham, memahami yang dimaksud dengan “PI 10% untuk Maluku”.  Seakan dianggap itu merupakan persentase bagi hasil keuntungan yang nantinya akan diperoleh Maluku setelah berproduksi kilang LNG lapangan gas Abadi – Abadi Field, Blok Masela. Di lapangan, ditunjukkan dengan aksi yang dilakukan Orang Maluku – Aliansi Pemuda Maluku,27) berunjuk rasa di kota Ambon, dengan tuntutan kepada Pemerintah Pusat di Jakarta melalui Pemerintah Provinsi dan DPRD Provinsi Maluku. Bahkan hingga “menduduki” salah satu ruang sidang gedung DPR RI di Senayan Jakarta.28) Satu poin tuntutannya yaitu “10%” dimaksud harus diperbesar lagi jumlahnya. Paham tidak paham, maka keliru tafsir. Sangat bersemangat memperjuangkan tuntutan yang sesungguhnya tidak perlu dituntut, itu pun bukan sesuatu yang bukan diberikan dan bukan tanpa imbalan, tetapi ditawarkan – kata halus dari "dijual." Tanpa disadari Maluku sudah dibebani, malah masih ingin ditambahkan.

Beragam komentar sebagai reaksi di media sosial, media masa online, dan aksi unjuk rasa yang muncul di publik oleh berbagai elemen Orang Maluku, karena menganggap sudah dan sedang terpojok pada posisi ketidak-berdayaan. Merasa tidak memiliki daya dan kuasa atas hak-hak kepemilikan sumber daya alam(SDA)-nya, dan menganggap ada ketidakadilan perlakuan dalam berbagi hasil perolehan sebagai Daerah Penghasil SDA - Maluku di Blok Masela, oleh kekuasaan Pemerintah Pusat(Negara Indonesia). Meski demikian, reaksi dan aksi bersuara yang dipertunjukkan khalayak Orang Maluku, layak dan patut didukung dan diapreasiasi.

Di lain pihak secara berbarengan terbaca di level pemerintah daerah, muncul semacam persaingan keinginan saling merebut bagian dari besaran angka persentase 10% dimaksud. Antara Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten Wilayah Kerja Gas Bumi - Blok Masela, dan juga dengan kabupaten/kota lainnya di Maluku. Titik fokus pada besarnya nilai uang yang dijanjikan dari hasil keuntungan 10% setelah beroperasi kilang LNG Blok Masela, memunculkan selera berlebihan hingga begitu bernafsu ingin memperoleh bagian yang lebih besar dari yang lain. Sehingga walau sudah ditelaah29) untuk pembagian saham atas hak PI 10%, antara bagian Provinsi bersama kabupaten/kota bukan wilayah penghasil, dengan dua kabupaten bersinggungan sebagai wilayah penghasil, ternyata tidak juga memastikan opsi mana yang sama-sama dipilih dan disetujui. Malah kembali diserahkan kepada Gubernur Maluku Murad Ismail oleh Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno untuk dipertimbangkan dan menentukan satu dari dua opsi30)  yang ditelaah. Opsi pertama, yakni Kabupaten Maluku Barat Daya dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar sebagai daerah penghasil masing-masing mendapatkan jatah PI sebesar 2,5%, dan 5% sisanya untuk Provinsi Maluku. Opsi kedua, masing-masing daerah penghasil sebesar 3%  dan 4% sisanya untuk Provinsi. Bagian dari provinsi masih akan dibagi lagi kepada 9(sembilan) kabupaten dan kota di Maluku. Dilema bagi Gubernur dalam menentukan pilihan satu dari dua opsi tersebut.

Antara massa publik Orang Maluku dan pimpinan pemerintah daerah, seperti tidak menyadari atau mungkin belum paham tentang hal yang ramai diributkan. Bahkan ada semacam saling rebut untuk memiliki sesuatu yang adalah beban yang sungguh tidak ringan. Beban pertanggungan dana sebagai kewajiban awal dengan jumlah nilai yang tidak sedikit, yang diharuskan bagi Provinsi Maluku, dan daerah(kabupaten) bersangkutan bila berkeinginan memiliki besaran nilai persentase penyertaan saham yang ditawarkan operator proyek pertambangan gas alam(bumi) di Blok Masela.

Angka persentase 10%(sepuluh persen) yang dimaksud adalah besaran angka atau jumlah persentase Penyertaan Modal atau Participant Interest(PI). Investasi atau penanaman modal. Menyertakan sejumlah dana untuk belanja modal dalam pembiayaan operasional proyek kilang LNG Blok Masela. PI 10% adalah besaran maksimal penyertaan modal untuk biaya investasi dalam Kontrak Kerja Sama yang wajib ditawarkan oleh Kontraktor kepada Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Milik Negara. Ketentuan tersebut tercantum di dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2016(Permen. ESDM Nomor 37/2016), dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi, sebagaimana sudah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2015 (PP Nomor 34/2015)

Bila Maluku bermaksud memiliki PI 10%, maka Maluku diharuskan menyetorkan 10% jumlah dana dari besaran nilai biaya modal keseluruhan investasi yang dibutuhkan membiayai proyek Blok Masela. Dana tersebut disetorkan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama(KKS) – Production Sharing Contract(PSC) – kontrak bagi hasil produksi, yaitu Inpex Corporation dan Shell. Dana investasi dimaksud sudah harus disetorkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Maluku melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yaitu PT. Maluku Energi, setelah proyek kilang LNG Blok Masela dinyatakan oleh Pempus resmi beroperasi dengan melalui persetujuan PoD yang sudah direvisi. PI 10% atau 10% dana investasi yang disertakan BUMD kepada operator, akan dikonversi menjadi saham milik Maluku sebesar 10% dari total kepemilikan saham pada proyek kilang LNG lapangan gas Abadi Blok Masela.

Komposisi kepemilikan saham Blok Masela saat ini, Inpex Masela Ltd - anak perusahaan  Inpex Corporation (Inpex) memiliki 65% saham dan 35% saham milik Shell Upstream Overseas Services Limited, anak perusahaan Royal Dutch Shell Plc asal Inggris-Belanda(Shell). Inpex sebelumnya memiliki saham 100% ketika menandatangani kontrak PSC pada 16 November 1998, selanjutnya Inpex melakukan kegiatan eksplorasi hidrokarbon di Blok Masela. Pada tahun 2000, ditemukan cadangan gas yang sangat potensial pada lokasi sumur yang lalu dinamakan sumur Abadi-1, yang letaknya di tengah-tengah struktur Abadi dengan kedalaman laut 457 meter dan total kedalaman 4.230 meter31).

