Alifuru Supamaraina: MENGAMATI MEDIA MASA DAN MEDSOS, DALAM PEMILU DI MALUKU

Tuesday, May 28, 2019

MENGAMATI MEDIA MASA DAN MEDSOS, DALAM PEMILU DI MALUKU

       Kemudahan berinteraksi dengan lingkungan sosial dan mendapatkan saluran informasi, makin dipermudah oleh kemajuan teknologi informasi selain dari media masa umum, dengan hadirnya media sosial – Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, Whatshap, dan lain-lain. Media masa umum, baik cetak, online, dan elektronik, tentu memiliki tatanan baku tentang tata cara penyampaian sebuah informasi atau berita, yang didasari “syarat dan ketentuan” yang berlaku sebagai media pemberitaan resmi.

Sebaliknya Media Sosial(Medsos), cenderung tidak memiliki aturan baku yang mengikat kuat secara langsung, masih ada kelonggaran dan cela kebebasan bagi penggunanya. Etika dan moralitas personal pengguna, kadang terinduksi kepentingan terselubung, yang artinya masih terdapat peluang untuk menyampaikan kebenaran sesungguhnya. Moralitas personal di medsos kadang sengaja diabaikan karena alasan tertentu. Relatif, mungkin tidak semua orang, tetapi ada saja yang dengan sadar kemudian berperilaku buruk dengan menyampaikan secara tidak jujur, menyebarkan sesuatu yang sifatnya bohong atau hoax. Lain hal apabila dilakukan tanpa sadar pada dampaknya karena rendahnya tingkat pengetahuan personal penggunanya.

MENGAMATI MEDIA MASA DAN MEDSOS,  DALAM PEMILU DI MALUKU
 Ilistrasi ; Kotak Suara boleh kardus atau baja, fungsi dan gunanya sama saja. 
Tempat  mencoblos pilihan politik pemilih, dan untuk merahasiakan pilihan pemilih.

Perbedaannya sangat kentara, antara media masa umum yang resmi, dengan medsos. Media masa umum tidak asal memberitakan sesuatu, sementara medsos bisa asal saja mengabarkan sesuatu. Hampir setiap orang di medsos, dapat dengan mudah menyampaikan atau mengabarkan apapun, dengan tanpa melalui persyaratan saringan memadai dan bahkan minim pertanggungjawaban benar tidaknya, serta informasi pelengkapnya. Etika dan moralitas personal pengguna medsos, relatif berlaku sebab status pengguna bisa siapa saja.

Masih sangat mengkhawatirkan, khususnya medsos. Pengguna medsos yang tidak memilih jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, bahkan kematangan emosi dan moral, hingga haluan dan kepentingan – politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kemudahan yang disediakan pun jarak jangkaunya lintas komunitas, lintas wilayah, lintas negara, malah makin mendekatkan dan memperpendak jarak, jangkauan, hingga mempersingkat waktu. Dapat dilakukan dengan tidak sedakar tulisan, tetapi juga gambar foto, gambar rekayasa, dan gambar bergerak berupa video, serta bisa tersambungkan langsung pada saat kapan diinginkan penggunanya. Akibatnya bagi sebagian pengguna malah kebablasan hingga melanggar hukum, karena menimbulkan dampak negatif bagi orang lain.

Selebihnya terdapat pengaturan yang seperti “longgar” implementasi penegakkannya dan kadang masih memilih dan memilah jangkauan kontrolnya yang disasar. Kontrol pengawasan sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan negara beserta aturan turunannya, masih belum memuaskan. Masih terdapat benturan antara regulator dan masyarakat dalam penyelenggaraan hak dan kewajiban, ketika medsos makin memudahkan penggunanya untuk bersuara berbeda. Regulator belum benar-benar menempatkan pertimbangan secara adil kepentingan hak berpendapat masyarakat sebagaimana dijamin konstitusi dengan kepentingan politik kekuasaan. Sehingga kadang bias tafsir, yang berakibat menimbulkan sengketa perdebatan publik bahwa keadilan hukum harusnya berlaku umum tanpa terkecualikan kepada siapapun.

