Alifuru Supamaraina: Pulau Wetar Dan Lirang, Ironi Kelimpahan Kekayaan Alam Dan Perhatian Setengah Hati Pemerintah.

Friday, February 14, 2020

Pulau Wetar Dan Lirang, Ironi Kelimpahan Kekayaan Alam Dan Perhatian Setengah Hati Pemerintah.

Oleh ; Raendra R H. Manaha, S.Th.

(Acuan pasal 33 undang-Undang Dasar Tahun 1945)
Bunyi pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut : ayat (1) berbunyi; Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan, ayat (2); Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, ayat (3) menyebutkan ; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ayat (4), Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional dan ayat (5); Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, secara jelas menyiratkan bahwa penguasaan perekonomian terkait hasil kekayaan alam harus berpatok kepada kepentingan bersama dan untuk kemakmuran rakyat yang berasaskan kepada keadilan.
Keadaan yang berbanding terbalik karena ternyata kondisi yang terjadi di empat (4) kecamatan yang ada di pulau Wetar dan Lirang lalu mengalami ketimpangan pelayanan publik, ketimpangan perhatian pemerintah, ketimpangan ekonomi, ketimpangan akses transportasi, Ketimpangan akses komunikasi, ketimpangan kesehatan, ketimpangan pendidikan dan kesenjangan dalam pergaulan sosial masyarakat pulau Wetar dan masyarakat provinsi Maluku yang merupakan rumah administratif bersama masyarakat pulau Wetar dan masyarakat Maluku umumnya.
Pulau Wetar masih menyisakan keterisolasian dan ketertinggalan yang sepertinya disengajakan oleh pemerintah provinsi Maluku pula pemerintah pusat.
Potensi kekayaan alam pulau Wetar bila di bandingkan dengan jumlah masyarakat pulau Wetar di empat (4) kecamatan yang ada maka akan sangat dimungkinkan kesejahteraan lalu menjadi hal yang bisa di peroleh. Kondisi ini lalu terkesan ironi bila fakta yang terjadi adalah masyarakat kecamatan Wetar Barat yang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima dari pemerintah, masyarakat lalu harus menantang bahaya ke wilayah negara tetangga Timor Leste yang mana demi mendapatkan pelayan kesehatan yang baik.
Pemerintah sepertinya tidur dengan kondisi yang ada di pulau Wetar, keterisolasian menjadi hal yang di maklumkan karena tidak mendapatkan perhatian tersebut. Ketertinggalan dan keterisolasian ini dapat di lihat dari berbagai ketimpangan yang saat ini sedang di alami oleh masyarakat pulau Wetar:
1. Ketimpangan pendidikan misalnya, dapat di lihat dari kondisi sekolah-sekolah yang mengalami kerusakan, kurangnya tenaga pengajar yang di sediakan, alat peraga pendidikan yang minim yang berdampak pada minat sekolah dan angka kelulusan.
2. Ketimpangan pelayan kesehatan, bukan rahasia lagi bila sampai saat ini masih sangat terasa kurangnya pelayanan kesehatan di empat (4) kecamatan di pulau Wetar dan Lirang. Kurangnya kualitas pelayanan dapat di lihat dari kurangnya infrastruktur penunjang, prasarana dan tenaga kesehatan yang berujung pada tindakan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di negara tetangga RDTL.
3. Ketimpangan akses trasportasi, akses penghubung (jalan) dari desa ke desa bahkan akses dari desa ke kecamatan saja sulit, masyarakat di hadapkan dengan menempuh jalur laut sementara ketersediaan pelabuhan kapal saja belum terpenuhi, kendala akses lautpun diperhadapkan dengan kelangkaan ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang masih menjadi barang langka, padahal seruan BBM satu harga menjadi andalan pemerintah yang sering didengungkan dalam pidato-pidatonya bapak presiden.
4. Ketimpangan ekonomi, dari daftar rilisan BPS sendiri dapat kita lihat rasio laju petumbuhan ekonomi masyarakat pulau Wetar yang masih sangat di bawah rata-rata, hal ini berbanding terbalik dengan potensi SDA yang melimpah.

* Potensi pertanian, perkebunan dan hutan: Potensi pertanian dengan luas wilayah yang cukup besar dan menjanjikan dengan potensi sumber air yang melimpah di hampir semua desa yang ada di pulau Wetar sendiri, juga hasil hutan semisal rotan dan kayu. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya akses pasar agar masyarakat dapat menjual hasilnya, sehingga potensi hasil hutan yang dan perkebunan masih menjadi makanan untuk para tengkulak yang ada.