Saham Inpex di tahun 2011 hanya tersisa 60%, karena 30% saham Inpex dijual kepada Shell Upstream Overseas Services Limited dan 10% saham dijual kepada PT Energi Mega Persada Tbk – anak usaha Bakrie Group. Akan tetapi Inpex dan Shell sama-sama membeli kembali masing-masing 5% saham yang dimiliki anak usaha Bakrie Group32). Dengan demikian komposisi saham Blok Masela, adalah 65% saham dimiliki Inpex dan 35% saham milik Shell. Komposisi kepemilikan saham yang tentu akan berubah, bilamana BUMD telah memenuhi kewajiban atas penawaran alias pemberian hak “tidak gratis” PI 10% untuk Maluku.

Permen. ESDM Nomor 37/2016, merupakan aturan turunan dari PP Nomor 34/2015 Pasal 34. Maka itu, Maluku di”tawarkan” oleh kontraktor yang berarti bukan diberikan “gratis” oleh negara(Indonesia). Apabila tawaran tersebut mampu di”bayar alias sanggup dibeli” oleh Maluku, maka posisi penguasaan atas penyertaan saham pada Blok Masela oleh kedua perusahaan kontraktor akan berkurang jumlahnya. Setidaknya bila masing-masing melepaskan 5% sahamnya, maka komposisi jumlah penguasaan kepemilikan saham nantinya dalam persentase adalah Inpex Masela memiliki 60% saham, Shell 30% saham, dan Maluku(BUMD) dengan kepemilikan 10% saham.

Secara teori mudah dijelaskan dan tentu tidak sulit dimengerti. Menjadi dipersoalkan ketika didudukan permasalahannya untuk ditindaklanjuti ke tahap implementasi guna memenuhi persyaratan atas penyerahan hak tidak gratis yaitu kewajiban dana setor sebesar 10% dari nila nominal biaya investasi Blok Masela. Seperti sudah diketahui, Proposal Revisi PoD Blok Masela sudah disetujui Pempus dan sudah pula diserahkan kepada pihak Kontraktor. Bersamaan sudah dihitung dan disetujui bersama antara Pempus dan kontraktor, nilai investasi untuk belanja modal sebesar US$ 18 Miliar hingga US$ 20 Miliar. Mungkin dalam waktu yang tidak lama lagi, pihak kontraktor akan segera menawarkan PI 10% dimaksud kepada Maluku, yang bila dihitung dengan patokan biaya maksimal, maka Maluku wajib menyediakan dana sebesar 10% dari total biaya US$ 20 Milyar, yaitu US$ 2 Milyar. Dikonversi ke nilai mata uang Rupiah, 14000/US$ 1, maka nilainya sebesar Rp 28 Triliun.

Mampukah Maluku menyediakan dana sebesar Rp.28 Triliun? Tentu tidak mampu, bahkan mimpi pun tidak bakal ketemu, sepengetahuan beta – semoga tidak keliru, Maluku tidak memiliki dana kas maupun tabungan hingga sejumlah itu. Meskipun apabila seluruh dana anggaran penerimaan satu tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) Provinsi serta 11 Kabupaten/kota  se – Maluku dikumpulkan, masih belum cukup jumlah yang dibutuhkan. APBD Provinsi Maluku tahun ini(2019), yang terbaca dari gambaran Perubahan Pendapatan Daerah dalam Kebijakan Umum dan PPAS Perubahan APBD Tahun 2019 “hanya” sebesar Rp 3,17 Triliun.33) Berharap dari PAD – Pendapatan Asli Daerah, apalagi, masih belum-belum juga melewati level angka keramat 5(lima) ratusan miliar sudah selama beberapa tahun anggaran sebelumnya hingga tahun 2019. PAD Provinsi Maluku tahun ini(2019) hanya sebesar Rp. 501,94 milyar.34)    

Penawaran PI 10% oleh kontraktor pun “berlaku syarat dan ketentuan”. Hal itu dinyatakan dalam PP tersebut di atas pada Pasal 35 – berikut  3(tiga) Ayatnya yang menyatakan bahwa jangka waktu penawaran oleh kontraktor berlaku paling lama 60 (enam puluh) hari, dan bila BUMD – Maluku, menyatakan tidak sanggup maka penawaran akan dialihkan kepada perusahaan nasional dengan tempo yang sama, dan/atau seterusnya(penawaran tertutup) hingga ada pihak yang sanggup.

Belum jelas, dan pasti permasalahan dari mana dapat diperoleh modal investasi sebesar Rp28 Triliun, tetapi sudah diramaikan dengan saling berebut porsi bagiannya, selain keliru menafsir PI 10%. Tuntaskan dulu sumber dana untuk penyertaan modal, dari mana diperoleh dan seperti apa imbal kewajiban atas dana tersebut, harus dibuka dan disampaikan dengan tanpa ada sesuatu yang disembunyikan atau ditutup-tutupi oleh Pemerintah Daerah kepada publik Maluku. Perjelas pula kabar berita, sebagaimana yang disampaikan Kepala SKK Migas Dwi Sutjipto35) , bahwa biaya investasi 10% bagian Maluku akan disokong pihak operator – Inpex dan Shell, dengan menanggung seluruh biaya lebih dulu  - sudah pula dinyatakan dalam Pasal 12 Ayat (2) Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% (Sepuluh Persen) Pada Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi. Sokongan Kontraktor yang tentu disertai dengan  catatan “syarat dan ketentuan berlakualias tidak cuma-cuma atau semacam hadiah gratis buat Maluku.

Pemerintah Provinsi Maluku melalui Pemerintah Pusat, perlu mengetahui secara baik sumber dana yang digunakan operator untuk menanggung lebih dulu 10% biaya investasi bagian Maluku. Dari manapun sumbernya, dana dengan jumlah sebesar itu yang sifatnya pinjaman modal usaha, pasti akan dikenai beban bunga pinjaman, jumlah target pengembalian dalam periode terjadwal, dan berbatas waktu pengembalian atau pelunasan. Jangan sampai bagian keuntungan milik Maluku ketika telah beroperasinya kilang LNG Blok Masela, hanya diperuntukkan mengembalikan dana yang telah ditanggung operator. Masih perlu kajian lebih detail dan lengkap, termasuk “kebaikan operator”, yang berniat berkorban dana untuk bagian saham hak Maluku. Sebaliknya negara(Indonesia) yang nantinya akan meraup keuntungan luar biasa, harusnya yang membantu mendanai - melalui BUMN Migas. Peluang untuk menyelamatkan “wajah negara(Indonesia) dari penguasaan saham 100% pengelolaan SDA oleh pihak Asing, seperti diabaikan dengan sengaja. Mungkin sedang tidak sehat indranya, sehingga berperan bak makelar saham dengan menyerahkan – dikembalikan, kepada pihak operator - Asing. Dan karena akan lebih dulu ditanggung pihak lain, dalam hal ini operator Blok Masela, maka Gubernur Murad Ismail akan mudah serta leluasa menetapkan opsi apapun untuk membagi porsi 10% saham bagian Maluku.

