Alifuru Supamaraina: Penulisan Sejarah Maluku

Sunday, January 13, 2019

Penulisan Sejarah Maluku

Oleh ; M. Thaha Pattiiha
Sejarah - Cara melemahkan dan menjajah suatu bangsa

Prolog

          Masa lampau boleh berlalu bukan berarti akan terlupakan atau hilang dari ingatan begitu saja, karena dengan mengetahui masa lalu dengan segala peristiwa yang menyertainya dapat menjadi catatan sebagai sejarah. Fungsi dan gunanya untuk memberi informasi dan pengetahuan untuk mengenali identitas dan asa-usul yang telah turut membentuk dan mempengaruhi kehidupan di masa sekarang menuju masa depan. Penulisan sejarah atau dikenal dengan historiografi, berfungsi sebagai sumber tertulis yang mencatat dan mengungkap masa lalu. Sebagai pengetahuan, penulisan sejarah harus memenuhi prasyarat dan mengandung informasi yang seharusnya dihindarkan dari kepentingan yang bersifat subjektif, kecuali mengandung kebenaran yang ditulis secara jujur, serta dibedakan dengan tulisan fiksi. Ada kesan dan untuk itu dianggap perlu ditinjau ulang dan diperluas, yaitu setelah membaca dan mengamati sebagian penulisan sejarah di Maluku,  dianggap belum sepenuhnya menunjukan keterangan yang mencerahkan dan menginformasikan secara benar dan berimbang, selain dipertanyakan sumber-sumber yang sepertinya masih miskin dan bias sumber.


Tulisan sejarah bukan karangan fiksi

      Mengarang adalah mengungkap isi pikiran dan rasa tentang sesuatu hal melalui tulisan. Secara teori memiliki cara yang saling berbeda, antara sebuah tulisan yang bersifat karangan biasa dan bebas, dengan menulis untuk mengungkap suatu fakta. Menulis sebuah puisi, sajak, atau esai sastra adalah karangan yang mengungkap imajinasi sang pengarang tentang sesuatu yang sifatnya fiksi tetapi dibuat seakan fakta. Sebaliknya sebuah karangan bersifat fakta, adalah mengungkap sesuatu penciptaan pikiran yang dibenarkan dengan lambang-lambang yang secara teori memenuhi unsur yang dapat dibuktikan kebenarannya, bahwa sesuatu itu bersifat nyata atau hingga dapat disaksikan secara kasatmata dan dibenarkan secara pikiran dan tentu rasa.

Sesuatu yang ditulis berdasarkan realita, dengan didukung adanya fakta, atau hal-hal yang benar disaksikan kejadiannya atau memiliki dukungan sumber bahwa sesuatu peristiwa benar telah terjadi sebelum maupun yang diperkirakan akan terjadi di suatu kurun waktu kehidupan, merupakan karya atau karangan bersifat bukan(non) fiksi. Misalnya tulisan ilmiah atau ilmiah populer, laporan, makalah, atau tulisan berita pada media masa. Tulisan non-fiksi, cara menyampaiannya ditulis dengan syarat objektifitas yang maksimal, yang mampu menggugah pikiran pembaca untuk diterima dan tidak multi makna, serta dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya karangan fiksi ditulis berdasarkan khayalan dan imajinasi yang menonjolkan subjektifitas sang pengarang, sekalipun tulisan tersebut sudah dibumbuhi dengan gagasan yang menggugah emosi pembaca. Bahkan untuk tulisan fiksi ilmiah yang mengandung rekayasa pikiran tentang ilmu pengetahuan, tetap saja sekalipun mengandung informasi berupa ilmu pengetahuan, sifatnya hanya berteori atau berspekulasi secara ilmiah.

Untuk tulisan yang bersifat imajiner jelas cenderung fiksi, sehingga bukanlah fakta sejarah, karena sejarah adalah mengungkap fakta, yang dapat dibuktikan. Menulis sejarah, bukan seperti mengarang sebuah cerita imajiner, dan memang sangat tidak bisa diterima. Penulisan sejarah dapat saja ditulis berbentuk menyerupai tetapi bukan benar-benar hasil rekaan maupun rekayasa apalagi bersifat fiksi belaka. Sumber sejarah  bahkan dapat berasal dari cerita mitos dan pengetahuan lisan, boleh saja menjadi salah satu sumber sejarah. Hal ini bilamana tidak ada pilihan sumber lain, karena samasekali tunadata dan  bukti fisik. Pendekatan dengan pengetahuan mithologis dapat digunakan untuk memahami sebuah cerita yang bersifat mitos, dan kesaksian-kesaksian dapat digunakan untuk memperkuat suatu cerita dari pengetahuan lisan. Bahkan untuk sejarah yang sudah tertulis, pun butuh kajian yang berulang dan lengkap syarat-syaratnya, sebab sudah sering terjadi suatu sejarah kadang tidak bebas dari perlakuan semacam “daur ulang” dan atau pembetulan-pembetulan oleh setiap generasi umat manusia pada masanya.

