Alifuru Supamaraina: PI 10% BLOK MASELA, MALUKU BAKAL GIGIT JARI KARENA PEMERINTAH PUSAT PLIN PLAN

Wednesday, November 20, 2019

PI 10% BLOK MASELA, MALUKU BAKAL GIGIT JARI KARENA PEMERINTAH PUSAT PLIN PLAN

Oleh ; M. Thaha Pattiiha

Blok Masela, Lahan seteru perebutan hak PI 10% Daerah Penghasil, antara Provinsi Maluku vs NTT

Blok Masela, Lahan seteru perebutan hak PI 10% Daerah Penghasil, antara Provinsi Maluku vs NTT(@embun01-21112019)

Prolog
          Participating Interest 10% (Sepuluh Persen), sesuai Pasal 1 Ayat(4) Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% (Sepuluh Persen) Pada Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi, yang selanjutnya disingkat PI 10% adalah besaran maksimal sepuluh persen participating interest pada Kontrak Kerja Sama yang wajib ditawarkan oleh Kontraktor kepada Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Milik Negara. Saat ini aturan PI 10 persen tersebut sedang akan diterapkan pada proyek pertambangan gas Lapangan Abadi Blok Masela.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah memutuskan – atas desakan kuat segenap komponen Masyarakat Maluku, proyek gas Blok Masela dinyatakan Onshore. Proposal Revisi Rencana Pengembangan – PoD, oleh kontraktor Inpex Masela sudah pula disetujui pemerintah di pertengahan tahun ini - Juli 2019, dan kilang LNG segera dibangun di darat. Pilihan lokasi kilang juga sudah ditetapkan di daratan pulau Yamdena, sekitar ibukota Kabupaten Kepulauan Tanimbar(KKT), Saumlaki.

Sejauh ini, urusan proyek Blok Masela hanya antara kontraktor Inpex Corporations Jepang serta Royal-Shell Belanda, Pemerintah Pusat – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), dan dengan Pemerintah Provinsi Maluku serta Pemerintah KKT.  Maluku dilibatkan – ikut berperan aktif, karena Blok Masela berada di dalam wilayah teritori administratif Pemerintah Daerah Provinsi Maluku. 

Hingga pun dalam hal hak PI 10 persen, bagi Maluku sudah “final” – sudah selesai, adalah merupakan hak utuh Maluku yang tidak dapat ditawar jumlahnya, apalagi hak PI yang hanya 10 persen sampai mesti dibagi dengan Provinsi lain. Akan tetapi mampukah Maluku mempertahankan haknya, agar tidak terbagikan? Inilah persoalan krusial yang perlu mendapat perhatian dan terus diperjuangkan segenap komponen Orang Maluku hari-hari ini.


NTT Masih Saja Ingin Mendapat Hak

           Polemik hak Participating Interest(PI) 10 persen bagi daerah penghasil, sebagaimana ditentukan dalam peraturan pertambangan Minyak dan gas bumi (Migas), dalam beberapa waktu terakhir ini dimunculkan lagi. Provinsi Nusa Tenggara Timur(NTT) ingin mendapat bagian hak PI 10 persen bagi daerah penghasil dari proyek pertambangan gas Abadi Field Blok Masela di laut Arafuru perairan Provinsi Maluku. Kembali di wacanakan – lebih kepada “gugatan”, disuarakan – kembali, dari Provinsi NTT melalui Gubernurnya, yang terus memaksa provinsinya harus mendapat bagian 5 persen atau setengah dari PI 10 persen yang adalah hak Maluku sebagai daerah penghasil.

Pihak Provinsi NTT terus berulah, masih saja “ngotot” – memaksa, mendapatkan bagian hak langsung dari proyek pertambangan gas lapangan Abadi Blok Masela. Bahkan dengan yakin Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskod, dalam pernyataannya kepada media masa, mengklaim bahwa hal itu sudah diputuskan oleh Presiden Joko Widodo.

Viktor menyebut, pembagian fee 10 persen dari blok migas Masela merupakan kewenangan pemerintah pusat. Hal itu disampaikan Viktor menyusul adanya sikap dari Pemerintah Provinsi Maluku yang menolak fee dibagikan juga untuk NTT. "Kalau itu pernyataan (penolakan fee 10 persen untuk NTT) dari presiden, baru gubernur NTT nyambung," ujar Viktor kepada Kompas.com, di Loppo Plaza Kupang, Kamis (14/11/2019) malam. "Kewenangan itu pada pemerintah pusat. Kalau presiden jawab baru kita melihat," kata Viktor singkat.