Maluku, selain sudah harus membuat keputusan final tentang sumber dana penyertaan modal(PI) 10%, memastikan juga kondisi kesiapan BUMD dengan klasifikasi manajemen yang memenuhi syarat. Syukur, apabila manajemen BUMD sudah bisa berbasis standar internasional - ISO, agar mampu bekerjasama dengan operator Blok Masela, dan untuk nantinya mengelola 10% saham Maluku. Perlu diingat, pekerjaan ini bermitra kerja dengan dua perusahaan migas raksasa kelas dunia.

Masih begitu banyak hal yang harus dipersiapkan dan segera dilaksanakan sejak saat ini oleh Pemerintah Provinsi Maluku, begitu pun Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar menyangkut lokasi proyek kilang LNG, serta BUMD. Sebab tidak ringan dan tidak mudah beban urusan dan tanggungjawab, belum lagi waktu operasional proyek yang tidak lama lagi. Peluang dan kesempatan emas ini harus dimanfaatkan maksimal untuk nantinya menyejahterakan seluruh rakyat Maluku. Jangan sampai disia-siakan atau disalahgunakan untuk kepentingan sepihak dan sesat.

Maluku jangan pernah lengah, tetap setia mengawal serta fokus mengikuti sambil memenuhi setiap tahapan dan momen dalam perjalanan proyek raksasa Blok Masela.  Hindari keliru tafsir dan jangan sampai gagal paham. Selain berusaha segera memenuhi kewajiban PI 10% sebagai hak saham daerah penghasil SDA gas bumi yang nyatanya tidak gratis – kenapa tidak diberikan cuma-cuma oleh negara(Indonesia) kepada Maluku? Masih ada hak Maluku yang dilewatkan dari perhatian publik Maluku. Hak Maluku sesungguhnya yang tidak seperti PI 10%, yaitu Dana Bagi Hasil(DBH) gas bumi. DBH gas bumi dengan ketentuan persentase yang pincang pembagiannya. Miris, ketika berharap ada pemerataan berdasar keadilan sehingga Maluku mampu dan cepat keluar dari kubangan kehidupan miskinnya.
Kampung Bulak, 23 September 2019

-----------------------
Sumber bacaan ;

27). Leonard, Daniel, dan Sariwating, Lexy ; Aliansi pemuda Maluku demonstrasi tuntut Otsus dan jatah menteri,
28) Aliansi Pemuda Maluku Sebar Undangan ‘Duduki’ Senayan
29). Leonard, Daniel ; Wagub Maluku tawarkan dua opsi pembagian saham Blok Masela, Pemerintah provinsi harus mendapatkan jatah lebih besar ; https://www.antaranews.com/berita/967126/wagub-maluku-tawarkan-dua-opsi-pembagian-saham-blok-masela  diundu 21/07/2019, 09;10. Wib
30). Leonard, Op.Cit
31). Menteri ESDM Jonan setujui investasi Blok Masela US$ 18 miliar-US$ 20 miliar; https://industri.kontan.co.id/news/menteri-esdm-jonan-setujui-investasi-blok-masela-us-18-miliar-us-20-miliar   diundu 16/05/2019, 21;12. Wib
32). Menteri ESDM,  Op.Cit
33). Wagub Sampaikan KUA-PPAS Perubahan APBD 2019, https://beritabeta.com/news/ekonomi/wagub-sampaikan-kua-ppas-perubahan-apbd-2019/   diundu 20/09/2019, 21;15. Wib
34). Wagub, Op.Cit
35). (gus) : Jatah 10% Pemda di Blok Masela Ditanggung Sementara Inpex Cs ; https://www.cnbcindonesia.com/news/20190624162655-4-80294/jatah-10-pemda-di-blok-masela-ditanggung-sementara-inpex-cs   diundu 29/06/2019, 22;10 Wib

Thursday, September 12, 2019

B.J. Habibie

Selamat Jalan 
Yang Mulia 
Bapak Bangsa

Baharudin Jusuf Habibie 

"Bapak Teknologi Indonesia"
&
"Bapak Demokrasi Indonesia"

Baharudin Jusuf Habibie (Sumber; ridikuluz vidio via Twitter)

B.J. Habibie di pulau Ceram  bagian timur, Maluku 1978
Foto B.J. Habibie di pulau Ceram  bagian timur, Maluku 1978.(Foto Istimewa)

Baharudin Jusuf Habibie

Baharudin Jusuf Habibie

Baharudin Jusuf Habibie

Baharudin Jusuf Habibie

Baharudin Jusuf Habibie

Baharudin Jusuf Habibie

Baharudin Jusuf Habibie

Baharudin Jusuf Habibie

Baharudin Jusuf Habibie

Baharudin Jusuf Habibie

Sumber
Antara

B.J. HABIBIE Bapak Teknologi Indonesia, Selamat Jalan

B.J. HABIBIE Bapak Teknologi Indonesia
Infografis ; antaranews.com

Judul asli ; Pak Habibie sang maestro teknologi

 Kamis, 12 September 2019 12:30 WIB

Kemajuan teknologi negeri ini tak pernah bisa lepas dari sosok Habibie. Berkat dialah Indonesia dikenal sebagai salah satu dari sedikit bangsa di dunia yang mampu membuat pesawat terbang sendiri.