Suatu sejarah yang diungkap, harus dengan cara jujur diceritakan sebagaimana peristiwa yang sesungguhnya dan benar-benar terjadi. Tidak ditambah atau dikurangi, juga tidak butuh bumbu penyedap menurut yang berselera penulisnya. Menambah, mengurangi, membumbuhi, sangat di-”haramkan” dalam sebuah cerita sejarah berbasis penulisan ilmiah. Tidak sebagaimana sebuah karangan imajiner atau fiksi, sejarah tidak mendasarkan informasi yang maya dan apalagi penuh khayalan, karena yang seperti itu terdapat kemungkinan, cerita sejarah tersebut tidak pernah terjadi, atau sejarah sesungguhnya sedang dibelokkan atau dihilangkan, diganti dengan keinginan dan kepentingan menurut kebutuhan si penulis atau rezim yang berkuasa saat sejarah itu ditulis


Sejarah tidak dikarang tetapi diceritakan

          Penulisan sejarah atau historiografi merupakan penulisan untuk memaparkan atau melaporkan suata hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan, apakah dari hasil penelitian lapangan atau penelitian kepustakaan, yang merupakan cara penulisan sebuah karya ilmiah seperti penulisan sejarah. Dari sini, suatu sejarah diceritakan dalam bentuk tulisan, dari sumber yang berasal dari data penelitian sebelumnya berupa data lisan, tulisan, dan kebendaan.

Historiografi menurut Nugroho Notosusanto1) adalah langkah terakhir dari 4(emat) langkah kegiatan metode sejarah yang secara berurutan, yaitu ; pertama Heuristik, ke-dua Kritik Sumber atau Verifikasi, ke-tiga Interpretasi, dan ke-empat ; Historiografi. Metode tersebut menjadi dasar suatu sejarah dapat diungkap dan diceritakan baik secara naratif atau strukturalis, yang pasti secara ilmiah dapat dijadikan pengetahuan yang benar dan obyektif. Karena bisa saja suatu tulisan sejarah dibelokkan atau dikaburkan secara sengaja, atau lebih menonjolkan unsur subjektifitas dan mengabaikan unsur objektifitas oleh adanya kepentingan penulis sejarah atau karena suatu alasan yang memiliki tujuan tertentu untuk apa sejarah itu ditulis. Sejarah yang ditulis harusnya yang bersifat obyektif dan tentu saja absolut, akan tetapi bilamana bahan dasar sebagai data dan informasi yang tidak lengkap, maka interpretasi sering muncul untuk menelaah atau menerjemahkan ketidaklengkapan tersebut. Sampai di sini, butuh kejujuran obyektif atau mengambil posisi netral, sehingga menghindarkan keinginan subjektif penulis sejarah.

Bagi sejarawan yang manganut pandangan “relative historis”, peristiwa masa lampau yang diperdebatkan karena perbedaan pandangan terhadap peristiwa yang diyakinkan secara obyektif dan absolut, sikap netral adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Dasar pandangan sebagai alasannya karena  pengetahuan sejarah itu pada dasarnya adalah mengalihkan fakta-fakta pada suatu bahasa lain, menundukkannya pada bentuk-bentuk, kategori-kategori, dan tuntutan-tuntutan khusus2). Inti yang menjadi pedoman dasar penulisan sejarah adalah mengungkap secara benar tentang kenyataan yang telah terjadi, karena suatu kenyataan dalam sejarah adalah fakta. Fakta yang mendasari suatu sejarah hendak ditulis.


