Alifuru Supamaraina: Pela Gandong Sebagai "Warisan Budaya Takbenda"

Friday, November 8, 2019

Pela Gandong Sebagai "Warisan Budaya Takbenda"

Oleh ; M. Thaha Pattiiha
Pela Gandong Sebagai Warisan Budaya Takbenda Bangsa Alifuru
Pela Gandong - Alifuru Itu Maluku/Ilustrasi(@embun01)
(Bagian akhir dari tulisan ; PELA GANDONG ; Warisan Budaya Takbenda Bangsa Alifuru)
          Setiap masa dari kehidupan umat manusia dari generasi ke generasi semua kurun waktu, sejak kelahiran hingga kematiannya, akan selalu ada hal yang dilakukan dan ditinggalkan dan merupakan catatan sejarah peradaban generasi bangsa tersebut. Apakah itu sesuatu yang baru tercipta untuk ditinggal dan diteruskan ke masa depan, atau melestarikan dan meneruskan hal yang sudah ada sebelumnya.
Peradaban yang berlangsung di masa lalu yang melahirkan nilai-nilai arif dan bijak kehidupan bersama, tercipta sebagai suatu kebutuhan guna menjalani dan mempertahankan kehidupan di masa itu. Baik secara personal atau bersama di dalam komunitas sendiri, maupun untuk menjalin hubungan dengan komunitas berbeda tempat atau karena terpisah secara geografis. Seiring waktu dan perubahan-perubahan yang berlangsung selama kurun waktu tertentu dari sejarah perjalanan saat itu. Maka oleh pendahulu bangsa Alifuru, nilai-nilai budaya yang bermakna positif kemudian dijadikan kebijakan dalam menata kehidupan sosial. Mereka menyadari kehidupannya sudah makin berkembang, meluas, dan juga makin terpisah, secara komunitas maupun wilayah bermukim.
Hal dimaksud di atas ternyata disadari para Datuk dan Nenek MoyangLusi dan Upu Ama dalam bahasa ibu Alifuru, bangsa Alifuru di masa lalu. Mereka telah mampu memiliki daya pikir dengan nalar yang dapat menjangkau masa depan, dan memang terbukti bisa melewati setiap kurun masa dan pergantian generasi umat manusia. Para Lusi dan Upu Ama telah mewariskan suatu tatanan budaya yang sangat arif, bijak, dan cerdas, bagi kehidupan anak cucu bangsa Alifuru di masa depan. Disadari bahwa setelah makin berkembang jumlah komunitas manusianya, maka akan tercerai-berai menjalani kehidupan masing-masing dan terpisah-pisah wilayah pemukimannya, diikuti perubahan perilaku karena keinginan dan kepentingan sementara persaingan akan makin tinggi yang dapat berakibat timbulnya “saling sikut,” hingga pun beradu nyawa. Untuk itu, perlu dicegah dengan menciptakan “cara” agar tidak begitu saja terpisahkan, dan sampai malah saling melupakan ataupun meniadakan – saling bermusuhan.
Selain diciptakan nama gelar keluarga khusus segaris keturunan yaitu fam – akulturasi dari bahasa Inggris ; family, Marga menurut bahasa Melayu(Indonesia), atau uma tau - nama Mata Rumah dari istilah bahasa ibu Alifuru, tercipta istilah Gandong dan Pela, atau Pela Gandong - lebih umum disebut terbalik seperti itu.
Melalui tata cara kehidupan yang dibangun agar baik dan teratur serta arif, untuk terus memelihara dan menjalin erat relasi sosial di antara sesama masyarakat pribumi bangsa Alifuru kepulauan Maluku, melahirkan suatu nilai penyatuan yang kemudian membudaya. Nilai budaya yang sama-sama disepakati dan dijalankan dalam peradaban bangsa Alifuru di masa lalu. Diciptakan secara sangat cerdas, yang ternyata begitu efektif berfungsi, dan abadi melewati masa hingga menjangkau masa depan. Warisan peradaban tentang tata krama kebersamaan dalam kehidupan sosial yang mampu mengikuti perubahan perilaku – moralitas, generasi manusia.