COPYRIGHT © ANTARA 2019

Wednesday, September 11, 2019

Negara Telah Mengeliminasi Kepemilikan Maluku Di Blok Masela

Oleh ; M. Thaha  Pattiiha
Abadi Field Blok Masela,  Negara harus adil, proporsional, dan transparan, dalam berbagi hasil Sumber Daya Alam gas Blok Masela dengan Maluku
Abadi Field Blok Masela,  Negara harus adil, proporsional, dan transparan, dalam berbagi hasil Sumber Daya Alam gas Blok Masela dengan Maluku (Grafis @embun01/Sumber SKK Migas) 


Blok Masela terletak di bumi Kepulauan Maluku yang memiliki pemukim – manusia atau orang yang menjadi penduduk asli suatu wilayah, yang tentu jauh lebih tua dan lama usianya dari umur penggabungan dalam bentuk satu nama wilayah baru yang disebut negara. Akan tetapi Blok Masela bukan berarti hanya atau adalah milik seutuhnya masyarakat pemukim atau pribumi Kepulauan Maluku semata. Di baliknya di dalam kenyataan bernegara dengan berbagai dilema kekinian yang dihadapi daerah Maluku, tentu akan memunculkan berbagai tanya tentang apa manfaat peran negara, ketika masih dihadapkan pada situasi daerah yang kecenderungannya  mengecewakan. Wilayah daerah Maluku kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), di lain pihak masyarakatnya masih berselimut kemiskinan.

Sebagai satu kesatuan dalam sama-sama bernegara, yang paling diutamakan adalah kesamaan derajat dan mendapatkan perlakuan yang adil dan proporsional terhadap kedudukan hak dan kewajiban selaku warga negara. Hak berpolitik secara demokratis, hak penghormatan terhadap kepemilikan, dan hak untuk sama-sama memperoleh kehidupan sejahtera. Demikian dengan hak politik dalam negara Indonesia yang menganut azas demokrasi, sudah seharusnya tersedia ruang berdiskusi dan berpendapat oleh warga negara terhadap posisi negara dan setiap produk kebijakan yang ditetapkan dan dijalankan rezim pemerintahan negara. Membedah dan mengkritisi suatu produk kebijakan setiap rezim pemerintahan sudah semestinya mendapatkan ruang dan keleluasaan untuk disuarakan baik sebagai individu maupun secara bersama-sama selaku warga negara.

Memandang kedudukan negara – Indonesia, dalam kerangka berpikir nasionalisme, adalah satu hal. Tetapi bukan berarti menafikan hal yang lain dalam konteks daerah sendiri – Maluku,  oleh sebagai Orang Maluku, yang tentu tidak sangat rasional untuk diabaikan posisinya sebagai wilayah penghasil terbesar SDA gas bumi yang ada pada Blok Masela. Sementara menyaksikan kenyataan saat ini Maluku dalam kesejahteraan hidup penduduknya, sebagian masih  berkubang dalam derita hidup sebagai warga miskin dengan peringkat luar biasa. Betapa tidak, wilayah yang dianugerahi Tuhan dengan kelimpahan kekayaan sumber daya alam, dan tentu dengan jumlah penduduk tidak seberapa besar dibanding daerah lain di Indonesia, kenyataan menunjukkan masih saja miskin. Masih bertengger pada urutan ke-4(empat) provinsi termiskin dari 34 daerah Provinsi negara Indonesia.

Maluku memang salah satu provinsi dari negara Indonesia, tetapi adalah wilayah yang sejak semula atau sebelum dan hingga disatukan dalam negara Indonesia, merupakan komunitas Masyarakat (Hukum) Adat  - MHA. Sebagai MHA, secara sosial kemasyarakatannya terikat dalam tatanan hukum adat. Hukum Adat telah dengan baku mengatur dan menerangkan kepemilikan terhadap suatu wilayah atau objek yang menjadi haknya. Wilayah yang disebut atau ditunjuk, bisa apakah itu berupa wilayah di tanah (kering) daratan maupun di perairan (kali/sungai, dan hingga pun  laut – lepas pantai), sebagai hak ulayat. Suatu hak yang tidak baru dan serta-merta dimiliki, akan tetapi diperoleh secara turun-temurun, sudah sejak awal dinyatakan sebagai milik yang dikuasai secara bersama-sama dalam komunitas suatu masyarakat adat. Tanah dan perairan dimaksud, baik di permukaan maupun di balik permukaan atau di dalamnya, sudah tentu tidak tanpa memiliki atau terdapat sumber daya. Masyarakat pribumi Maluku boleh terpisah-pisah pada begitu banyak pulau, tetapi secara sosial dan budaya merasa sama-sama terikat dalam satu kesatuan MHA Maluku.

Sampai tiba kemudian negara hadir, dan Maluku dinyatakan sebagai salah satu provinsi dari Negara Indonesia, hak(azasi) kepemilikan selaku MHA lalu berubah. Maluku berada dalam keterbatasan posisi kuasa dan lemah dalam daya tawar kepentingan daerahnya. Pembatasan yang sengaja secara sadar dan direncanakan matang melalui regulasi oleh rezim pemegang kekuasaan pemerintahan negara. Negara lalu diposisikan secara formal, utuh, dan disentaralkan sebagai penguasa yang paling berhak, dan adalah pengatur tunggal dalam eksploitasi dan  pembagi hasil kekayaan SDA. Negara melalui Pemerintah Pusat – Pempus, yang berwewenang memutuskan berhak atau  tidak kepemilikan suatu kekayaan alam di daerah, serta pembagian pendapatan hasil untuk setiap kekayaan sumber daya alam yang digarap dan dikelola di semua wilayah yang terpetakan – teraneksasi, sebagai wilayah administratif kekuasaan pemerintahan negara.

Daerah Penghasil SDA setempat - sebagaimana Maluku di Blok Masela, yang harusnya adalah pemilik SDA dimaksud selaku MHA, dalam posisi tidak bisa mungkin mengelak dari penguasaan Pempus, sebab telah dibatasi hingga dihilangkan samasekali, telah "dieliminasi" hak kepemilikannya secara formal melalui konstitusi negara; Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945). Konstitusi telah dengan sangat jelas mengatur dan menetapkan negara sebagai penguasa dan pengendali utama kekayaan alam di suatu daerah – provinsi dan apalagi kabupaten/kota. Negara telah mengatur secara mendasar, baku, dan formal, sekaligus membatasi – untuk tidak dikatakan menghilangkan samasekali, hak kepemilikan sebagai daerah penghasil. Dikecualikan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat dengan otonomi khususnya, dan yang diistimewakan seperti Daerah Istimewa(DI) Aceh. Dua daerah tersebut diperlakuan berbeda, khusus, dan istimewa, oleh negara dalam hal bagi hasil SDA.

