Alifuru Supamaraina: KEBHINNEKAAN ; KEBERAGAMAN TANPA MEMBEDAKAN

Tuesday, March 14, 2017

KEBHINNEKAAN ; KEBERAGAMAN TANPA MEMBEDAKAN

Oleh ; M. Thaha Pattiiha
KEBHINNEKAAN ; KEBERAGAMAN TANPA MEMBEDAKAN

                       Beda adalah bahwa sesuatu itu tidak sama, antara satu dengan yang lain. Menjadi beda, karena dibandingkan atau disetarakan, hasilnya adalah tidak sama. Kosakata beda, berkembang menurut pemakaiannya, menjadi berbeda, perbedaan, membedakan, atau dibedakan. Dasar pemahamannya sesuatu yang beda karena dada dasarnya tidak sama. Ketidaksamaan dimaksud yang menghasilkan perbedaan, sehingga dapat membedakan sesuatu diantaranya.Sesuatu terlihat atau dikatakan beda atau berbeda, berlaku dalam kehidupan untuk berbagai hal dan tentu bisa saja adalah sesuatu yang wajar, sebaliknya bisa saja menjadi masalah atau dipermasalahkan karena sebab adanya perbedaan atau beda itu.

Berbeda-beda dalam konteks ke-Indonesia-an adalah keragaman dalam berbagai hal, terutama multi kulturalisme. Beda atau sama, perbedaan atau persamaan sudah lebih dahulu tercipta dan nyatanya ada, selalu akan ada, hadir dan tersedia, akan selalu ditemui, dan dihadapi. Apapun itu, bukan sesuatu yang mustahil untuk harus tidak mungkin dihindari, atau pun harus dianggap musuh dengan ditiadakan. Adanya beda, sehingga kita dapat membanding, memilah diantara sesuatu, apapun itu, tidak satu tetapi lebih, antara yang satu dengan yang lain.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara realitas sosial yang memiliki kapasitas perbedaan yang rawan perpecahan oleh multi potensi dan ragam latar belakang masing-masing, baik suku-bangsa, budaya, agama, dan kewilayahan. Sebaliknya, ada kesamaan-kesamaan sehingga dapat disatukan dalam sebuah negara merdeka bernama Indonesia. Kesamaan visi dan tujuan yang mendasari keinginan untuk bersatu, bersama dalam kesatuan sebuah bangsa untuk membangun kepentingan masyarakat dalam kesatuan secara nasional suatu negara.

Bhinneka artinya berbeda-beda, merupakan penggalan kata dari kalimat Bhineka Tunggal Ika, pesan yang tertulis di pita pada kaki burung garuda – Garuda Pancasila, sebagai lambang negara Republik Indonesia yang diciptakan oleh Profesor Muhammad Yamin dan disahkan dengan dicantumkan dalam konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 36A. Kalimat pesan tersebut berbahasa Sansekerta, yang berarti; berbeda-beda, tetapi satu”. Makna tersirat dari ke-bhineka-an, adalah pengakuan yang telah disadari sejak awal, akan kenyataan pada begitu banyak perbedaan atau keberagaman. Saat wilayah kepulauan terbesar yang terletak di antara dua benua dan dua samudera hendak dipersatukan menjadi sebuah negara. Tujuannya agar negara bernama Indonesia yang dimerdekakan pada tanggal 17 Agustus 1945, dapat bertahan selamanya hingga kapanpun dalam satu kesatuan negara secara tunggal ika.

Indonesia adalah negara multi-etnis, multi-dimensi kebangsaan, sudah tentu beragam pula kepentingan dan keinginan, semua memiliki hasrat dan kepentingan yang mengarah kepada kebutuhan dan kepentingan untuk memperoleh kehidupan layak yaitu kesejahteraan. Tuntutan yang wajar dari manfaat kehidupan berbangsa dan bernegara satu. Keinginan mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang wajar dan semestinya, menjadi tuntutan setiap warga negara, sebaliknya merupakan pertaruhan kekuasaan negara agar menghadirkannya, tanpa perbedaan perlakuan antara satu orang atau sekelompok orang warga negara dibanding warga negara yang lain. Segala sesuatunya terukur harus secara adil, terpikir secara bijak, dan benar-benar pada kenyataannya mementingkan kepentingan dan keinginan semua warga negara.

Tidaklah mudah mempersatukan perbedaan latar masyarakat sebuah negara untuk menjadikannya sebuah bangsa yang utuh, karena membutuhkan sesuatu yang pantas dapat dijadikan alasan sebagai ikatan dan dayarekat. Kemungkinan bersatu atau kemudian terpecah-belah, merupakan bayang-bayang yang menghendaki adanya kepastian penciptaan kebijakan yang menjadi harapan bersama.

Keberagaman itu nyata, perbedaan adalah ukuran untuk menilai yang diyakini dan dianut masing-masing orang, siapa pun. Bermasalah ketika karena perbedaan pilihan, lalu menapsir paksa keberadaan pilihan yang lain kemudian menyalahkan, bahkan karena kebencian yang menyertainya lalu bersikap memusuhi.