Baca juga ;
Alifuru; Istilah, Pengertian, dan Filosofi

Maluku: Dilema Nama Warisan Kolonial

Sejarah dan ruang lingkupnya secara epistimologis, menurut Dudung Abdurrahman3),  sejarah yang dalam bahasa arabnya disebut tarikh, mengandung arti ketentuan masa atau waktu – yang lalu dan pernah terjadi(Penulis). Ada pula sebagian orang yang mengajukan pendapat bahwa sejarah sepadan dengan kata syajarah yang berarti pohon - kehidupan, riwayat, atau kisah, tarikh, ataupun history dalam bahasa Inggris artinya masa lampau umat manusia. Geschichte dalam bahasa Jerman yang berarti sesuatu yang telah terjadi. Bahasa Belanda yaitu Geschiedenis, yang berarti terjadi. Istoria dalam bahasa Yunani artinya ilmu yang khusus untuk menelaah gejala-gejala dalam urutan kronologis.4-5) Seperti dalam berbagai istilah bahasa dan maknanya, menunjukan bahwa sejarah berarti gambaran masa lalu tentang aktivitas kehidupan manusia  sebagai makhluk sosial yang disusun berdasarkan fakta dan interpretasi terhadap obyek peristiwa masa lampau.

Suatu kaum atau suatu bangsa harus diingatkan tentang bahaya pelemahan dan hingga suatu bangsa akhirnya bisa terjajah. Terdapat 3(tiga) cara6), yaitu : pertama ; kaburkan sejarahnya, kedua ; hancurkan bukti-bukti sejarahnya sehingga tidak bisa lagi diteliti dan dibuktikan kebenarannya, dan ketiga ; putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya, dengan mengatakan jika leluhurnya itu bodoh dan primitif.



Pesan George Santayana, filsuf yang berkebangsaan Spanyol yang menganjurkan akan pentingnya kita belajar sejarah, bahwa “mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya.” Di banyak bangsa bisa kembali bangkit dari keterpurukan dan berjaya lagi, dengan mempelajari sejarah dan mengambil semangat bangsanya di masa lalu sebagai pengetahuan untuk hari ini dan menuju masa depan. Semua umat manusia yang terdiri dari berbagai bangsa, masing-masing memiliki latar belakang sejarah berbeda. Suatu bangsa yang kehilangan samasekali atau sebagian masa lalunya karena alasan tertentu, bisa saja belajar dari sejarah bangsa lain sebagai pengetahuan dengan segala baik buruknya untuk bisa mengatur kembali bangsanya ke depan. Sebaliknya, untuk sebuah bangsa  dengan latar belakang kehidupan yang jelas, tentu memiliki cerita di masa lalu. Cerita di masa lalu adalah kisah yang menjadai latar-belakang yang dapat dijadikan sejarah, yang dapat  diceritakan di masa sekarang. Sebab fungsi sejarah adalah kisah yang dapat menjadi pengetahuan dan pelajaran bagi generasi berikutnya yang datang di kemudian hari, baik saat masa sekarang dan untuk masa yang akan datang.

Setiap generasi di masanya, harus mengetahui seperti apa dan bagaimana generasi sebelumnya, dan generasi pada masa yang sekarang kisahnya akan menjadi sejarah untuk generasi yang berikutnya di masa datang. Seperti itu, kesinambungan masa dan generasi manusia bersama alam lingkungan hidupnya, saling berhubungan dan saling mempengaruhi, berlangsung terus-menerus mengikuti siklus waktu dan regenerasi umat manusia. Ketika suatu generasi kehilangan sejarah masa lalu bangsanya, maka tentu ada yang salah dengan catatan atau dokumentasi cerita sejarah dimasa sekarang, yang dapat berimbas pada kehilangan identitas karena ketidak-pengenalan kepribadian. Sebab suatu cerita sejarah merupakan dokumentasi informasi yang mencatat identitas dan memperkenalkan peristiwa, tempat atau lokasi, ada tidaknya pelakunya pada masa sebelumnya.