Konsep desentralisasi dan dekonsentrasi kekuasaan yang diagung-agungkan  Pempus di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah(sebagaimana sudah  dirubah beberapa kali), hanya untuk urusan yang lebih bersifat “peran-serta” di bidang administarasi birokrasi pemerintahan yang sekadar sebagai kepanjangan tangan Pempus. Daerah diberi otonomi kekuasaan wilayah tetapi dibatasi jarak, luas, volume, dan kapasitasnya. Begitu pula dalam hal pendapatan bagi hasil antara Pempus(negara) dan daerah penghasil SDA, sebagaimana UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang mengatur tentang hubungan keuangan di sektor minyak dan gas, dalam prosentase pembagian benar-benar jauh dari azas keadilan. Daerah penghasil – dengan berbagai masalah, kendala, dan keterbatasan kemampuannya, memperoleh bagian atau porsi pendapatan hasil tidak sebanding dengan kebutuhan maupun posisinya sebagai daerah – wilayah, penghasil SDA. Begitu pula di berbagai aturan secara sektoral, bahkan hampir seragam saling mengukuhkan dalam menyilang – membatasi hingga menghilangkan, kedudukan dan peran daerah penghasil, akibatnya daerah selalu kalah kala berhadapan dengan posisi negara.   

Suka atau tidak, induk regulasi oleh negara dalam melakukan tindakan “pembatasan” kepada daerah penghasil SDA, adalah Ayat (3) Pasal 33 UUD 1945 – sebelum dan sesudah diamandemen, bahwa ; “bumi dan dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Atas dasar ayat-ayat sakti konstitusi, posisi Maluku beserta kekayaan SDA gas Blok Masela, sudah diatur dalam aturan turunannya yaitu UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. UU dimaksud menjelaskan tentang posisi Negara yang memberikan wewenang kepada Pemerintah Pusat dengan status sebagai Kuasa Pertambangan sebagai eksekutor dalam mengatur dan menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi sumber daya alam pertambangan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, di antaranya adalah pertambangan gas di Blok Masela.

Masela adalah nama yang diambil dari nama pulau terdekat, pulau Marsela, untuk menamai area lapangan atau blok gas alam abadi. Kekayaan kandungan gas pada blok Masela hampir tidak terbatas potensinya, sehingga disebut lapangan Abadi atau Blok Abadi. Letak blok gas tersebut berada di perut bumi dasar laut Arafura wilayah Kepulauan Maluku, tetapi adalah “kekayaan nasional” sebagaimana dinyatakan dalam Pasal (1), dan hak penguasaan sepenuhnya oleh negara diformalkan dalam Pasal (2) UU Nomor 22 Tahun 2001. Sementara Pemerintah Daerah - Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagaimana Ketentuan Umum Pasal (1) Ayat (22) UU yang sama, “ hanya” diposisikan sebagai Badan Eksekutif di Daerah di mana letak area objek pertambangan.

Posisi Maluku – begitupun daerah lain yang sama sebagai daerah penghasil, jelas secara formal telah dieliminasi melalui regulasi dalam UU dimaksud yang dibuat Pemerintah Pusat. Dengan demikian, kuasa kepemilikan tidak pada daerah sebab telah tersingkirkan atau disisihkan oleh kekuasaan Pempus atas nama negara. Daerah pemilik harus mengalah, kecuali dianggap untuk difungsikan hanya sebagai pelaksana kebijakan dan perintah kekuasaan Pempus di daerah. Maka itu, tidak heran kita menyaksikan dalam hampir setiap pembicaraan dan apalagi pengambilan keputusan penting tentang Blok Masela di dalam lingkup  Pempus, maupun ketika berunding dengan pihak Kontraktor(Investor) – Inpex dan Shell, Maluku tidak disertakan. Daerah Penghasil hanya boleh menerima yang diputuskan Pempus(Negara), termasuk keputusan Blok Masela dikelola sepenuhnya(100%) oleh pihak Kontraktor Production Sharing Contract(PSC) - kontrak bagi hasil produksi, Inpex Corporation - Jepang(65% Saham) dan Shell – Belanda(35%Saham).

Blok Masela 100% pun sepenuhnya dikuasai pihak asing. Makna kedaulatan negara dan nasionalisme kebangsaan dalam penguasaan guna memproteksi kekayaan negara sebagaimana amanat konstitusi negara kehilangan esensinya. Kadang menjadi semacam omong kosong politik melalui politisasi jargon patriotis yang terasa manis dan terdengar indah. Pada kenyataannya hanya rayuan palsu kepada rakyat – khususnya di daerah, yang papah cara dan buta jalan untuk mempertanyakannya.

Konstitusi negara, bukanlah Kitab Suci Agama yang adalah Wahyu Allah yang tidak mungkin bisa dapat dirubah manusia. Berbeda dengan Konstitusi yang bisa dirubah-rubah atau diamandemen. Konstitusi UUD 1945 sudah mengalami amandemen malah sampai 4(empat) kali. Begitu pula sistem pemerintahan Negara Indonesia - pascareformasi tahun 1998, telah berubah dari rezim pemerintahan dengan sentralisasi serta konsentrasi kekuasaan yang hanya pada Pempus, menjadi desentralisasi dan dekonsentrasi kekuasaan kepada pemerintahan daerah. Daerah diberi wewenang kekuasaan berupa otonomi kekuasaan di masing—masing daerah, khususnya kabupaten/kota, tetapi bukan tidak terbatas. Konstitusi diamandemen lagi, kenapa tidak. Atau kembalikan ke semula, dan diikuti perubahan pada berbagai UU dan serta aturan-aturan turunannya, yang membuat daerah merasa diabaikan peran dan fungsinya dalam sama-sama mengurus kepentingan negara di daerah, dan khususnya untuk hak-haknnya sebagai daerah penghasil SDA.  

Reformasi regulasi diperlukan, sehingga daerah penghasil seperti Maluku, merasa ada keadilan dan kesetaraan oleh negara dalam menikmati porsi kekayaan wilayahnya secara proporsional dan transparan, sehingga mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Negara pun tetap berfungsi serta tetap pula mendapat porsinya, termasuk porsi bagian berbagi dengan daerah lain yang bukan daerah penghasil atau minim SDA. Reformasi juga mengamanatkan keleluasaan dalam kerangka demokratisasi yang menyediakan ruang dan jalur kepada rakyat menyuarakan tuntutannya, agar negara dapat menuntun daerah secara bijak dan adil. Dengan begitu,  dapat menepis munculnya riak arus untuk tidak menjadi gelombang  yang nantinya malah merepotkan negara.