Pengamatan beta sejauh ini di Maluku, untuk media masa, umumnya masih cukup tertib dalam standar sebagai media pemberitaan publik, dalam aktualisasi berita yang masih bisa dipercaya fakta dan datanya. Selain cukup berimbang dalam pemberitaan, dan minim memunculkan opini deskritisasi. Tidak terlalu nampak kecenderungan adanya berita yang bertendensi tertentu yang tentu berimplikasi buruk secara personal, institusi, atau secara sosial. Ruang berita politik, ketika Maluku dan Indonesia secara beruntun diramaikan dengan hajatan politik Pemilihan Kepala Daerah(Pilkada), kemudian Pemilihan Presiden(Pilpres) dan Pemilihan Legislatif(Pileg), tidak terbaca berlebihan penyajian berita yang lebih mengunggulkan satu dan pihak yang lain. Warna dan aura kabar beritanya masih cukup mencerdaskan publik pembaca, dan lebih bersifat tidak masif beropini untuk tujuan tertentu dan bersifat kepentingan sepihak, atau bahkan yang menyesatkan pengetahuan publik. Seperti demikian tidak diharapkan, sebab akan berakibat buruk bagi kebaikan merekatkan kepentingan sosial bersama umumnya di masyarakat Maluku. Tentu hal itu yang sejauh ini tidak terbaca dan tertangkap dari yang beta amati hingga saat ini. Sesuatu yang patut disyukuri, dan perlu untuk diapresiasi kepada segenap pekerja media masa lokal di Maluku.

Tentu ada kepentingan untuk bersaing meraih pasar pembaca, dan penonton, dan terutama meraih iklan guna pembiayaan operasional dan pendapatan perusahaan. Tetapi urusan itu lebih kepada kemampuan strategi intern dan keunggulan pengetahuan taktis masing-masing perusahaan atau lembaga pengelola media masa. Publik hanya tau apa yang dipublikasikan adalah sesuatu yang tidak ragu diyakini kebenarannya, dan terhindar dari rekayasa berita yang sengaja bermaksud menyesatkan. Seperti umumnya media masa mainstream tingkat nasional, di tingkat lokal sepertinya tidak begitu ikut serta terpengaruh untuk memunculkan secara kentara “haluan politik kepentingan”- nya dengan penguasa di daerah. Cenderung bebas dan leluasa memberitakan hal yang kadang menyerempet kepentingan tertentu penguasa di daerah. Adalah hal yang positif dalam memegang teguh kepada kode etik sebagai media masa(Pers) yang bebas dan bertanggungjawab.

Versi berbeda, terbaca di pengguna medsos di Maluku. Melalui berbagai posting seperti khususnya yang diamati di medsos facebook. Dalam beberapa waktu terakhir ini, ketika dunia politik nasional diramaikan dengan hajatan Pemilu Presiden. Umumnya di kalangan masyarakat Maluku, arus keberpihakan mengemuka begitu nyata dan bahkan secara vulgar ditampilkan. Begitu mudah membedakan warna politik dan haluan kepentingan tidak saja secara personal, tetapi merambah hingga terbaca terkelompok dalam komunitas seagama. Sebagian orang begitu rajin “mengimpor” isu sensitif di tingkat nasional yang tidak secara langsung berkonteks ke-maluku-an, lalu sengaja ditampilkan untuk menjadi konsumsi perdebatan publik tingkat jaringan lokal medsos di Maluku. Entah disengaja atau tidak, tetapi berakibat buruk. Sebab terjadi pergeseran pandang yang membahayakan hingga bisa meretakkan kesatuan yang sudah akan benar-benar utuh.  Tidak sulit menangkap kepentingan di baliknya, karena terbaca mengarah kepada pengelompokan yang tidak sebatas membedakan, tetapi malah memisahkan secara sosial dalam menyuarakan kepentingan politik pasangan Pilpres. Bersukur, bahwa hal itu sedikit bergeser ke arah yang lebih berbeda untuk dukungan politik bagi partai peserta pemilu dan juga calon-calon anggota legislatif.

Bagi Maluku, yang dikhawatirkan adalah dampak keberpihakan pada kandidat pasangan Pilpres yang bila terus dipelihara – sekalipun sudah selesai pilpres, tidak akan lebih baik karena makin membuat jarak antara sesama komunitas Orang Maluku. Harusnya menjadi tanggungjawab moral secara bersama untuk saling menjaga dan memelihara persaudaraan tanpa suatu ganjalan yang sadar disengaja. Jangan sampai masih saja ada “kerikil” yang menciderai kebersamaan dalam kedamaian. Jangan lagi ada sedikitpun hal yang mengganggu sehingga menimbulkan keraguan akan rasa saling percaya. Warisan kearifan lokal sebagai perekat yang sudah membudaya di masyarakat Maluku, yang sudah sering terucap dan ditampilkan ke permukaan, mestinya tulus pula diimplementasikan dalam berinteraksi antar sesama orang Maluku.

Depok, 28 Mei 2019

M. Thaha Pattiiha

No comments:

Post a Comment