Sebelumnya, Viktor Bungtilu Laiskodat menyebut, pihaknya akan mendapat jatah 5 persen dari keuntungan pengelolaan blok minyak dan gas (migas) Masela. "Presiden sudah putuskan agar NTT mendapat jatah 5 persen dan Maluku, 5 persen dari keuntungan blok Masela. Itu berarti NTT dapat jatah 2,5 miliar dollar Amerika Serikat," ungkap Viktor kepada Kompas.com di Kupang, Kamis (24/10/2019).

Untuk yang kesekian kali wacana tersebut disuarakan pihak NTT. Sebelumnya oleh Gubernur NTT Frans Lebu Raya, yang sekarang sudah digantikan Viktor Bungtilu Laiskodat. Frans Lebu Raya mengatakan, “hak partisipasi biasanya diberikan sebesar 10 persen, dan saya minta kalau bisa dibagi 5-5 persen dengan Provinsi Maluku" - kabartimur.co.id. Alasannya Blok Masela berada di luar wilayah teritori dari Provinsi Maluku dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Meski lebih dekat dengan Maluku (sekitar 300 kilometer) tetapi secara teritori, di luar karena kewenangan provinsi itu 12 mil” - kilasmaluku.fajar.co.id/2017/09/04.

Pihak NTT menggunakan berbagai dalih, melalui peluang pada kewenangan provinsi – Maluku, yang hak pengelolaan wilayah laut “hanya” 12 mil laut dari garis pantai, sedangkan selebihnya wewenang pemerintah pusat, menurut UU No.2 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah. Menganggap Blok Masela berada pada wilayah “abu-abu”. Alasannya NTT merupakan wilayah berdampak langsung – alasan ini mungkin mereka buta atau pura-pura bodoh - karena batas langsung mestinya(bila iya mereka juga perlu dibagi) negara Timor Leste yang di bagian barat atau Australia yang ada di batas selatan. Diwacanakan juga dengan mengemukakan perspektif pada alasan pemangku kepentingan selaku masyarakat adat – berbangsa Alifuru dan ber-ras Melanesia? Pertanyaan untuk alasan-alasan di atas, bagaimana dengan Lapangan gas Greafer Sunrise – milik Australia, dan Bayu Undan – Australia dan Timor Leste, yang jaraknya sekitar 300 km dari pulau Timor?

Peluang lain yang coba dimanfaatkan NTT, adalah Pasal 12 Ayat (2) Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% (Sepuluh Persen) Pada Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi, dinyatakan ; “Skema kerjasama dengan Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan dengan cara pembiayaan terlebih dahulu oleh Kontraktor terhadap besaran kewajiban Badan Usaha Milik Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah.”


Jawaban “Abu-abu” Presiden Joko Widodo

           Pernyataan Gubernur NTT bahwa Presiden Joko Widodo sudah setuju, terklarifikasi melalui jawaban presiden atas pernyataan sekaligus pertanyaan Bupati KKT Petrus Fatlolon langsung kepada Presiden, saat pertemuan terbatas bersama Presiden dan Gubernur Maluku di Ambon, Senin (28/10/2019). “Saya menyampaikan ke Bapak Presiden terkait ada informasi yang beredar satu minggu terakhir bahwa ada daerah lain yang  meminta porsi PI 10 persen. Saya menyampaikan ke Bapak Presiden bahwa saat ini kami di Maluku sedih, karena ada informasi PI itu akan dibagikan dengan provinsi lain,” ujar Petrus di Maluku Tengah, Selasa (29/10/2019).

Petrus mengungkapkan, setelah menyampaikan langsung keluhan tersebut kepada Presiden Jokowi, ternyata ada pesan dari Presiden bahwa informasi pembagian participating interest itu tidak benar. Menurut Petrus, dalam pertemuan terbatas itu, Presiden Jokowi tidak menyebut bahwa pemerintah pusat telah menyetujui PI 10 persen Blok Masela akan dibagi dua dengan Provinsi NTT. “Bapak presiden senyum sambil menyampaikan ‘Pak Bupati belum sampai ke saya, tapi saya akan perhatikan aspirasi dari Maluku’. Artinya, bila ada informasi PI sudah dibagi, saya pikir belum ya karena tadi malam itu sudah rapat dengan Bapak Presiden,” kata Petrus, sebagaimana diberitakan Kompas.com - 29/10/2019.

Jawaban Presiden Joko Widodo kepada Bupati KKT bermakna ganda – diplomatis, “abu-abu”, tetapi jelas terjawab sudah. Bahwa Maluku hingga hari ini belum dinyatakan sebagai penerima hak PI 10 persen proyek migas Onshore Kilang LNG Lapangan Abadi Blok Masela, yang masih dalam persiapan akan di bangun di pulau Yamdena, Maluku.