Kampung Bulak, 11 september 2019

Bersambung tulisan bagian ke empat ; “Berebut PI 10% Lupa DBH Blok Masela”
 Bagian ke tiga dari tulisan ; Blok Masela Maluku Hanya Layanglayang

Wednesday, September 4, 2019

MA’ATENU PAKAPITA, TRADISI BESAR YANG LESTARI


MA’ATENU PAKAPITA, TRADISI BESAR YANG LESTARI

Atraksi Ma'atenu Pakapita di Negeri Pelauw Pulau Haruku(Foto: Andhy Tuasikal)

Ma’atenu Pakapita adalah tradisi besar Hatuhaha Amarima Lounusa yang hingga kini masih lestari. Hatuhaha adalah satu kerajaan dan komunitas masyarakat adat yang terdiri dari Negeri Pelauw, Kailolo, Kabauw, Rohmoni dan Hulaliu.
Sore itu, Kamis, 10 Januari 2019, para pemuda dari Matasiri, Negeri Pelauw menghidupkan kembali Ma’atenu Pakapita. Diadakan sebagai bagian dari salah satu ritual dalam pembangunan Rumah Soa / Adat Marga Salampessy.
Selain dalam sejumlah acara adat yang dianggap sakral, Ma’atenu Pakapita juga biasanya diadakan secara kolosal dengan ribuan peserta tiga tahun sekali. Upaya merawat tradisi, dan memuliakan warisan para leluhur, yang saat dilaksanakan juga menarik banyak wisatawan.
Unjuk kebolehan kebal terhadap senjata tajam ini adalah bagian dari ekspresi nilai-nilai perjuangan, heroisme dan patriotik yang dimiliki dan diwarisi dari para leluhur orang Hatuhaha, yang dalam sejarahnya selalu terdepan melawan penjajah atau kolonialisme.
Satu atraksi yang menunjukan bahwa tradisi dan adat istiadat masih tetap terjaga dan lestari, di tengah kepungan modernisme dan majunya teknologi. Dunia boleh saja berubah dan tradisi banyak yang tergerus roda zaman, namun Matasiri-Pelauw sebagai bagian utama dari Kerajaan Hatuhaha tetap kekal di sana.
Di Matasiri, kita akan lihat bagaimana akulturasi adat dan agama bisa berjalan seiring-sejalan, saling menguatkan karena sama-sama ada dalam jalan besar menuju kemuliaan, mengikat persaudaraan dan meninggikan kemanusiaan. Sebesar apapun tantangan dan cobaan, nilai ini akan tetap dijunjung.
Dari generasi ke generasi Matasiri, akan terus meyakini, bahwa mereka ada karena adat, dibesarkan oleh adat, dan akan terus menjaga dan melestarikan adat. Komitmen kolektif setiap anak adat.
Apa yang ada di Hatuhaha, di Nusa Ama (Pulau Haruku.red), Kabupaten Maluku Tengah, adalah bagian dari ribuan tradisi di Kepulauan Maluku yang terus hidup dalam jiwa para putra-putrinya. Bukti bahwa Maluku bukan hanya 1000 pulau, tapi juga adalah Negeri 1000 tradisi.
(Tulisan ini diolah dari catatan Ikhsan Tualeka salah satu Putra Matasiri, dilaman Facebook-nya)

Sumber ;  tabaos.id

Monday, September 2, 2019

”Iming-Iming” Multiplier Effect Dari Onshore Kilang LNG Blok Masela

Oleh ;  M. Thaha Pattiiha
Multiplier Effect Onshore Kilang LNG Blok Masela
Multiplier Effect Onshore Kilang LNG Blok Masela (Sumber; Kemen.ESDM, SKK Migas, & Inpex/Grafis;@embun01-02092019)

           Selain akan dinikmati manisnya hasil keuntungan penjualan hasil produksi LNG dari Lapangan Gas Abadi Blok Masela, adalah berupa prakiraan – semacam “mimpi indah yang dengan manis dijanji”, berupa akan adanya Multiplier Effect dari skema produksi onshore atau kilang LNG di darat. Kebutuhan dunia akan energi bagi ekonomi industri masih cukup besar ketergantungan pada sumber daya energi tidak terbarukan,  memaksa para pelaku perekonomian, baik swasta maupun pemerintah lebih kreatif dan inovatif terhadap keterbatasan ketersediaan sumber-sumber energi.   Dengan begitu, gas tidak lagi hanya diubah menjadi LNG kemudian diekspor, tetapi gas juga dibutuhkan sebagai energi serta bahan baku industri petrokimia dan turunannya. Sehingga  dimungkinkan dapat mengembangkan industri lokal, dan diharapkan dapat membuka lapangan kerja, perolehan dan atau penghematan devisa negara, tumbuh dan berkembangnya pengusaha nasional dan daerah serta industri tersier.

Multiplier Effect dari beroperasi Lapangan Gas Abadi Blok Masela pada tahap eksploitasi, adalah bagian dari kemungkinan yang diharapkan dari yang  tersebut di atas. Kemungkinan yang tentu merupakan sesuatu yang masih sebatas impian, dan janji “akan”, sudah dipastikan saat ini dari pemerintah Indonesia, dan hal itu ikut diyakinkan pihak kontraktor proyek, Inpex Masela.

Sebelum ada penetapan pilihan dari Offshore ke opsi Onshore, LPEM – FEUI sudah lebih dulu melakukan kajian tentang Multiplier Effect, walau diberi catatan sebagai bahan penelitian lembaga tersebut.  Hasil kajian dimaksud, menguraikan dampak investasi kepada industri hilir ketika telah beroperasi proyek gas Blok Masela apabila dengan kilang LNG dibangun di darat - onshore, yaitu ; Industri logam Dasar, Industri tambang non-logam, Pupuk, Petrokimia, Listrik, Jasa Pemerintahan dan jasa lainnya, Konstruksi dan sewa bangunan, Angkutan, komunikasi dan logistik, Pertanian, Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Industri manufaktur lainnya, Pendidikan dan Kesehatan, serta Perbankan dan Keuangan.