Histografi Malukusentris

         Malukusentris yang bukan Ambonsentris, agar pengaruh penulisan dan sumber yang Belandasentris tidak mereduksi sebagian sejarah Sukubangsa Alifuru secara keseluruhan dan cakupan utuh kepulauan Maluku. Belanda menulis sejarah menceritakan dan membanggakan kehebatan bangsa dan negaranya, dan Orang (Pribumi)Maluku diposisikan sebagai pemberontak. Pendekatan penulisan sejarah dimaksud disebut Neerlandosentris, yaitu penulisan sejarah yang dilihat dari peran orang Belanda (penjajah). Sebagaimana buku sejarah berjudul Geschedenis van Nederlandsch Indie (Sejarah Hindia Belanda), yang ditulis oleh sebuah team penulis sejarah yang dipimpin Dr. FW. Stapel.7)  Seperti kata Alfiansyah8)  ; “Buku oleh Stapel tersebut, bukanlah merupakan sejarah Indonesia, tetapi merupakan suatu penulisan sejarah penjajahan Belanda atau sejarah Belanda di negeri jajahan”. Menurutnya, penulisan sejarah dalam buku tersebut lebih menampilkan orang Belanda, yang berarti orang Belanda (penjajah) diposisikan sebagai subjek dalam cerita sejarah, sementara bangsa Indonesia hanyalah objek dari cerita sejarah. Belum lagi sebutan yang kaum pribumi kepada bangsa Indonesia, yang lebih menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bukan sebagai bangsa, tidak memiliki suatu negara. Bangsa Indonesia hanya didudukan sebagai pelayan orang Belanda. Akan tetapi, dalam penulisan sejarah Indonesia - termasuk sejarah Maluku, masa selama dijajah, malah menjadikan buku tersebut sebagai sumber. Kalimat, “Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun”, adalah menurut Stapel.

Kapitang Pattimura boleh hari ini adalah seorang Pahlawan bagi Maluku – Indonesia, bagi Belanda dia ada musuh dan pemberontak yang patut dihukum mati dengan digantung, begitupun dengan Christina Martha Tiahahu. Sejarah oleh Belanda hanya mencatat pimpinan dan anggota pasukan Belanda yang mati dalam penyerangan Benteng Durstede di pulau Saparua, semuanya tercatat(terdokumentasi) nama mereka, sebaliknya rakyat Maluku umumnya, selain kedua tokoh tersebut di atas, tidak ada catatan nama mereka, bahkan jumlah korban pun tidak. Seperti juga Ambon kota dengan benteng Victoria-nya, yang merupakan kota yang lahir dan terbentuk oleh penjajah bangsa Eropa. Dibangun awal oleh Portogis, dilanjutkan dan dimanfaatkan secara maksimal dan lama oleh Belanda dengan VOC-nya. Dalam sistem pemerintahan wilayah jajahan, kota Ambon menjadi pusat pemerintahan VOC untuk seluruh wilayah Nusantara yang dikuasainya. Sekalipun kemudian pusat pemerintahan di pindahkan ke kota Batavia di pulau Jawa. Kota Ambon tetap saja masih difungsikan menjadi sentral pengumpul rempah-rempah dan pusat kontrol aktifitas lalulintas perdagangan dan manusia saat itu. Telah berdampak adanya akulturasi budaya yang ikut berkontribusi mempengaruhi kebudayaan asli Maluku - Alifuru. Tentu hal demikian menguntungkan secara politik dan misi keagamaan demi kepentingan kekuasaan penjajahan Belanda. Adanya akulturasi dan terbentuk kebudayaan baru, sementara di lain pihak berakibat tergeruslah identitas asli Ras Orang Maluku yang berkebudayaan Sukubangsa Alifuru.

Sejarah Maluku pun berubah dengan mengambil jejak sejarah dari keberadaan kota Ambon jaman penjajahan Belanda. Nama Ambon kemudian menjadi nama yang paling terpublikasikan yang malah membentuk pola pikir orang – masih hingga sekarang, bahwa ada Suku Ambon. Sebutan atau panggilan Orang Ambon, melekat pada semua orang di kepulauan Maluku, terucap oleh orang lain ketika sedang di luar Maluku.

Terdapat beberapa momen bernilai sejarah yang sempat beta catat, yang perlu ditulis sejarahnya baik baru atau butuh perbaikan dan penyesuaian, yaitu :

-      Sejarah Asal-usul Nama Alifuru sebagai nama Sukubangsa kepulauan Maluku

-    Tempat atau lokasi awal sukubangsa Alifuru, berawal dari Nunusaku atau Supamaraina

-      Menunjuk dengan tepat dan pasti di mana lokasi atau tempat Nunusaku
-       Sejak kapan persis sukubangsa Alifuru mendiami kepulauan Maluku

-   Istilah Siwa-Lima, apakah itu pembagian falsafah karakter manusianya atau merupakan pemisahan kelompok orang dalam sukubangsa Alifuru, dan apakah istilah Siwa-Lima itu bermula dari kepulauan di Maluku bagian utara atau awalnya dari pulau Seram.