Baca juga ; 
Iming-iming Multiplie Effect Dari Onshore Kilang LNG Blok Masela


Pemerintah Pusat Plin-plan

           Kisruh persoalan hak PI 10 persen Blok Masela mengemuka sudah sejak lima tahun lalu, mulai ramai di akhir tahun 2014. Sebabnya, hampir semua pernyataan yang disampaikan pemerintah pusat melalui pejabat Kementerian ESDM, dan SKK Migas, sama saja tentang hak PI 10 persen Blok Masela. Tidak ada yang menyatakan secara tegas dan pasti merupakan hak Maluku, kecuali beralasan masih sedang akan dibahas sebab regulasi mengatur hak kelola wilayah bagi provinsi dibatasi paling jauh hanya 12 mil laut. Adapun Blok Masela jauh di lepas pantai, setidaknya 41 mil laut dari batas pantai pulau provinsi Maluku terdekat yaitu Selaru.

Pernah ada pernyataan - tribunnews.com, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin pemerintah daerah Maluku mendapat Participating Interest (PI) dari pengelolaan Blok Masela. Hal tersebut menjadi komitmen pemerintah pusat mendorong otonomi daerah. "PI kan sudah komitmen kepada pemerintah daerah Maluku, sudah diberikan," ujar Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja di Jakarta, Selasa (29/3/2016). Participating Interest (PI) sudah menjadi komitmen pemerintah pusat kepada pemerintah daerah - Maluku. Sudah semestinya daerah dapat (hak pengelolaan). Jadi ini kan di 12 mil, harusnya memang ranah pemerintah pusat. Tapi pemerintah pusat memberikan dikresi kepada pemerintah daerah,” tutur Wiratmaja, Senin (28/3) -POD disetujui Maluku dapatkan PI Blok Masela

Tetapi kemudian terbantahkan pernyataan di atas oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan - kabartimur.co.id, saat tampil sebagai pembicara pada Kongres HMI XXX di Universitas Pattimura (Unipatti) Ambon tanggal 14 Februari 2018, menyatakan, hak PI 10 persen Blok Masela bakal dikelola Pemprov Maluku dengan Pemprov Nusa Tenggara Timur.

Begitu lama dan berlarut-larut persoalan kepastian pihak mana penerima hak PI 10 persen. Pemerintah Pusat menunjukkan kesan “plin-plan” selain “tampak ragu-ragu” memutuskan untuk menetapkan Maluku sebagai Provinsi yang paling berhak memiliki PI – akan dikonversi sebagai saham, 10 persen pada Blok Masela.

Sekian waktu dengan memperhatikan urgensi duduk persoalan, seharusnya Pemerintah Pusat sudah memastikan dengan suatu keputusan yang mempertimbangkan unsur keadilan sosial bagi rakyat Maluku. Karena tentu Maluku samasekali tidak ingin kehilangan hak penuhnya atas PI 10 persen di Blok Masela setelah sekian lama kekayaan sumber daya alamnya – di darat, di perut bumi, dan isi lautnya dikuras Pemerintah Pusat  - atas dalil formal konstitusi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, tanpa ada manfaat berarti yang terbagi(dikembalikan) kepada rakyat Maluku.


Ada Apa Di Balik Semua Ini?

          Majalah Tempo - terbitan 18-24 November 209, dengan coverDermaga Tomy Menuju Masela”. Bukan sesuatu hal yang mengejutkan – menurut penulis, kecuali kekawatiran mungkin saja akan menggelembungkan biaya proyek kilang LNG Blok Masela. Itu pun tidak perlu dibahas, tetapi penulis diingatkan tentang  Viktor Bungtilu Laiskod - Gubernur NTT, pernah menduduki jabatan Komisaris PT. Samudera Indo Sejahtera – dulu ; PTMaritim Timur Jaya, anak perusahaan Arta Graha Group untuk perikanan yang menawarkan dermaganya untuk lokasi basis logistik proyek Blok Masela. Viktor sangat dekat dengan Tomy Winata – Pemilik Artha Graha Group, selain itu Viktor juga kader utama Partai Nasdem dan Ketua Fraksi Nasdem DPR RI 2014-2019. Surya Paloh sang Ketua Umum juga “pemain” Migas melalui anak perusahaan Media Group - PT Surya Energi Raya(SER). Juga pemilik bersama gedung mewah bernilai Rp 8 triliun, berlantai 59 - PT China Sonangol Media Investment (CSMI), perusahaan kerja sama antara PT China Sonangol Land - penyuplai minyak Nigeria kepada PT. Pertamina atas "jasa baik" Surya Paloh, dan Media Group milik Surya Paloh. Viktor juga salah satu kandidat Menteri Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo - Ma'aruf Amin.