Baca juga ;
Bangsa Alifuru tidak menciptakan bahasa tulis – aksara/alphabet, untuk mendokumentasikan nilai-nilai peradabannya. Tetapi menggunakan kecerdasan akal-pikiran untuk menciptakan cara dalam bentuk yang lebih nyata dan mengikat bathin dan jiwa kemanusiaan komunitas bangsanya. Cara dan bentuk-bentuk budaya yang merupakan literatur yang meliterasi nilai-nilai peradaban masa lalu bangsa Alifuru - yang tidak mengenal bahasa tulis, tetapi ternyata tetap terpelihara tanpa dapat termusnahkan oleh “tekanan” akulturasi ratusan tahun yang terbawa bangsa-bangsa asing ke kepulauan Maluku. 
Dokumentasi literasi kebudayaan yang tersimpan di dalam brankas akal-pikiran manusia Alifuru, telah menjadi warisan – budaya takbenda, untuk generasi masa kini. Telah diterjemahkan menjadi narasi lisan di situasi sosial informal hingga di forum formal, begitu pun tulisan – setidaknya tulisan ini salah satu contohnya. Telah pula warisan itu dipraktekkan, digunakan dengan dimanfaatkan sebagai alternatif cara menyelesaikan konflik di masa kehidupan modern saat sekarang, yang sarat dengan masifnya persaingan dan gesekan sebagai akibat maraknya konflik kepentingan.
Sesuatu itu bisa berbentuk benda, juga berbentuk tak-benda. Diantaranya, kemampuan, keunggulan, pencapaian tingkat kualitas budaya yang dapat bertahan melewati masa dan generasi kehidupan manusia, seperti kearifan dalam hal tatanan moral sebagai alat dan cara guna mengatur kehidupan sosial - kemasyarakatan. Pela Gandong adalah contoh konkrit Warisan Budaya TakbendaIntangible Cultural Heritage,  khas Maluku, yang diamanatkan para datuk dan nenek moyang bangsa Alifuru kepada generasi Maluku saat ini untuk dilestarikan dan untuk diteruskan ke generasi masa depan. Pela Gandong merupakan tatanan budaya yang mengandung moralitas sangat positif dan efektif manfaatnya, telah tertata baik yang diperlukan setiap generasi manusia – Orang Maluku, dengan maksud agar secara nyaman dan aman – damai, menjalani kehidupan bersama sebagai makhluk sosial.
Unsur penting dalam pengertian warisan budaya takbenda – menurut Edi Sedyawati dalam pengantar Seminar Warisan Budaya Takbenda tahun 2002, ialah “sifat budaya yang tak dapat dipegang - abstrak, seperti konsep dan teknologi, sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman seperti misalnya bahasa, musik, tari, upacara, serta berbagai perilaku terstruktur lain”. Budaya Pela Gandong adalah “budaya hidup” yang berisi unsur filosofi dan dimiliki Orang Maluku serta sudah berkembang dalam satu alur tradisi dari generasi ke generasi.
Menurut UNESCO - Warisan_budaya_takbenda, seperti warisan budaya pada suatu tempat, seperti  praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, atau keterampilan, serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya, dinyatakan sebagai Warisan Budaya Takbenda. Lengkapnya sesuai Konvensi 2003 UNESCO Pasal 2 ayat 2: “Warisan Budaya Takbenda adalah berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan – serta instrumen, obyek, artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya- bahwa masyarakat, kelompok dan, dalam beberapa kasus, perorangan merupakan bagian dari warisan budaya tersebut. Warisan Budaya Takbenda ini diwariskan dari generasi ke generasi, yang secara terus menerus diciptakan kembali oleh masyarakat dan kelompok dalam menanggapi lingkungan sekitarnya, interaksi mereka dengan alam dan sejarah mereka, dan memberikan rasa identitas yang berkelanjutan, untuk menghargai perbedaan budaya dan kreativitas manusia. Untuk tujuan Konvensi ini, pertimbangan akan diberikan hanya kepada Warisan Budaya Takbenda yang kompatibel dengan instrumen hak asasi manusia internasional yang ada, serta dengan persyaratan saling menghormati antar berbagai komunitas, kelompok dan individu, dalam upaya pembangunan berkelanjutan”, dengan memelihara  warisan budaya 

Para Pendahulu Orang Maluku, telah mewariskan tatanan budaya moralitas sangat positif bagi anak-cucu keturunannya. Pela Gandong sebagai media dan solusi cerdas mengantisipasi perubahan perilaku negatif manusia di setiap zaman dengan segala kepentingan sempitnya.

Budaya yang tak ternilai manfaat dan karena tak berbatas waktu dan generasi kehidupan manusia, khususnya bagi Orang Maluku. Bukan saja untuk mempersatukan, lebih dari itu untuk membentengi akulturasi budaya asing dari luar Maluku yang dapat saja meniadakan eksistensi dan identitas jati diri Orang Maluku dengan semua hak dan kepemilikannya sebagai Indigenous Peoples - Masyarakat Adat, pribumi kepulauan Maluku berbangsa Alifuru – (Pasal 8) Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, Akta Nation Unies Tahun 2004, Halaman 39 - lihat ; desa. Disahkan dalam Sidang Umum PBB tanggal 13 September 2007 di New York, dan Indonesia adalah salah satu Negara yang menyatakan mendukung Deklarasi tersebut.



Epilog
Budaya persaudaraan Pela Gandong, harus tetap dilestarikan serta terus diberdayakan sebagai bagian dari identitas budaya Maluku bernilai moral positif, yang menunjukkan betapa tingginya strata peradaban Orang Maluku tentang bagaimana cara menghargai nilai-nilai kemanusiaan melalui kemampuan menata peri kehidupan bersama.
Kesadaran untuk memahami kekayaan budaya masa lalu seperti budaya persaudaraan Pela Gandong secara utuh dan mendasar, betapa sangat perlu karena penting sebagai media budaya pemersatu sesama basudara – bersaudara, Orang Maluku.


Pela Gandong merupakan “Warisan Budaya Takbenda” bangsa Alifuru yang telah teruji efektifitas dan kegunaanya dari waktu ke waktu, hingga telah menjadi kebudayaan Maluku saat ini. Masih perlu terus dikaji dan dikembang hidupkan, agar tetap berfungsi dan berdaya-guna, agar tetap dijadikan bagian dari pedoman menata masa depan dalam kesatuan utuh gerak dan cara pandang Orang Maluku.
                                                                                                                        Kampung Bulak, 09/11/2019

No comments:

Post a Comment