* Potensi kelautan:
Potensi kekayaan laut yang tidak dimaksimalkan dengan baik, padahal kekayaan laut di pulau Wetar sangat menjanjikan bila diberdayakan sampai pada serapan pasarnya.
* Potensi Pariwisata dan bahari:

Pengelolaan potesnsi sangat tidak dilakukan, padahal potensi pariwisata dan bahari yang di miliki oleh masyarakat dan wilayah di pulau Wetar dan Lirang bila di lihat dan di kelola dengan baik maka sangat memberikan pemasukan bagi pendapatan ekonomi rakyat 4 kecamatan tersebut.

* Potensi pengelolaan SDA perut bumi: Pengelolaan SDA perut bumi semisal pertambangan yang saat ini di kelola oleh PT. Batu Tua Raya belum menunjukan peningkatan pendapatan rakyat. Pengelolaan perut bumi oleh PT. BTR sendiri yang terkesan tertutup kepada publik diperparah dengan kenyataan bahwa diduga perekrutan pekerja yang tidak mengutamakan anak daerah dengan alasan kualifikasi pekerja, juga fakta bahwa kantor perwakilan PT. BTR yang hanya ada di Moa ibu kota kabupaten dan tidak bermukim di kota Ambon sebagai ibu kota provinsi Maluku yang mana dalam domain pengawasan oleh lembaga terkait dinas yang mengawasinya ada di provinsi Maluku, yang membuat aneh adalah keberadaan kantor perwakilannya malah ada di kota Kupang yang adalah ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur. Sampai dengan saat ini terkait pengelolaan di maksud publik lalu mempertanyakan ada atau tidaknya ada tidaknya peraturan di daerah yang mengatur tentang pengelolaan di maksud, bila ada mengapa pengawasan terkait pengelolaan SDA di pulau Wetar sepertinya kurang mendapat perhatian yang bisa dibuktikan dengan sampai saat ini sepertinya perhatian pemerintah provinsi dan DPRD masih sangat kurang.

5. Ketimpangan akses komunikasi, sampai saat ini akses komunikasi di 4 kecamatan di dua pulau ini masih sangat kurang bahkan minim.
Pengelolaan SDA harusnya berdampak pada peningkatan ekonomi di daerah tersebut, namun sampai saat ini masih menjadi hal langka bila kita melihat dengan kondisi yang di alami masyarakat di pulau Wetar dan Lirang.
Selain pengelolaan SDA yang di harapkan mampu mengembangkan sendi-sendi ekonomi rakyat, penganggaran oleh daerah kabupaten untuk 4 kecamatan dari 2 pulau ini dirasakan kurang, hal ini karena APBD dari kabupaten MBD sendiri memang masih jauh dari kata cukup sebab harus membiayai pembangunan ibu kota yang terus berjalan belum lagi dengan pembangunan di 17 (tujuh belas) kecamatan yang ada. Kabupaten MBD dipaksakan dengan APBD yang kurang lalu harus menghidupi rakyat dan wilayahnya di 17 kecamatan ini terasa sangat mustahil, maka tidaklah mengherankan bila kepulauan Terselatan dan kepulauan Babar Raya lalu menyerukan pemekaran wilayah untuk kedua wilayah tersebut.
Pulau Wetar dan Lirang juga masuk dalam daerah dari Zona perbatasan yang merupakan beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mungkin sejak Indonesia merdeka namun keterisolasian masih menjadi momok yang membatasi kemajuan daerah di pulau Wetar dan Lirang.
Melihat luas wilayah, potensi SDA, geo strategisnya pulau Wetar dan Lirang sebagai daerah perbatasan serta kondisi keterisolasian akibat rentang kendali dari kabupaten inang MBD maka sudah seharusnya rakyat dan wilayah ini mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah dan turunannya, agar kedepan wilayah ini cukup kuat untuk mengawal beranda terdepan indonesia di bagian selatan Maluku.
Masyarakat 4 (empat) kecamatan di pulau Wetar dan Lirang harusnya sudah bisa berpikir jauh terkait hal ini. rakyat wilayah ini lewat paguyuban daerah, paguyuban kepemudaan, LSM-nya harus bisa bersuara lebih lantang dari pemerintah agar bisa di dengar dengan baik.
Lewat rilis ini saya menggugah rakyat di wilayah ini untuk memakai potensi dan mengelola kekurangan dari keterisolasian yang di alami untuk menundukkan ego pemerintahan ini demi mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Pasal 33, memberikan gambaran tentang sebuah amanah dari UUD 1945 bagi rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, oleh karenanya bila pulau Wetar dan Lirang yang adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Republik ini, maka perhatian yang baik pula harus di tunjukkan pemerintah untuk memuliakan masyarakat dan wilayah ini.
Kalwedo.

No comments:

Post a Comment