Manusia adalah makhluk yang tercipta dengan dilengkapi akal selain rasa, sehingga indera makhluk hidup lain yang hanya dilengkapi rasa, yang paling unggul dalam memposisikan sesuatu itu beda, tetapi mampu mengatasinya dengan menemukan sesuatu yang dapat menjadi sama. Sebagai manusia pun, sebagaimana juga dengan makhluk hidup yang lain,  saling beda atau berbeda pada berbagai hal karena latar belakang kepentingan dan alasan dalam kehidupan. Keseharian hidup biasa saja berteman, berhubungan, berinteraksi dengan siapa pun. Ragam latar yang bermacam-macam, adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan.

Saya atau orang lain, siapapun, ketika memilih sesuatu, memilih hal apa pun dan itu berbeda dalam pilihan, tidak berarti manafikkan pilihan orang lain yang memang berbeda. Memilih adalah cara memastikan untuk terjadinya perbedaan. Membedah perbedaan haruslah memahami sisi baik dari keinginan untuk tidak harus sama atau seragam, tetapi memperkaya kekuatan bila mampu disatupadukan.

Saya sendiri, terlahir sebagai Orang Maluku, dari nenek-moyang penduduk kepulauan Maluku yang bersuku-bangsa Alifuru, telah berada dalam negara kesatuan Republik Indonesia - NKRI. Mengikuti proses awal asal-usul, diikuti juga dengan predikat keyakinan keagamaan sebagai seorang Muslim, berdasarkan kelahiran, yang tidak dalam kuasa bisa memilih saat dilahirkan. Hal yang menjadikan adanya perbedaan mungkin tida bisa memilih. Kecuali setelah itu, saya memiliki peluang pilihan secara pribadi, yaitu memilih domisili, memilih teman hidup, memilih haluan politik, memilih warna dan model pakaian, memilih untuk tidak memilih yang harus dipilih dari ketiadaan pilihan lain, bebas memilih adalah menjadi hak azasi pilihan yang mesti harus diakui orang lain, siapapun.

NKRI adalah sebuah negara besar diantara negara-negara di dunia, besar dalam berbagai hal, termasuk besar oleh potensi kepentingan dari dalam negeri, maupun luar negeri. Situasi negara akan makin tidak terkendali melebarnya cela perpecahan bila perbedaan-perbedaan pandang dan kepentingan diantara sesama warga negara baik perorangan atau kelompok, dan juga antara warga negara perorangan atau kelompok dengan negara(penguasa), masih terus dibiarkan dan diproduksi secara sadar dan sengaja. Silahkan saling menilai pilihan-pilihan dimaksud, tetapi tidak dipaksakan untuk diakui, diikuti dan atau memaksa diterima oleh siapapun, apalagi hingga harus saling menghakimi, dan atau hingga menghina pilihan orang lain yang nyata memang adanya memilih berbeda.

Adanya perbedaan yang kemudian menimbulkan masalah, karena dianggap sendiri yang paling baik atau paling benar pilihannya, sedangkan yang lain pilihannya salah. Belum lagi bila “kebenaran sepihak” hanya menjadi keyakinan orang per orang atau sekelompok orang, yang dibuat dengan citra di permukaan atau awal seakan itulah yang sesungguhnya kebenaran sesungguhnya. Tidak seperti itu, sebab sangat berbahaya menimbulkan sengketa dan berujung pada perpecahan hingga permusuhan.

Perbedaan dalam kehidupan kebangsaan tidak boleh disengketakan, tetapi didamaikan dengan penghormatan secara sadar dan tulus, tidak basabasih, bukan sekadar lips service.  Memusuhi perbedaan, sama saja dengan menabur benih perpecahan dengan sengaja dalam keniscayaan peri kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak selalu seragam dan setuju berpadu pada satu kepentingan. Butuh keseimbangan berpikir, bertindak dan berbuat, sehingga terdapat keadilan dalam beragam permasalahan dan perlakuan.

Bijak menyikapi perbedaan, menghormati apapun pilihan orang lain dengan tidak saling menjastifikasi kepada yang lain melalui tindakan ketidak-adilan yang dapat berakibat menciderai, maupun menyakiti oleh adanya kenyataan ketidak-samaan antara sesama. Pola hubungan dibangun secara setara dan saling menghormati, tidak ada perbedaan yang disengaja, tidak ada hegemoni satu pihak atas pihak yang lain dan tidak terkesan bertindak invasional secara sosial, ekonomi, budaya, dan kewilayahan.
   
Menjaga kebersamaan adalah saling menghormati harmoni ragam perbedaan tanpa memaksa dan berebut menguasai kebenaran secara sepihak. Butuh keluwesan untuk mengakui, menerima, dan memberikan keleluasaan untuk hal apapun, kepada siapapun, oleh kenyataan kebinekaan Indonesia. Dengan begitu, kesetiaan pada kesatuan kebangsaan dalam negara berbendera sang saka merah-putih, akan dengan tulus dihormati, dibela, dan tetap terjaga karena Indonesia memang negara yang patut dicintai segenap jiwa-raga.

Depok, 12  Pebruari 2017

No comments:

Post a Comment