Mempertimbangkan potensi latar belakang,  kekuatan dan kedekatan jaringan NTT – khususnya Gubernur Viktor, pada pusat kekuasaan dan (mungkin) peran serta faktor pendukung lain – invisible hands, yang memungkinkan mudah melakukan lobby politik pada tingkat pusat pengambil keputusan pemegang kekuasaan.



Posisi Maluku bagaikan “layang-layang” – baca ;  Blok Masela Maluku hanya layanglayang, setelah semua alasan – termasuk Onshore Base Kilang LNG Inpex Masela di pulau Yamdena pun tidak, yang harusnya memperkuat Maluku untuk memiliki utuh hak PI 10 persen atas proyek gas lapangan Abadi Blok Masela, bisa jadi akan terpatahkan. Alasan pamungkas super efektif terakhir melemahkan posisi Maluku, yaitu ; “dengan mempertimbangkan kepentingan nasional”,  maka kekuatan Maluku akan remuk pertahanannya, terperdaya dalam kepasrahan terserah keputusan Pemerintah Pusat. Artinya Maluku hanya bisa “gigit jari”, karena  PI 10 persen di Blok Masela bakal terbagi dua. Dibagi “rata dan adil”, 5 persen untuk Maluku dan 5 persen untuk NTT – demi kepentingan nasional.

Sebabnya beralasan jelas, urusan ini menyangkut bisnis besar dan pasti. Akan menghasilkan uang yang karena jumlahnya yang fantastis, hanya pantas dinilai dalam hitungan menggunakan mata uang US Dollar, dan berlangsung dalam  jangka waktu yang sangat lama. Total nilai investasi dari PI 10 persen dari total biaya proyek Blok Masela US$ 20 Milyar - perkiraan maksimal, yaitu US$ 2 Milyar. Dikonversi ke nilai mata uang Rupiah, 14000/US$ 1, maka nilainya dalam Rupiah sebesar 28 Triliun - IDR.


Epilog

          Persoalan ini bukan lagi urusan etika dan formalitas tatanan hukum dan peraturan perundang-undangan negara, tetapi peran sentral dan menentukan sudah beralih posisi. Apakah dengan cara santun atau karena diambil “paksa”, nilai moral dalam bisnis ekonomi pasar – gelap, lebih menentukan, dari etika empati tentang keadilan sosial – sila ke lima Pancasila, dalam berbangsa dan benegara yang sudah seperti gaung slogan kata-kata omong kosong yang menipu untuk membodohi.

Peduli apa dan oleh siapa pada realitas konteks Maluku sebagai Provinsi Termiskin di Indonesia yang menempati wilayah kaya sumber daya alam. Sudah dikondisikan secara sengaja dan terencana harus tanpa daya dan posisi tawar. Ruang yang sengaja dibuka dan koridor yang tersedia di rana kekuasaan, berfungsi seperti khusus memerdekakan kekuatan kapital agar mudah berkembang maksimal dalam falsafah liberalisme ekonomi yaitu bisnis to bisnis, demi meraup untung sebesar-besarnya dari hasil bumi wilayah Maluku, khususnya di ladang gas Abadi Blok Masela.


Ketika merebak lagi persoalan perebutan PI 10 persen sekarang, bukan hal yang harus membuat kaget - setidaknya untuk beta pribadi, sebab prihal Blok-Masela sudah cukup dicerahkan dengan prediksi hal sedemikian melalui tulisan beta sebelumnya ; Blok-Masela  “ABADI FIELD BLOK MASELA ; JALAN TERJAL MEREBUT  HAK MALUKU” dan usaha antisipasi yang direspon "Orang-orang Maluku" yang jauh dari harapan(minim tanda tangan) yaitu ; PETISI - www.change.org/p/presiden-republik-indonesia-maluku-menolak-membagi-pi-blok-masela-dengan-nttSemoga saja tidak lebih mengkawatirkan, apalagi hingga merugikan Maluku.

Kampung Bulak – Depok, 21/11/2019
-----------
Sumber; regional.kompas.com Tribunnews.com kilasmaluku.fajar.co.id tirto.id republika.co.id detik.com tribun_maluku.com tajuktimur.com lintasntt.com antara.com

No comments:

Post a Comment