-   Maluku itu nama daerah(wilayah) atau nama sukubangsa, lalu bagaimana dengan Sukubangsa Alifuru yang bukan saja di kepulauan Maluku bagian tengah dan selatan, tetapi juga di kepulauan Maluku di utara, Minahasa dan sebagian di pulau Sulawesi bagian Tengah.

-   Bukankah Ambon adalah sekadar nama sebuah pulau, dan kota yang terbentuk serta komunitas yang pertama menempatinya adalah berasal dari berbagai suku dan bangsa serta ras dan budaya, apakah itu kemudian saat ini disebut “Suku Ambon”, yang seperti merepresentasikan suku-bangsa semua Orang Maluku. Bahayanya adalah malah menghilangkan identitas asli suku bangsa orang Maluku yaitu Alifuru.

-  Pascapemekaran dari Maluku menjadi Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara, sejarah yang ditulis kemudian juga dipisahkan dengan saling tidak mengkaitkan bahkan hingga tidak saling sebut samasekali, seperti saling menafikan  kenyataan sejarah di antara keduanya pada alur yang semestinya terkait. Bahwa Maluku merupakan satu wilayah kepulauan yang tersebut pertama kali saat bangsa Eropa pertama hadir dan menguasai kepulauan ini, dan sejarah sebelum adanya kehadiran bangsa Eropa.

-   Sejarah Maluku itu ditulis tujuannya selain sebagai informasi dan pengetahuan atau bermaksud mengunggulkan yang satu atau lebih dan mengabaikan atau hingga menghilangkan yang lain, selain bertujuan mempersatukan atau memecah-belah    

-   Perang Hongi Tochten dan Perang Huamual, yang berujung pembantaian masal oleh Belanda  yang dikaburkan, begitupun dengan pembantaian hingga pengusiran penduduk asli Kepulauan Banda.


 Epilog


Sampai setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, muncul sejarah modern Indonesia yang bersifat nasional dan Maluku hanya sebagian kecil diungkap perannya dalam sejarah Indonesia, selebihnya yang dibesarkan malah pemberontakan Republik Maluku Selatan(RMS) untuk membentuk negara mandiri dari Republik Indonesia. Ketika sejarah tuan rumah Maluku ditulis belakangan, telah begitu dalam tenggelam oleh sejarah nasional yang masif diajarkan sebagai bagian dari mata pelajaran sejarah nasional di lembaga pendidikan. Bahkan orang Maluku sendiri baru kemudian terkaget-kaget bahkan dianggap sesuatu yang asing, kala sebagian sejarah Maluku mulai diungkap secara baik dan terperinci belakangan ini. Mengapa juga tidak sekalian dijadikan sebagai materi pelajaran sejarah muatan lokal konteks Maluku, agar generasi muda orang Maluku lebih mengenal sejarahnya lebih baik dan menyadarkan jati diri dan identitas bahwa daerah Maluku juga punya sejarah yang hebat, selain sejarah umum secara nasional dalam konteks negara Indonesia.

Sejarah hanya bisa diungkap dari peristiwa yang pernah ada atau pernah terjadi, bukan hasil dari sebuah imajinasi apalagi rekayasa mitos sang penulis yang dipaksakan untuk diterima pembaca atau orang lain. Cepat atau lambat, sesuatu yang merupakan kejadian sejarah sesungguhnya di masa lalu akan terungkap kebenarannya, atau cerita sesungguhnya, walaupun sengaja ditutupi atau direkayasa dengan berbagai alasan pembenaran berbentuk apapun.
                                                                                                               5 Januari 2019
                                                                                                           

Sumber Bacaan  ;
1)     Norgoho Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian Sejarah. Jakarta ; Dephankam
2)     al-Sharqawi, 1981: 124 dalam Teddy Khumaedi S.Sos.i ; Filsafat Sejarah dan Metodologi Penelitian Sejarah
3)     Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999
4)     http://yettydnovia.blogspot.com/2013/06/the-father-of-hstory.html
5)      https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah
6)     Architecs of Deception – Secret History Freemasonry ; www.tribunerakyat.com(12122012)
7)     https://dbnl.org/titels/titel.php?id=stap009gesc01
8)     Alfiansyah ; Sentra Edukasi http://www.sentra-edukasi.com/

No comments:

Post a Comment