”Iming-Iming” Multiplier Effect Dari Onshore Kilang LNG Blok Masela
Ilustrasi Multiplier Effect bagi perekonomian dari Gas Abadi Blok Masela(Sumber Infografis ; LPEM-FEUI,/SKKMigas)

Setelah dipastikan skema kilang LNG dibangun di darat dan diikuti dengan dilakukannya revisi PoD, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM.FEB-UI) Jakarta dan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon,15) dilibatkan untuk meneliti dampak ganda langsung dan luas dari onshore kilang LNG proyek Blok Masela, dari selain kegiatan utama pertambangan. Penelitian dilakukan pada tahun 2018, dengan asumsi fase konstruksi tahun 2022 sampai akhir fase produksi pada 2055. Hasilnya sebagaimana disampaikan VP Asia Project Inpex Corporation Kenji Kawano dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (16/7/2019). Diasumsikan akan ada Potensi terbukanya lapangan kerja sebanyak 73.000 orang selama 33 tahun fase produksi, dan sejumlah “manfaat” lainnya. 16)

Secara nasional, proyek Masela diproyeksikan bakal menghasilkan potensi penerimaan negara Indonesia sebesar US$ 153 miliar atau setara Rp 2.142 triliun, dengan penciptaan penghasilan bagi rumah tangga  nasional sebesar US$ 33 miliar atau setara Rp 462 triliun. Bagi Maluku secara provinsi, memiliki potensi penerimaan sebesar US$ 95 miliar atau setara Rp 1.330 triliun dan penghasilan bagi rumah tangga provinsi sebesar US$ 7 miliar atau setara Rp 98 triliun, serta menciptakan lapangan kerja 21.000 orang. Di level kabupaten Kepulauan Tanimbar – lokasi proyek, penerimaan kabupaten sebesar US$ 90 miliar atau setara Rp 1.260 triliun dan penghasilan bagi rumah tangga kabupaten sebesar US$ 5 miliar atau setara Rp 68,8 triliun, serta peluang lapangan pekerjaan sebesar 8.000 orang. Mentari ESDM-RI,17) menyatakan pada saat pembangunan dapat menyerap 30.000 orang tenaga kerja langsung maupun pendukung, dan saat beroperasi akan menyerap tenaga kerja antara 4.000 - 7.000 orang, termasuk pembangunan industri petrokimia.

Kajian dari hasil penelitian tersebut, masih sebatas asumsi yang butuh pembuktian pada saatnya.  Akan tetapi telah berani dijadikan sebagai “iming-iming” – janji manis sebatas khayal, pasti oleh pihak bersangkutan yang menguasai dan ingin sekali memiliki kekayaan minyak dan gas(migas) raksasa dan abadi Blok Masela,  yang lebih khusus ditujukan kepada masyarakat Maluku. Maluku sebagai wilayah sumber kekayaan dimaksud, sengaja diyakinkan melaui iming-iming multiplier effect, bahwa betapa akan “berbuah manis” pada waktunya. Prakiraan dampak ganda - multiplier effectadalah Pemerintah Pusat dan Daerah yang paling bertanggung jawab mengeksekusi, bukan kontraktor, sehingga iming-iming multiplier effect benar-benar terbukti, dan harus dipastikan hal itu bukan semacam janji politik yang mudah dan seringkali diingkari.

President & CEO Inpex Takayuki Ueda, menyatakan bahwa karakteristik proyek - gas blok Masela, berdasarkan revisi PoD sekarang ini cukup kompetitif dan keekonomiannya sangat masuk akal karena Lapangan Gas Abadi mempunyai produktivitas reservoir yang sangat bagus dan merupakan salah satu sumber gas terbesar yang ada di dunia.18)

Bagi kontraktor proyek - Inpex Masela dan Shell, sudah jelas bukan pihak eksekutor lapangan dampak ganda pengelolaan gas Masela. Disampaikan VP Corporate Services Inpex Masela, Nico Muhyidin - berdasar kajian LPEM.FEB-UI dan Unpatti, “multiplier effect yang berdampak langsung selain pertambangan juga industri manufaktur, pertanian, keuangan, real estate, perdagangan, hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi, serta lainnya.” Namun, Nico juga menyebutkan bahwa hasil kajian efek berganda ini adalah hasil indikatif, dan sesuai dengan ketentuan kontrak bagi hasil di Indonesia, tanggung jawab dari kontraktor/investor - dalam hal ini Inpex, adalah melakukan eksplorasi, eksploitasi dan pengembangan minyak atau cadangan gas.19)

Pernyataan terakhir di atas, memberi peringatan kepada pemerintah pusat maupun daerah, untuk segera memulai mempersiapkan bukan saja regulasi, tetapi juga program nyata yang implementatif dan terukur yang  disesuaikan dengan gerak jadwal waktu dan program kerja operasional proyek Blok Masela. Banyak hal yang perlu dipersiapkan dan segera dieksekusi pelaksanaannya, antara lain mempersiapkan sumber daya manusia, maupun infrastruktur fisik. Harapan masyarakat, khususnya masyarakat Maluku pada selain proyek induk kilang LNG, adalah pada multiplier effect yang akan lebih luas menjangkau berbagai bidang aktifitas dan melibatkan lebih banyak masyarakat. Tentunya, dengan belajar dari pengalaman tentang keberhasilan dan kegagalan multiplier effect dari berbagai proyek besar maupun kecil sebelumnya.
Baca juga ; 

Sebagai contoh, diingatkan oleh Aussie Gautama20)mantan Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), bahwa perdebatan mengenai opsi Onshore dan Offshore, tidak menjadi penentu apakah multiplier effect dari Blok Masela ini bisa dirasakan rakyat Indonesia Timur - Maluku, atau tidak ke depannya. Dia mencontohkan, tambang emas di Papua yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) selama puluhan tahun, namun hingga saat ini tidak juga membawa kemakmuran bagi masyarakat Papua. Padahal, tambang tersebut terletak di darat. Menurutnya, "Multiplier effect ini bukan masalah onshore atau offshore. Kita lihat Freeport, tambangnya di tengah Irian, tapi makmur kah Irian, Papua?" Contoh lainnya adalah pembangunan Kilang LNG di Bontang. Aussie pun jujur mengatakan bahwa tidak ada multiplier effect pemerataan yang dihasilkan secara adil dan nyata dari pembangunan kilang di Bontang. Dikatakannya ; “Orang-orang di sekitar Bontang ketika diwawancara mengatakan, di dalam situ makmur ada lapangan golf, tapi kita di sini miskin, kumuh, tidak ada listrik." Seorang mantan Deputi dari lembaga resmi – SKK Migas, pejabat pada lembaga yang dalam wewenang atas nama negara bertugas mengatur dan mengawasi dari hulu hingga hilir urusan perminyakan dan gas bumi negara ini, tentu tidak asal berkomentar kecuali memang fakta itu terbukti nyata disaksikan.

Contoh yang lain adalah di Provinsi Jambi, yang merupakan hasil Studi Kasus21)  tentang Dampak Kegiatan Usaha Hulu Migas terhadap Perekonomian Regional Wilayah Kerja Migas, khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebuah kabupaten penghasil migas. Sebagaimana dipublikasikan Pusat Data Dan Teknologi Informasi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral 2016. Ternyata dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat menunjukan beberapa indikator ekonomi sosial dan pembangunan yang lebih rendah dibanding daerah lain yang bukan penghasil di provinsi tersebut. Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebagai daerah penghasil migas justru memiliki data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah dibandingkan Kabupaten/Kota lain di Provinsi Jambi.
Maluku harus belajar dari fakta catatan buruk emas Timika Papua dan gas Bontang Kalimantan, yang tidak merubah secara berarti dan maksimal nasib kelam masyarakat, khususnya yang bermukim paling dekat dengan area pertambangan. Kisah menyedihkan dari fakta sedemikian menjadi pelajaran penting bagi Maluku untuk gas Masela, agar tidak mengulang kesalahan yang sama seperti yang dialami pribumi Papua dan pribumi Kalimantan. Fakta yang juga bukan tidak pernah terjadi di Maluku. Pribumi Maluku tentu sudah dan masih juga mengalami pengalaman pahit, seperti minyak bumi di Bula – pulau Ceram, emas di pulau Romang dan Buru, tembaga dan emas di pulau Wetar. Tidak saja di hal pertambangan, tetapi di SDA yang lain pun sama nasibnya, misalnya ikan dan mutiara di kepulauan Aru, perkebunan sawit di pulau Ceram, dan kayu pada ratusan ribu hektar hutan-hutan alam yang tersebar di pulau Ceram, Buru, Yamdena dan kepulauan Aru.

Adalah kebodohan luar biasa, malah kedunguan akut, bilamana akan kembali terulang terjadi kondisi kemiskinan yang sama – lagi-lagi khususnya, pribumi pemukim di sekitar wilayah pertambangan gas Blok Masela - masyarakat pribumi Kepulauan Tanimbar, maupun keseluruhan pribumi Maluku.

Berikhtiar untuk berhati-hati itu perlu, sebab potensi kekayaan SDA Maluku sudah seharusnya diperuntukkan untuk menyejahterakan rakyat Maluku, dan Lapangan Gas Abadi Blok Masela sudah dipastikan akan dioperasikan 8 tahun lagi, memulai produksinya di tahun 2027. Proyek Blok Masela bagi negara Indonesia, kata Mentari Jonan, adalah investasi asing terbesar sejak 1968 dan “simbol pembangunan di Indonesia Timur yang berskala global setelah Freeport Indonesia”. 22)

Proyek Blok Masela, selain memiliki kandungan gas abadi, dan abadi dalam hitungan kurun waktu, serta dapat menghidupi dan memposisikan  banyak orang pada tingkat yang benar-benar sejahtera. Juga adalah proyek petro-dollar abadi, karena akan menghasilkan nilai uang yang sepantasnya dihitung dalam mata uang dollar, bukan rupiah. Optimisme itu ditunjukkan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, sehari sebelumnya, Senin, Juli 2019 di Jakarta,23) menyatakan cadangan di Blok Masela masih akan cukup untuk kembali dieksploitasi, bahkan saat Inpex telah menyelesaikan kontraknya pada  2055 sesuai salah satu isi PoD tentang perpanjangan kontrak. Dikatakan, jumlah cadangan tersisa dari Masela nantinya setelah dikelola Inpex bahkan masih lebih besar dari jumlah cadangan gas di Lapangan Jambaran - Tiung Biru. “Jadi dari yang sekarang saja itu masih ada sisa sampai 4 TCF. Kira-kira dua kali lipat dari Jambaran Tiung Biru sekarang.” Jambaran - Tiung Biru (JTB) adalah proyek gas yang dikelola Pertamina EP Cepu, berada di Desa Bandungrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, yang rencananya menghasilkan produksi gas 172 MMscfd. 24)

Rekomendasi SKK Migas yang juga disetujui Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menyebutkan jumlah cadangan Blok Masela yang telah disertifikasi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS” untuk P1 – Cadangan gas+kondensat Terbukti + P2 - Cadangan Mungkin, sebesar 18,54 TSCF (hingga technical limit tahun 2062). Secara komulatif hingga tahun 2055, produksi gas sebesar 16,38 TSCF (gross) dan penjualan – sales, sebesar 12,95 TSCF.  dengan kapasitas produksi dalam bentuk gas alam cair – LNG, 9,5 MTPA serta gas pipa 150 MMSCFD atau laju produksi gas plateau sebesar 1.750 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) selama 20 tahun. Untuk kondensat, komulatif produksi hingga 2025 sebesar 225,28 MMSTB - Million Stock Tank Barrels, dan sebesar 277,32 MMSTB (hingga technical limit 2062), dengan laju peak produksi kondensat 35.443 BCPD - Barrel Condensate Per Day, pada 2028 yang akan mulai berproduksi pada 2027.25) Kondensat – Condensate, adalah hidrokarbon berbentuk cair yang diperoleh dari gas alam melalui proses kondensasi atau ekstraksi.

Luar biasa dan abadi, nilai kekayaan migas Maluku. Belum lagi, sementara inipun masih ada lagi kekayaan SDA Migas Maluku yang akan menyusul, tetapi masih dalam tahap eksplorasi oleh Inpex Corporation – 100% saham, yaitu Blok Babar Selaru. Blok dimaksud sepertinya memiliki lapangan eksplorasi lebih luas dari Blok Masela, yang mungkin pula memiliki potensi yang sama atau lebih besar lagi dari Blok Masela. Hal ini dapat dibaca pada peta oleh SKK Migas tentang “Komitmen Inpex Untuk Indonesia”.
”Iming-Iming” Multiplier Effect Dari Onshore Kilang LNG Blok Masela
Komitmen Inpex Untuk Indonesia(Sumber;SKKMigas)

Pemerintah Indonesia telah memberikan persetujuan terhadap rencana pengembangan Blok Masela oleh Inpex Masela – anak perusahaan Inpex Corporation, pada Selasa, 16 Juli 2019 di Jakarta.26) Pertanda positif Blok Masela akan segera beroperasi, diawali persiapan menuju fase konstruksi pembangunan kilang di darat, untuk nanti akan memulai produksi tahun 2027.  Berharap pada iming-iming manis dan indah disaat awal ini akan adanya Multiplier Effect menjadi kenyataan, semoga bukan harapan yang pada saatnya malah terbukti hanyalah sebatas iming-iming

Kampung Bulak, 02/09/2019

Bersambung ke bagian keempat ; Negara Telah Mengeliminasi Kepemilikan Maluku Di Masela"